Assalamualaikum.....
Bismillah....
Kata Penghubung (Konjungsi)
A. Pengertian Kata Penghubung
Kata penghubung disebut juga konjungsi atau kata sambung, yang berarti kata tugas yang menghubungkan dua satuan bahasa yang sederajat: kata dengan kata, frasa dengan frasa, atau klausa dengan klausa (Hasan Alwi, dkk., 2003: 296). Dalam pengertian lainnya, konjungsi adalah kategori yang berfungsi untuk meluaskan satuan yang lain dalam konstruksi hipotaktis, dan selalu menghubungkan dua satuan lain atau lebih dalam konstruksi (Harimurti, 2007: 102).
B. Jenis-jenis Kata PenghubungKata penghubung disebut juga konjungsi atau kata sambung, yang berarti kata tugas yang menghubungkan dua satuan bahasa yang sederajat: kata dengan kata, frasa dengan frasa, atau klausa dengan klausa (Hasan Alwi, dkk., 2003: 296). Dalam pengertian lainnya, konjungsi adalah kategori yang berfungsi untuk meluaskan satuan yang lain dalam konstruksi hipotaktis, dan selalu menghubungkan dua satuan lain atau lebih dalam konstruksi (Harimurti, 2007: 102).
Dilihat dari fungsinya dapat dibedakan dua macam kata penghubung sebagai berikut:
(1) Kata penghubung yang menghubungkan kata, klausa, atau kalimat yang kedudukannya setara. Kata penghubung ini dibedakan lagi menjadi kata penghubung yang:
(a) menggabungkan biasa, yaitu dan, dengan, serta.
(b) menggabungkan memilih, yaitu atau.
(c) menggabungkan mempertentangkan, yaitu tetapi, namun, sedangkan, sebaliknya.
(d) menggabungkan membetulkan, yaitu melainkan, hanya.
(e) menggabungkan menegaskan, yaitu bahwa, malah, lagipuula, apalagi, jangankan.
(f) menggabungkan membatasi, yaitu kecuali, hanya.
(g) menggabungkan mengurutkan, yaitu lalu, kemudian, selanjutnya.
(h) menggabungkan menyamakan, yaitu yaitu, yakni, adalah, bahwa, ialah.
(i) menggabungkan menyimpulkan, yaitu jadi, karena itu, oleh sebab itu.
(2) Kata penghubung yang menghubungkan klausa dengan klausa yang kedudukannya bertingkat. Kata penghubung ini dibedakan lagi menjadi kata penghubung yang menggabungkan:
(a) menyatakan sebab, yaitu sebab, karena.
(b) menyatakan syarat, yaitu kalau, jikalau, jika, bila, apabila, asal.
(c) menyatakan tujuan, yaitu agar, supaya.
(d) menyatakan waktu, yaitu ketika, sewaktu, sebelum, sesudah, tatkala.
(e) menyatakan akibat, yaitu sampai, hingga, sehingga.
(f) menyatakan sasaran, yaitu untuk, guna.
(g) menyatakan perbandingan, yaitu seperti, laksana, sebagai.
(h) menyatakan tempat, yaitu tempat.
Jika dilihat dari kedudukannya konjungsi dibagi dua, yaitu konjungsi koordinatif dan konjungsi subordinatif.
1. Konjungsi Koordinatif
Konjungsi koordinatif adalah konjungsi yang menghubungkan dua unsur kalimat atau lebih yang kedudukannya sederajat atau setara (Abdul Chaer, 2008: 98). Contoh:
dan penanda hubungan penambahan
serta penanda hubungan pendampingan
atau penanda hubungan pemilihan
tetapi penanda hubungan perlawanan
melainkan penanda hubungan perlawanan
padahal penanda hubungan pertentangan
sedangkan penanda hubungan pertentangan
Konjungsi koordinatif agak berbeda dengan konjungsi lain, karena selain menghubungkan klausa juga menghubungkan kata. Seperti contoh berikut:
(a) Dia menangis dan istrinya pun tersedu-sedu.
(b) Aku yang datang ke rumahmu atau kamu yang datang ke rumahku?
(c) Dia terus saja berbicara, tetapi istrinya hanya terdiam saja.
(d) Andi pura-pura tidak tahu, padahal tahu banyak.
(e) Ibu sedang mencuci baju, sedangkan Ayah membaca Koran.
2. Konjungsi Subordinatif
Konjungsi subordinatif adalah konjungsi yang menghubungkan dua unsur kalimat (kalusa) yang kedudukannya tidak sederajat (Abdul Chaer, 2008: 100). Konjungsi subordinatif dibagi menjadi tiga belas kelompok sebagai berikut:
1. Konjungsi suordinatif waktu: sejak, semenjak, sedari, sewaktu, tatkala, ketika, sementara, begitu, seraya, selagi, selama, serta, sambil, demi, setelah, sesudah, sebelum sehabis, selesai, seusai, hingga, sampai.
2. Konjungsi subordinatif syarat: jika, kalau, jikalau, asal(kan), bila, manakala.
3. Konjungsi subordinatif pengandaian: andaikan, seandainya, umpamanya, sekiranya.
4. Konjungsi subordinatif tujuan: agar, supaya, biar.
5. Konjungsi subordinatif konsesif: biar(pun), walau(pun), sekalipun, sungguhpun, kendati(pun).
6. Konjungsi subordinatif pembandingan: seakan-akan, seolah-olah, sebagaimana, seperti, sebagai, laksana, ibarat, daripada, alih-alih.
7. Konjungsi subordinatif sebab: sebab, karena, oleh karena, oleh sebab.
8. Konjungsi subordinatif hasil: sehingga, sampai(sampai), maka(nya).
9. Konjungsi subordinatif alat: dengan, tanpa.
10. Konjungsi subordinatif cara: dengan, tanpa.
11. Konjungsi subordinatif komplementasi: bahwa
12. Konjungsi suboerdinatif atributif: yang
13. Konjungsi subordinatif perbandingan: sama …. dengan, lebih …. dari(pada)
Jenis Makna dalam Bahasa Indonesia
Menurut Chaer (1994), makna dapat
dibedakan berdasarkan beberapa kriteria dan sudut pandang. Berdasarkan
jenis semantiknya, dapat dibedakan antara makna leksikal dan makna
gramatikal, berdasarkan ada atau tidaknya referen pada sebuah kata atau
leksem dapat dibedakan adanya makna referensial dan makna
nonreferensial, berdasarkan ada tidaknya nilai rasa pada sebuah
kata/leksem dapat dibedakan adanya makna denotatif dan makna konotatif,
berdasarkan ketepatan maknanya dikenal makna kata dan makna istilah atau
makna umum dan makna khusus. Lalu berdasarkan kriteri lain atau sudut
pandang lain dapat disebutkan adanya makna-makna asosiatif, kolokatif,
reflektif, idiomatik dan sebagainya.
1. Makna Leksikal dan Makna Gramatikal
Leksikal adalah bentuk adjektif yang
diturunkan dari bentuk nomina leksikon. Satuan dari leksikon adalah
leksem, yaitu satuan bentuk bahasa yang bermakna. Kalau leksikon kita
samakan dengan kosakata atau perbendaharaan kata, maka leksem dapat kita
persamakan dengan kata. Dengan demikian, makna leksikal dapat diartikan
sebagai makna yang bersifat leksikon, bersifat leksem, atau bersifat
kata. Lalu, karena itu, dapat pula dikatakan makna leksikal adalah makna
yang sesuai dengan referennya, makna yang sesuai dengan hasil observasi
alat indera, atau makna yang sungguh-sungguh nyata dalam kehidupan kita
(Chaer, 1994). Umpamanya kata tikus makna leksikalnya adalah sebangsa
binatang pengerat yang dapat menyebabkan timbulnya penyakit tifus. Makna
ini tampak jelas dalam kalimat Tikus itu mati diterkam kucing, atau Panen kali ini gagal akibat serangan hama tikus.
Makna leksikal biasanya dipertentangkan
dengan makna gramatikal. Kalau makna leksikal berkenaan dengan makna
leksem atau kata yang sesuai dengan referennya, maka makna gramatikal
ini adalah makna yang hadir sebagai akibat adanya proses gramatika
seperti proses afiksasi, proses reduplikasi, dan proses komposisi
(Chaer, 1994). Proses afiksasi awalan ter- pada kata angkat dalam
kalimat Batu seberat itu terangkat juga oleh adik, melahirkan makna ’dapat’, dan dalam kalimat Ketika balok itu ditarik, papan itu terangkat ke atas melahirkan makna gramatikal ’tidak sengaja’.
2. Makna Referensial dan Nonreferensial
Perbedaan makna referensial dan makna
nonreferensial berdasarkan ada tidak adanya referen dari kata-kata itu.
Bila kata-kata itu mempunyai referen, yaitu sesuatu di luar bahasa yang
diacu oleh kata itu, maka kata tersebut disebut kata bermakna
referensial. Kalau kata-kata itu tidak mempunyai referen, maka kata itu
disebut kata bermakna nonreferensial. Kata meja termasuk kata
yang bermakna referensial karena mempunyai referen, yaitu sejenis
perabot rumah tangga yang disebut ’meja’. Sebaliknya kata karena tidak mempunyai referen, jadi kata karena termasuk kata yang bermakna nonreferensial.
3. Makna Denotatif dan Konotatif
Makna denotatif pada dasarnya sama dengan
makna referensial sebab makna denotatif lazim diberi penjelasan sebagai
makna yang sesuai dengan hasil observasi menurut penglihatan,
penciuman, pendengaran, perasaan, atau pengalaman lainnya. Jadi, makna
denotatif ini menyangkut informasi-informasi faktual objektif. Oleh
karena itu, makna denotasi sering disebut sebagai ’makna
sebenarnya’(Chaer, 1994). Umpama kata perempuan dan wanita kedua kata itu mempunyai dua makna yang sama, yaitu ’manusia dewasa bukan laki-laki’.
Sebuah kata disebut mempunyai makna
konotatif apabila kata itu mempunyai ”nilai rasa”, baik positif maupun
negatif. Jika tidak memiliki nilai rasa maka dikatakan tidak memiliki
konotasi. Tetapi dapat juga disebut berkonotasi netral. Makna konotatif
dapat juga berubah dari waktu ke waktu. Misalnya kata ceramah dulu kata ini berkonotasi negatif karena berarti ’cerewet’, tetapi sekarang konotasinya positif.
4. Makna Kata dan Makna Istilah
Setiap kata atau leksem memiliki makna,
namun dalam penggunaannya makna kata itu baru menjadi jelas kalau kata
itu sudah berada di dalam konteks kalimatnya atau konteks situasinya.
Berbeda dengan kata, istilah mempunyai makna yang jelas, yang
pasti, yang tidak meragukan, meskipun tanpa konteks kalimat. Oleh karena
itu sering dikatakan bahwa istilah itu bebas konteks. Hanya
perlu diingat bahwa sebuah istilah hanya digunakan pada bidang keilmuan
atau kegiatan tertentu. Perbedaan antara makna kata dan istilah dapat
dilihat dari contoh berikut
(1) Tangannya luka kena pecahan kaca.
(2) Lengannya luka kena pecahan kaca.
Kata tangan dan lengan
pada kedua kalimat di atas adalah bersinonim atau bermakna sama. Namun
dalam bidang kedokteran kedua kata itu memiliki makna yang berbeda. Tangan bermakna bagian dari pergelangan sampai ke jari tangan; sedangkan lengan adalah bagian dari pergelangan sampai ke pangkal bahu.
5. Makna Konseptual dan Makna Asosiatif
Leech (1976) membagi makna menjadi makna
konseptual dan makna asosiatif. Yang dimaksud dengan makna konseptual
adalah makna yang dimiliki oleh sebuah leksem terlepas dari konteks atau
asosiasi apa pun. Kata kuda memiliki makna konseptual ’sejenis
binatang berkaki empat yang biasa dikendarai’. Jadi makna konseptual
sesungguhnya sama saja dengan makna leksikal, makna denotatif, dan makna
referensial.
Makna asosiatif adalah makna yang
dimiliki sebuah leksem atau kata berkenaan dengan adanya hubungan kata
itu dengan sesuatu yang berada di luar bahasa. Misalnya, kata melati berasosiasi dengan sesuatu yang suci atau kesucian.
6. Makna Idiomatikal dan Peribahasa
Idiom adalah satuan ujaran yang maknanya
tidak dapat ”diramalkan” dari makna unsur-unsurnya, baik secara leksikal
maupun secara gramatikal. Contoh dari idiom adalah bentuk membanting tulang dengan makna ’bekerja keras’, meja hijau dengan makna ’pengadilan’.
Berbeda dengan idiom, peribahasa memiliki
makna yang masih dapat ditelusuri atau dilacak dari makna
unsur-unsurnya karena adanya ”asosiasi” antara makna asli dengan
maknanya sebagai peribahasa. Umpamanya peribahasa Seperti anjing dengan kucing
yang bermakna ’dikatakan ihwal dua orang yang tidak pernah akur’. Makna
ini memiliki asosiasi, bahwa binatang yang namanya anjing dan kucing
jika bersua memang selalu berkelahi, tidak pernah damai.
7. Makna Kias
Dalam kehidupan sehari-hari, penggunaan
istilah arti kiasan digunakan sebagai oposisi dari arti sebenarnya. Oleh
karena itu, semua bentuk bahasa (baik kata, frase, atau kalimat) yang
tidak merujuk pada arti sebenarnya (arti leksikal, arti konseptual, atau
arti denotatif) disebut mempunyai arti kiasan. Jadi, bentuk-bentuk
seperti puteri malam dalam arti ’bulan’, raja siang dalam arti ’matahari’.
Chaer, Abdul. 2007. Linguistik Umum. Jakarta: Rineka Cipta.Chaer, Abdul. 1994. Pengantar Semantik Bahasa Indonesia. Jakarta: Rineka Cipta.
Sastra Melayu Klasik
Hampir semua ahli sepakat bahwa
Sastra Indonesia Lama tidak diketahui kapan munculnya. Yang dapat
dikatakan adalah bahwa Sastra Indonesia Lama muncul bersamaan dengan
dimulainya peradaban bangsa Indonesia, sementara kapan bangsa Indonesia
itu ada juga masih menjadi perdebatan. Yang tidak disepakati oleh para
ahli adalah kapan sejarah sastra Indonesia memasuki masa baru. Ada yang
berpendapat bahwa Sastra Indonesia Lama berakhir pada masa kebangkitan
nasional (1908), masa Balai Pustaka (1920), masa munculnya Bahasa
Indonesia (1928), ada pula yang berpendapat bahwa Sastra Indonesia Lama
berakhir pada masa Abdullah bin Abdulkadir Munsyi (1800-an).
Alhasil, ada dua versi besar periodisasi
sastra Indonesia. Versi pertama adalah bahwa sejarah sastra Indonesia
dikelompokkan menjadi tiga kelompok besar yaitu 1) Sastra Indonesia
Lama, 2) Sastra Indonesia Baru, dan 3) Sastra Indonesia Modern.
Sedangkan versi kedua membagi sejarah sastra Indonesia menjadi empat
kelompok besar, yaitu 1) Sastra Indonesia Lama, 2) Sastra Indonesia
Peralihan, 3) Sastra Indonesia baru, dan 4) Sastra Indonesia Modern.
Sastra Indonesia Lama adalah masa sastra
mulai pada masa pra-sejarah (sebelum suatu bangsa mengenal tulisan) dan
berakhir pada masa Abdullah bin Abdulkadir Munsyi. Ada juga yang
mengatakan bahwa sastra Indonesia lama berakhir pada masa balai Pustaka.
Sastra Indonesia Lama tidak dapat digolong-golongkan berdasarkan jangka
waktu tertentu (seperti halnya Sastra Indonesia baru) karena
hasil-hasil dari sastra masa ini tidak mencantumkan waktu dan nama
pengarangnya.
Beberapa pembagian Sastra Indonesia Lama adalah sebagai berikut- Berdasarkan bentuknya, sastra Indonesia Lama dibagi menjadi dua, yaitu prosa lama dan puisi lama
- berdasarkan isinya, Sastra Indonesia Lama dibedakan menjadi tiga, yaitu Sastra Sejarah, Sastra Undang-undang, dan Sastra Petunjuk bagi Raja dan Penguasa
- Berdasarkan pengaruh asing, Sastra Indonesia Lama dibedakan menjadi dua, yaitu Sastra Indonesia Asli, Sastra Indonesia Lama Pengaruh Islam, dan Sastra Indonesia Lama Pengaruh Hindu
Ciri-ciri kesusastraan Indonesia Lama
- Bersifat onomatope/anonim, yaitu nama pengarang tidak dicantumkan dalam karya sastra.
- Merupakan milik bersama masyarakat.
- Timbul karena adat dan kepercayaan masyarakat
- Bersifat istana sentris, maksudnya ceritanya berkisar pada lingkungan istana
- Disebarkan secara lisan
- Banyak bahasa klise, yaitu bahasa yang bentuknya tetap.
Jabatan/orang yang sangat berjasa dalam
penyebaran sastra Indonesia Lama adalah pawang. Ia adalah kepala adat
(istilah sekarang mungkin sama dengan “dukun” dalam kebudayaan Jawa).
Jabatan ini berbeda dengan kepala suku. Menurut Dick Hartoko dan
Rahmanto, pawang dikenal sebagai orang yang mempunyai keahlian yang erat
hubungannya dengan hal-hal yang gaib. Ia termasuk orang yang keramat
dan dapat berhubungan dengan para dewa atau hyang. Pawang terbagi atas
pawang kutika (ahli bercocok tanam dan hal-hal yang berhubungan dengan
rumah tangga), pawang osada (ahli dalam jampi-jampi), pawang malim (ahli
dalam pertenungan), dan pawang pelipur lara (ahli bercerita).
SASTRA INDONESIA LAMA BERDASARKAN BENTUKNYA
A. PROSA LAMA
- Dongeng
Dongeng adalah prosa cerita yang isinya hanya khayalan saja, hanya ada dalam fantasi pengarang.
Dongeng dibedakan menjadi
- Fabel, yaitu dongeng tentang kehidupan binatang. Dongeng tentang kehidupan binatang ini dimaksudkan agar menjadi teladan bagi kehidupan manusia pada umumnya. (Menurut Dick hartoko dan B. Rahmanto, yang dimaksud fabel adalah cerita singkat, sering dalam bentuk sanjak, yang bersifat didaktis bertepatan dengan contoh yang kongkret. Tumbuh-tumbuhan dan hewan ditampilkan sebagai makhluk yang dapat berpikir, bereaksi, dan berbicara sebagai manusia. Diakhiri dengan sebuah kesimpulan yang mengandung ajaran moral).
- Farabel, yaitu dongeng tentang binatang atau benda-benda lain yang mengandung nilai pendidikan. Binatang atau benda tersebut merupakan perumpamaan atau lambang saja. Peristiwa ceritanya merupakan kiasan tentang pelajaran kesusilaan dan keagamaan.
- Legende, yaitu dongeng yang dihubungkan dengan keajaiban alam, terjadinya suatu tempat, dan setengah mengandung unsur sejarah.
- Mythe, yiatu dongeng yang berhubungan dengan cerita jin, peri, roh halus, dewa, dan hal-hal yang berhubungan dengan kepercayaan animisme.
- Sage, yaitu dongeng yang mengandung unsur sejarah meskipun tidak seluruhnya berdasarkan sejarah. (Menurut Dick Hartoko dan B. Rahmanto, kata sage berasal dari kata jerman “was gesagt wird” yang berarti apa yang diucapkan, cerita-cerita alisan yang intinya historis, terjadi di suatu tempat tertentu dan pada zaman tertentu. Ada yang menceritakan tentang roh-roh halus, mengenai ahli-ahli sishir, mengenai setan-setan atau mengenai tokoh-tokoh historis. Selalu ada ketegangan antara dunia manusia dan dunia gaib. Manusia selalu kalah. Nada dasarnya tragis, lain daripada dongeng yang biasanya optimis)
- Hikayat
Kata hikayat berasal dari bahasa Arab
yang artinya cerita. Hikayat adalah cerita yang panjang yang sebagian
isinya mungkin terjadi sungguh-sungguh, tetapi di dalamnya banyak
terdapat hal-hal yang tidak masuk akal, penuh keajaiban. (Dick hartoko
dan B. Rahmanto memberikan definisi hikayat sebagai jenis prosa cerita
Melayu Lama yang mengisahkan kebesaran dan kepahlawanan orang-orang
ternama, para raja atau para orang suci di sekitar istana dengan segala
kesaktian, keanehan dan muzizat tokoh utamanya, kadang mirip cerita
sejarah atau berbentu riwayat hidup.
- Tambo
Tambo adalah cerita sejarah, yaitu cerita tentang kejadian atau asal-usul keturunan raja.
- Wira Carita (Cerita Kepahlawanan)
Wira carita adalah cerita yang pelaku
utamanya adalah seorang kesatria yang gagah berani, pandai berperang,
dan selalu memperoleh kemenangan.
B. PUISI LAMA
- Mantra
Mantra adalah kata-kata yang mengandung
hikmat dan kekuatan gaib. Mantra sering diucapkan oleh dukun atau
pawang, namun ada juga seorang awam yang mengucapkannya.
- Bidal.
Bidal adalah pepatah atau peribahasa
dalam sastra Melayu lama yang kebanyakan berisi sindiran, peringatan,
nasehat, dan sejenisnya. Yang termasuk dalam kategori bidal adalah
- Ungkapan, yaitu kiasan tentang keadaan atau kelakauan yang dinyatakan dengan sepatah atau beberapa patah kata.
- Peribahasa , yaitu kalimat lengkap yang mengungkapkan keadaan atau kelakuan seseorang dengan mengambil perbandingan dengan alam sekitar.
- Tamsil, yaitu seperti perumpamaan tetapi dikuti bagian kalimat yang menjelaskan.
- Ibarat, yaitu seperti perumpamaan dan tamsil tetapi diikuti bagian yang menjelaskan yang berisi perbandingan dengan alam.
- Pepatah, yaitu kiasan tetap yang dinyatakan dalam kalimat selesai.
- Pemeo, yaitu ucapan yang terkenal dan diulang-ulang, berfungsi sebagai semboyan atau pemacu semangat.
- Pantun
Pantun ialah puisi lama yang terikat oleh syarat-syarat tertentu (jumlah baris, jumlah suku kata, kata, persajakan, dan isi).
Ciri-ciri pantun adalah
- Pantun terdiri dari sejumlah baris yang selalu genap yang merupakan satu kesatuan yang disebut bait/kuplet.
- Setiap baris terdiri dari empat kata yang dibentuk dari 8-12 suku kata (umumnya 10 suku kata).
- Separoh bait pertama merupakan sampiran (persiapan memasuki isi pantun), separoh bait berikutnya merupakan isi (yang mau disampaikan).
- Persajakan antara sampiran dan isi selalu paralel (ab-ab atau abc-abc atau abcd-abcd atau aa-aa)
- Beralun dua
Berdasarkan bentuk/jumlah baris tiap bait, pantun dibedakan menjadi
- Pantun biasa, yaitu pantun yang terdiri dari empat baris tiap bait.
- Pantun kilat/karmina, yaitu pantun yang hanya tersusun atas dua baris.
- Pantun berkait, yaitu pantun yang tersusun secara berangkai, saling mengkait antara bait pertama dan bait berikutnya.
- Talibun, yaitu pantun yang terdiri lebih dari empat baris tetapi selalu genap jumlahnya, separoh merupakan sampiran, dan separho lainnya merupakan isi.
- Seloka, yaitu pantun yang terdiri dali empat baris sebait tetapi persajakannya datar (aaaa).
- Pantun anak-anak (pantun bersuka cita, pantun berduka cita)
- Pantun muda (pantun perkenalan, pantun berkasih-kasihan, pantun perceraian, pantun beriba hati, pantun dagang)
- Pantun tua (pantun nasehat, pantun adat, pantun agama)
- Pantun jenaka
- Pantun teka-teki
- Gurindam
Gurindam adalah puisi lama yang terdiri
dari dua baris satu bait, kedua lariknya merupakan kalimat majemuk yang
selalu berhubungan menurut hubungan sebab-akibat. Baris pertama
merupakan syaratnya sedangkan baris kedua merupakan jawabannya. Gurindam
berisi petuah atau nasehat. Gurindam muncul setelah timbul pengaruh
kebudayaan Hindu.
- Syair
Kata syair berasal dari bahasa Arab
syu’ur yang artinya perasaan. Syair timbul setelah terjadinya pengaruh
kebudayaan islam. Puisi ini terdiri dari empat baris sebait, berisi
nasehat, dongeng, dan sebagian besar berisi cerita. Syair sering hanya
mengutamakan isi.
Ciri-ciri syair
- terdiri dari empat baris
- tiap baris terdiri dari 4-5 kata (8-12 suku kata)
- persamaan bunyi atau sajak akhir sama dan sempurna
- tidak ada sampiran, keempatnya merupakan isi
- terdiri dari beberapa bait, tiap bait berhubungan
- biasanya berisi cerita atau berita.
- Prosa liris (kalimat berirama)
Prosa liris adalah prosa yang di dalamnya masih terdengar adanya irama.
- Puisi-puisi Arab
Bentuk-bentuk puisi Arab adalah
- Masnawi, yaitu puisi lama yang terdiri dari dua baris sebait (sama dengan disthikon). Skema persajakannya berpasangan aa,bb,cc, … dan seterusnya) dan beiri puji-pujian untuk pahlawan.
- Rubai, yaitu puisi lama yang terdiri dari empat baris sebait (sama dengan kuatrin). Skema persajakannya adalah a-a-b-a dan berisi tentang nasihat, puji-pujian atau kasih sayang.
- Kit’ah, yaitu puisi lama yang terdiri dari lima baris sebait (sama dengan quin).
- Gazal, yaitu puisi lama yang terdiri dari delapan baris sebait (sama dengan stanza atau oktaaf).
- Nazam, yaitu puisi lama yang terdiri dari duabelas baris sebait.
Di samping yang sudah disebutkan di atas,
ada beberapa bentuk lain yang perlu dikenal walaupun sebenarnya tidak
murni berasal dari Sastra Melayu. Bentuk-bentuk tersebut adalah
1. Kaba
Adalah jenis prosa lirik dari sastra
Minangkabau tradisional yang dapat didendangkan. Biasanya orang lebih
tertarik pada cara penceritaan daripada isi ceritanya. Kaba termasuk
sastra lisan yang dikisahkan turun temurun. Contohnya adalah cerita
Sabai nan Aluih.
2. Kakawin
Adalah sejenis puisi yang ditulis dalam
bahasa Jawa Kuno dan yang mempergunakan metrum dari India (Tambo).
Berkembang pada masa Kediri dan Majapahit. Penyairnya disebut kawi.
Contohnya Ramayana, Arjunawiwaha, dan negarakertagama.
3. Kidung
Jenis puisi Jawa Pertengahan yang mempergunakan persajakan asli Jawa.
4. Parwa
Adalah jenis prosa yang diadaptasi dari
bagian-bagian epos dalam bahasa sanskerta dan menunjukkan
ketergantungannya dengan kutipan-kutipan dari karya asli dalam Bahasa
Sanskerta. Kutipan-kutipan tersebut tersebar di seluruh teks parwa yang
biasanya berbahasa Jawa Kuno.
5. Cerita Pelipur Lara
Sejenis sastra rakyat yang pada mulanya
berbentuk sastra lisan. Cerita jenis ini bersifat perintang waktu dan
menghibur belaka. Kebanyakan menceritakan tentang kegagahan dan
kehebatan seorang ksatria tampan yang harus menempuh seribu satu masalah
dalam usahanya merebut putri cantik jelita yang akan dipersunting.
(Hampir sama dengan hikayat).
DAFTAR PUSTAKA
Belang, Mia. Dkk. 1992. Pelajaran Bahasa Indonesia. Klaten : Intan Pariwara.
Dipodjojo, Asdi S. 1986. Kesusasteraan Indonesia Lama pada Zaman Pengaruh Islam. Yogyakarta : Percetakan Lukman.
Djamaris, Edwar. 1984. Menggali Khazanah Sastra Melayu Klasik (Sastra Indonesia Lama). Jakarta : Proyek Penerbitan Buku Sastra Indonesia dan daerah.
Hartoko, Dick dan B. Rahmanto. 1986. Pemandu di Dunia Sastra. Yogyakarta : Kanisius.
Hendy, Zaidan. 1991. Pelajaran Sastra 1. Jakarta : Gramedia Widiasarana Indonesia.
Suparni. 1987. Bahasa dan Sastra Indonesia Berdasarkan Kurikulum 1984. Bandung : Aditya.
Ditulis pada kasastraan
Di-tag kesastraan, melayu klasik, sastra
Kalimat Efektif
Kalimat dikatakan efektif apabila
berhasil menyampaikan pesan, gagasan, perasaan, maupun pemberitahuan
sesuai dengan maksud si pembicara atau penulis. Untuk itu
penyampaian harus memenuhi syarat sebagai kalimat yang baik, yaitu
strukturnya benar, pilihan katanya tepat, hubungan antarbagiannya logis,
dan ejaannya pun harus benar.
Dalam hal ini hendaknya
dipahami pula bahwa situasi terjadinya komunikasi juga sangat
berpengaruh. Kalimat yang dipandang cukup efektif dalam pergaulan, belum
tentu dipandang efektif jika dipakai dalam situasi resmi, demikian pula
sebaliknya. Misalnya kalimat yang diucapkan kepada tukang becak, “Berapa, Bang, ke pasar Rebo?” Kalimat tersebut jelas lebih efektif daripada kalimat lengkap, “Berapa saya harus membayar, Bang, bila saya menumpang becak Abang ke pasar Rebo?”
Yang perlu diperhatikan oleh para siswa dalam membuat karya tulis, baik berupa essay, artikel, ataupun analisis yang bersifat ilmiah
adalah penggunaan bahasa secara tepat, yaitu memakai bahasa baku.
Hendaknya disadari bahwa susunan kata yang tidak teratur dan
berbelit-belit, penggunaan kata yang tidak tepat makna, dan kesalahan
ejaan dapat membuat kalimat tidak efektif.Berikut ini akan disampaikan beberapa pola kesalahan yang umum terjadi dalam penulisan serta perbaikannya agar menjadi kalimat yang efektif.
1. Penggunaan dua kata yang sama artinya dalam sebuah kalimat :
- Sejak dari usia delapan tauh ia telah ditinggalkan ayahnya.
(Sejak usia delapan tahun ia telah ditinggalkan ayahnya.)
- Hal itu disebabkan karena perilakunya sendiri yang kurang menyenangkan.
(Hal itu disebabkan perilakunya sendiri yang kurang menyenangkan.
- Ayahku rajin bekerja agar supaya dapat mencukupi kebutuhan hidup.
(Ayahku rajin bekerja agar dapat memenuhi kebutuhan hidup.)
- Pada era zaman modern ini teknologi berkembang sangat pesat.
(Pada zaman modern ini teknologi berkembang sangat pesat.)
- Berbuat baik kepada orang lain adalah merupakan tindakan terpuji. (Berbuat baik kepada orang lain merupakan tindakan terpuji.)
2. Penggunaan kata berlebih yang ‘mengganggu’ struktur kalimat :
- Menurut berita yang saya dengar mengabarkan bahwa kurikulum akan segera diubah. (Berita yang saya dengar mengabarkan bahwa kurikulum akan segera diubah. / Menurut berita yang saya dengar, kurikulum akan segera diubah.)
- Kepada yang bersalah harus dijatuhi hukuman setimpal. (Yang bersalah harus dijatuhi hukuman setimpal.)
3. Penggunaan imbuhan yang kacau :
- Yang meminjam buku di perpustakaan harap dikembalikan. (Yang meminjam buku di perpustakaan harap mengembalikan. / Buku yang dipinjam dari perpustakaan harap dikembalikan)
- Ia diperingati oleh kepala sekolah agar tidak mengulangi perbuatannya. (Ia diperingatkan oleh kepala sekolah agar tidak mengulangi perbuatannya.
- Operasi yang dijalankan Reagan memberi dampak buruk. (Oparasi yang dijalani Reagan berdampak buruk)
- Dalam pelajaran BI mengajarkan juga teori apresiasi puisi. (Dalam pelajaran BI diajarkan juga teori apresiasi puisi. / Pelajaran BI mengajarkan juga apresiasi puisi.)
4. Kalimat tak selesai :
- Manusia yang secara kodrati merupakan mahluk sosial yang selalu ingin berinteraksi. (Manusia yang secara kodrati merupakan mahluk sosial, selalu ingin berinteraksi.)
- Rumah yang besar yang terbakar itu. (Rumah yang besar itu terbakar.)
5. Penggunaan kata dengan struktur dan ejaan yang tidak baku :
- Kita harus bisa merubah kebiasaan yang buruk. (Kita harus bisa mengubah kebiasaan yang buruk.)
Kata-kata lain yang sejenis dengan itu antara lain menyolok, menyuci, menyontoh, menyiptakan, menyintai, menyambuk, menyaplok, menyekik, menyampakkan, menyampuri, menyelupkan dan
lain-lain, padahal seharusnya mencolok, mencuci, mencontoh,
menciptakan, mencambuk, mencaplok, mencekik, mencampakkan, mencampuri,
mencelupkan.
- Pertemuan itu berhasil menelorkan ide-ide cemerlang. (Pertemuan itu telah menelurkan ide-ide cemerlang.)- Gereja itu dilola oleh para rohaniawan secara professional. (Gereja itu dikelola oleh para rohaniwan secara professional.)
- tau tahu - negri negeri - kepilih terpilih
- faham paham - ketinggal tertinggal - himbau imbau
- gimana bagaimana - silahkan silakan - jaman zaman
- antri antre - trampil terampil - disyahkan disahkan
6. Penggunaan tidak tepat kata ‘di mana’ dan ‘yang mana’ : - Saya menyukainya di mana sifat-sifatnya sangat baik. (Saya menyukainya karena sifat-sifatnya sangat baik.)
- Rumah sakit di mana orang-orang mencari kesembuhan harus selalu bersih. (Rumah sakit tempat orang-orang mencari kesembuhan harus selalu bersih.)
- Manusia membutuhkan makanan yang mana makanan itu harus mengandung zat-zat yang diperlukan oleh tubuh. (Manusia membutuhkan makanan yang mengandung zat-zat yang diperlukan oleh tubuh.)
7. Penggunaan kata ‘daripada’ yang tidak tepat : - Seorang daripada pembatunya pulang ke kampung kemarin. (Seorang di antara pembantunya pulang ke kampung kemarin.)
- Seorang pun tidak ada yang bisa menghindar daripada pengawasannya. (Seorang pun tidak ada yang bisa menghindar dari pengawasannya.)
- Tendangan daripada Ricky Jakob berhasil mematahkan perlawanan musuh. (Tendangan Ricky Jakob berhasil mematahkan perlawanan musuh.)
8. Pilihan kata yang tidak tepat : - Dalam kunjungan itu Presiden Yudhoyono menyempatkan waktu untuk berbincang bincang dengan masyarakat. (Dalam kunjungan itu Presiden Yudhoyono menyempatkan diri untuk berbincang-bincang dengan masyarakat.)
- Bukunya ada di saya. (Bukunya ada pada saya.)
9. Kalimat ambigu yang dapat menimbulkan salah arti :
- Usul ini merupakan suatu perkembangan yang menggembirakan untuk memulai pembicaraan damai antara komunis dan pemerintah yang gagal.
Kalimat di atas dapat menimbulkan salah pengertian. Siapa/apa yang gagal? Pemerintahkah atau pembicaraan damai yang pernah dilakukan?
(Usul ini merupakan suatu perkembangan yang menggembirakan untuk memulai kembali pembicaraan damai yang gagal antara pihak komunis dan pihak pemerintah.
- Sopir Bus Santosa yang Masuk Jurang Melarikan Diri
Judul berita di atas dapat menimbulkan salah pengertian. Siapa/apa yang dimaksud Santosa? Nama sopir atau nama bus? Yang masuk jurang busnya atau sopirnya?
(Bus Santoso Masuk Jurang, Sopirnya Melarikan Diri)
10. Pengulangan kata yang tidak perlu :
- Dalam setahun ia berhasil menerbitkan 5 judul buku setahun. (Dalam setahun ia berhasil menerbitkan 5 judul buku.)
- Film ini menceritakan perseteruan antara dua kelompok yang saling menjatuhkan, yaitu perseteruan antara kelompok Tang Peng Liang dan kelompok Khong Guan yang saling menjatuhkan. (Film ini menceritakan perseteruan antara kelompok Tan Peng Liang dan kelompok Khong Guan yang saling menjatuhkan.)
11. Kata ‘kalau’ yang dipakai secara salah :
- Dokter itu mengatakan kalau penyakit AIDS sangat berbahaya. (Dokter itu mengatakan bahwa penyakit AIDS sangat berbahaya.)
- Siapa yang dapat memastikan kalau kehidupan anak pasti lebih baik daripada orang tuanya? (Siapa yang dapat memastikan bahwa kehidupan anak pasti lebih baik daripada orang tuanya?)
Periodisasi Sastra Indonesia
Periodisasi sastra adalah pembabakan
waktu terhadap perkembangan sastra yang ditandai dengan ciri-ciri
tertentu. Maksudnya tiap babak waktu (periode) memiliki ciri tertentu
yang berbeda dengan periode yang lain.
1. Zaman Sastra Melayu LamaZaman ini melahirkan karya sastra berupa mantra, syair, pantun, hikayat, dongeng, dan bentuk yang lain.
2. Zaman Peralihan
Zaman ini dikenal tokoh Abdullah bin
Abdulkadir Munsyi. Karyanya dianggap bercorak baru karena tidak lagi
berisi tentang istana dan raja-raja, tetapi tentang kehidupan manusia
dan masyarakat yang nyata, misalnya Hikayat Abdullah (otobiografi),
Syair Perihal Singapura Dimakan Api, Kisah Pelayaran Abdullah ke Negeri
Jedah. Pembaharuan yang ia lakukan tidak hanya dalam segi isi, tetapi
juga bahasa. Ia tidak lagi menggunakan bahasa Melayu yang kearab-araban.
3. Zaman Sastra Indonesia Moderna. Angkatan Balai Pustaka (Angkatan 20-an)
Ciri umum angkatan ini adalah tema
berkisar tentang konflik adat antara kaum tua dengan kaum muda, kasih
tak sampai, dan kawin paksa, bahan ceritanya dari Minangkabau, bahasa
yang dipakai adalah bahasa Melayu, bercorak aliran romantik sentimental.
Tokohnya adalah Marah Rusli (roman
Siti Nurbaya), Merari Siregar (roman Azab dan Sengsara), Nur Sutan
Iskandar (novel Apa dayaku Karena Aku Seorang Perempuan), Hamka (roman
Di Bawah Lindungan Ka’bah), Tulis Sutan Sati (novel Sengsara Membawa
Nikmat), Hamidah (novel Kehilangan Mestika), Abdul Muis (roman Salah
Asuhan), M Kasim (kumpulan cerpen Teman Duduk)
b. Angkatan Pujangga Baru (Angkatan 30-an)
Cirinya adalah 1) bahasa yang dipakai
adalah bahasa Indonesia modern, 2) temanya tidak hanya tentang adat atau
kawin paksa, tetapi mencakup masalah yang kompleks, seperti emansipasi
wanita, kehidupan kaum intelek, dan sebagainya, 3) bentuk puisinya
adalah puisi bebas, mementingkan keindahan bahasa, dan mulai digemari
bentuk baru yang disebut soneta, yaitu puisi dari Italia yang terdiri
dari 14 baris, 4) pengaruh barat terasa sekali, terutama dari Angkatan
’80 Belanda, 5)aliran yang dianut adalah romantik idealisme, dan 6)
setting yang menonjol adalah masyarakat penjajahan.
Tokohnya adalah STA Syhabana (novel Layar
Terkembang, roman Dian Tak Kunjung Padam), Amir Hamzah (kumpulan puisi
Nyanyi Sunyi, Buah Rindu, Setanggi Timur), Armin Pane (novel Belenggu),
Sanusi Pane (drama Manusia Baru), M. Yamin (drama Ken Arok dan Ken
Dedes), Rustam Efendi (drama Bebasari), Y.E. Tatengkeng (kumpulan puisi
Rindu Dendam), Hamka (roman Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck).
c. Angkatan ’45
Ciri umumnya adalah bentuk prosa maupun
puisinya lebih bebas, prosanya bercorak realisme, puisinya bercorak
ekspresionisme, tema dan setting yang menonjol adalah revolusi, lebih
mementingkan isi daripada keindahan bahasa, dan jarang menghasilkan
roman seperti angkatan sebelumnya.
Tokohnya Chairil Anwar (kumpulan puisi
Deru Capur Debu, kumpulan puisi bersama Rivai Apin dan Asrul Sani Tiga
Menguak Takdir), Achdiat Kartamiharja (novel Atheis), Idrus (novel
Surabaya, Aki), Mochtar Lubis (kumpulan drama Sedih dan Gembira),
Pramoedya Ananta Toer (novel Keluarga Gerilya), Utuy Tatang Sontani
(novel sejarah Tambera)
d. Angkatan ’66Ciri umumnya adalah tema yang menonjol adalah protes sosial dan politik, menggunakan kalimat-kalimat panjang mendekati bentuk prosa.
Tokohnya adalah W.S. Rendra (kumpulan
puisi Blues untuk Bonnie, kumpulan puisi Ballada Orang-Orang Tercinta),
Taufiq Ismail (kumpulan puisi Tirani, kumpulan puisi Benteng), N.H. Dini
(novel Pada Sebuah Kapal), A.A. Navis (novel Kemarau), Toha Mohtar
(novel Pulang), Mangunwijaya (novel Burung-burung Manyar), Iwan
Simatupang (novel Ziarah), Mochtar Lubis (novel Harimau-Harimau),
Mariannge Katoppo (novel Raumannen).
Menyusun Karya Ilmiah
Pengertian
Karya ilmiah disusun berdasarkan sistematika tersendiri. Secara umum, sistematika karya ilmiah adalah sebagai berikut.
Bagian Awal
1. Sampul
2. Halaman Judul
3. Halaman Persetujuan/pengesahan
4. Abstrak
5. Kata Pengantar
6. Daftar Isi
7. Daftar Tabel (bila ada)
8. Daftar Gambar (bila ada)
Bagian Inti
BAB I PENDAHULUAN
BAB III PEMBAHASAN
BAB IV PENUTUP
1. halaman sampul
Memuat judul karya ilmiah, jenis karya ilmiah, disusun dalam rangka apa, nama penyusun, logo, nama lembaga, dan tahun pembuatan
1. kertas yang digunakan adalah HVS ukuran A4
2. batas margin atas 4 cm, kiri 4cm, kanan 3 cm, bawah 3 cm
3. spasi yang digunakan adalah 2 spasi (kecuali untuk kutipan langsung yang lebih dari 4 baris)
4. ukuran huruf standar arial atau times new roman font 12
5. penomoran halaman, untuk halaman yang memuat judul bab nomor halaman terletak di bagian bawah tengah. Sedangkan untuk halaman tanpa judul bab nomor halaman terletak di sudut kanan atas
Karya ilmiah adalah tulisan atau karangan
yang disusun secara sistematis dan logis. Karya ilmiah menyajikan
masalah-masalah yang objektif. Karya ilmiah mengutamakan aspek
rasionalitas. Objektivitas dan kelengkapan data merupakan sesuatu yang
sangat penting.
Karya ilmiah memerlukan
kelugasan dalam pembahasannya. Karya ilmiah menghindari penggunaan kata
dan kalimat yang bermakna ganda. Ragam bahasa yang digunakan dalam
karangan ilmiah haruslah lugas. Makna yang terkandung dalam kata-katanya
harus diungkapkan secara eksplisit guna mencegah timbulnya pemberian
makna yang lain.
Berdasarkan uraian di atas, karya ilmiah memiliki ciri-ciri sebagai berikut.- mengungkapkan suatu permasalahan secara logis, fakta yang tepercaya, serta analisis yang objektif.
- pendapat-pendapat yang dikemukakan berdasarkan fakta dan tidak berdasarkan imajinasi, perasaan, atau pendapat yang bersifat subjektif.
- ragam bahasa yang digunakan bersifat lugas.
- Menggunakan kalimat secara efektif
- Menghindari kalimat yang bermakna ganda (ambigu)
- Menghindari penggunaan kata konotatif
Karya ilmiah disusun berdasarkan sistematika tersendiri. Secara umum, sistematika karya ilmiah adalah sebagai berikut.
Bagian Awal
1. Sampul
2. Halaman Judul
3. Halaman Persetujuan/pengesahan
4. Abstrak
5. Kata Pengantar
6. Daftar Isi
7. Daftar Tabel (bila ada)
8. Daftar Gambar (bila ada)
Bagian Inti
BAB I PENDAHULUAN
- latar belakang masalah
- perumusan masalah
- tujuan penelitian
- metode penelitian
- manfaat penelitian
BAB III PEMBAHASAN
BAB IV PENUTUP
- kesimpulan
- saran
- daftar pustaka
- lampiran-lampiran (bila ada)
- riwayat singkat penulis (bila perlu)
1. halaman sampul
Memuat judul karya ilmiah, jenis karya ilmiah, disusun dalam rangka apa, nama penyusun, logo, nama lembaga, dan tahun pembuatan
- halaman judul sama dengan halaman sampul, tetapi tanpa logo
- memuat tanggal persetujuan, serta nama dan tanda tangan pembimbing dan penguji
- abstrak berisi deskripsi singkat tentang karya ilmiah (tidak lebih dari 1 halaman dengan spasi 1)
- kata pengantar memuat ucapan syukur, judul karya tulis, tujuan penyusunan karya tulis, ucapan terima kasih, permohonan maaf, kritik, saran, dan harapan
- latar belakang masalah berisi gambaran umum tentang permasalahan yang akan dibahas serta alasan penulis mengangkat masalah tersebut
- perumusan masalah disusun dalam bentuk kalimat tanya
- tujuan penelitian merupakan jawaban dari perumusan masalah (gambaran khusus/spesifik)
- metode penelitian merupakan langkah yang dilakukan penulis dalam menyusun karya ilmiah tersebut
- manfaat penelitian memberikan gambaran yang jelas dan realistis mengenai kegunaan atau manfaat hasil pemecahan masalah
1. kertas yang digunakan adalah HVS ukuran A4
2. batas margin atas 4 cm, kiri 4cm, kanan 3 cm, bawah 3 cm
3. spasi yang digunakan adalah 2 spasi (kecuali untuk kutipan langsung yang lebih dari 4 baris)
4. ukuran huruf standar arial atau times new roman font 12
5. penomoran halaman, untuk halaman yang memuat judul bab nomor halaman terletak di bagian bawah tengah. Sedangkan untuk halaman tanpa judul bab nomor halaman terletak di sudut kanan atas
Proses Penyerapan Istilah dalam Bahasa Indonesia
Perbendaharaan
bahasa Indonesia diperkaya oleh kata serapan dari berbagai bahasa
asing, misalnya dari bahasa Inggris, Jerman, Belanda, Prancis, dan Arab.
Kata-kata serapan itu masuk ke dalam bahasa Indonesia melalui empat
cara yang lazim ditempuh, yaitu adopsi, adaptasi, penerjemahan, dan
kreasi.
Cara adopsi terjadi apabila pemakai bahasa mengambil bentuk dan makna kata asing yang diserap secara keseluruhan. Kata supermarket, plaza, mall, hotdog merupakan contoh cara penyerapan adopsi.
Cara adaptasi terjadi
apabila pemakai bahasa hanya mengambil makna kata asing yang diserap dan
ejaan atau cara penulisannya disesuaikan ejaan bahasa Indonesia.
Kata-kata seperti pluralisasi, akseptabilitas, maksimal, dan kado merupakan contoh kata serapan adaptasi. Kata-kata tersebut mengalami perubahan ejaan dari bahasa asalnya (pluralization dan acceptability dari bahasa Inggris, maximaal dari bahasa Belanda, serta cadeu dari bahasa Prancis). Pedoman pengadaptasiannya adalah Pedoman Penulisan Istilah dan Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan yang dikeluarkan oleh Pusat Bahasa, Departemen Pendidikan Nasional.
Cara Penerjemahan
terjadi apabila pemakai bahasa mengambil konsep yang terkandung dalam
kata bahasa asing kemudian mencari padanannya dalam bahasa Indonesia.
Kata-kata seperti tumpang-tindih, percepatan, proyek rintisan, dan uji coba adalah kata-kata yang lahir karena proses penerjemahan dari bahasa Inggris overlap, acceleration, pilot project, dan try out.
Penerjemahan istilah asing memiliki beberapa keuntungan. Selain
memperkaya kosakata bahasa Indonesia dengan sinonim, istilah hasil
terjemahan juga meningkatkan daya ungkap bahasa Indonesia. Dalam
pembentukan istilah lewat penerjemahan perlu diperhatikan pedoman
berikut.
a. Penerjemahan tidak harus berasas satu kata diterjemahkan satu kata.
Misalnya:
psychologist → ahli psikologi
medical practitioner → dokter
b. Istilah asing dalam bentuk positif diterjemahkan ke dalam istilah Indonesia bentuk positif,
sedangkan istilah dalam bentuk negatif diterjemahkan ke dalam istilah Indonesia bentuk negatif pula.
Misalnya:
inorganic → takorganik
bound form → bentuk terikat
c. Kelas kata istilah asing dalam penerjemahan sedapat-dapatnya dipertahankan pada istilah terjemahannya.
Misalnya:
merger (nomina) → gabung usaha
transparent (adjektiva) → bening (adjektiva)
d. Dalam penerjemahan istilah asing dengan bentuk plural, pemarkah kejamakannya ditinggalkan pada istilah Indonesia.
Misalnya:
master of ceremonies → pengatur acara
charge d’affaires → kuasa usaha
Cara kreasi terjadi
apabila pemakai bahasa hanya mengambil konsep dasar yang ada dalam
bahasa sumbernya kemudian mencari padanannya dalam bahasa Indonesia.
Meskipun sekilas mirip perjemahan, cara terakhir ini memiliki perbedaan.
Cara kreasi tidak menuntut fisik yang mirip seperti pada penerjemahan.
Kata yang dalam bahasa aslinya ditulis dua atau tiga kata dalam bahasa
Indonesianya boleh hanya satu kata saja atau sebaliknya, misalnya:
effective → berhasil guna
shuttle → ulang alik
spare parts → suku cadang
Bentuk-bentuk serapan dari bahasa asing yang lain adalah dari bahasa Belanda, bahasa Sanskerta, bahasa Latin, dan bahasa Arab.
Contoh serapan dari bahasa Belanda:
paal-pal octaaf-oktaf
riem-rim politiek-politik
Contoh serapan dari bahasa Sanskerta:
catur-caturwarga caturwarga
sapta-saptamarga saptamarga
dasa-dasawarsa dasawarsa
Contoh serapan dari bahasa Arab:
Jihad, mujahidin, tawakal, kotbah, halal bi halal
Penulisan yang benar (yang tebal)
khalal-halal khusus-kusus
tawaqal-tawakal akir-akhir
realisir atau realisasi?
Apakah bedanya ‘realisir’ dan ‘realisasi’? Kata ‘realisasi’
menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia(KBBI) artinya 1. proses menjadikan
nyata; perwujudan; 2. cak wujud; kenyataan; pelaksanaan yg nyata;
me·re·a·li·sa·si v melakukan (mengusahakan, melaksanakan) perwujudan.
Anehnya kata ‘realisir’
tidak terdapat di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia(KBBI). Apakah itu
berarti bahwa kata ‘realisir’ bukan termasuk bahasa Indonesia? Padahal
jika kita menggunakan kamus Indonesia -Inggris di
http://kamus.orisinil.com/ kata realisir memiliki terjemahan bahasa
Inggris dan diterjemahkan sebagai bring something about.
Jadi jelas kedua kata tersebut – ‘realisir’ dan ‘realisasi’ – memiliki makna dan konteks yang sama sehingga sering digunakan secara berganti-ganti.
Perbedaannya terletak pada kebakuan. Realisasi adalah bentuk bahasa Indonesia baku, sedangkan realisir adalah bentuk tidak bakunya. Realisasi dianggap bentuk baku karena realisasi adalah kata bahasa Indonesia yang diserap dari kata benda bahasa Belanda realisatie.
Kata asing yang mengandung -tie dari bahasa Belanda, ketika diserap ke
dalam bahasa Indonesia berubah menjadi -sasi. Contoh lainnya adalah organisatie menjadi organisasi; politie menjadi polisi dan socializatiie menjadi sosialisasi.
Oleh karena itu, muncul juga realisir di samping realisasi. Kata ‘realisir‘ juga berasal dari kata kerja bahasa Belanda ‘realiseren‘. Sama kasusnya dengan “organisir, netralisir, koordinir, dll.” yang berasal dari “organiseren, netraliseren, koordineren“.
Yang dibakukan dalam bahasa Indonesia hanya bentuk kata benda yang juga dipakai – dengan awalan meN- sebagai kata kerja.
Sekarang Pusat Bahasa sudah menonbakukan yang semua kata berakhiran -ir
itu. Itu sebabnya kata-kata di atas tidak ada lagi di KBBI. Harian
resmi seprti Kompas dan Tempo pun tidak lagi menggunakan kata-kata yang
berakhiran -ir.
Memerankan Drama
Memerankan
drama berarti mengaktualisasikan segala hal yang terdapat di dalam
naskah drama ke dalam lakon drama di atas pentas. Aktivitas yang
menonjol dalam memerankan drama ialah dialog antartokoh, monolog,
ekspresi mimik, gerak anggota badan, dan perpindahan letak pemain.
Pada saat melakukan dialog ataupun
monolog, aspek-aspek suprasegmental (lafal, intonasi, nada atau tekanan
dan mimik) mempunyai peranan sangat penting. Lafal yang jelas, intonasi
yang tepat, dan nada atau tekanan yang mendukung penyampaian isi/pesan.
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam memerankan drama.
1. Membaca dan Memahami Teks Drama
Sebelum memerankan drama, kegiatan awal yang perlu kita lakukan ialah membaca dan memahami teks drama. Teks drama
adalah karangan atau tulisan yang berisi nama-nama tokoh, dialog yang
diucapkan, latar panggung yang dibutuhkan, dan pelengkap lainnya
(kostum, lighting, dan musik pengiring). Dalam teks drama, yang
diutamakan ialah tingkah laku (acting) dan dialog (percakapan
antartokoh) sehingga penonton memahami isi cerita yang dipentaskan
secara keseluruhan. Oleh karena itu, kegiatan membaca teks drama
dilakukan sampai dikuasainya naskah drama yang akan diperankan.
Dalam teks drama yang perlu dipahami
ialah pesan-pesan dan nilai-nilai yang dibawakan oleh pemain. Dalam
membawakan pesan dan nilai-nilai itu, pemain akan terlibat dalam konflik
atau pertentangan. Jadi, yang perlu dibaca dan pahami ialah rangkaian
peristiwa yang membangun cerita dan konflik-konflik yang menyertainya.
2. Menghayati Watak Tokoh yang akan Diperankan
Sebelum memerankan sebuah drama, kita
perlu menghayati watak tokoh. Apa yang perlu kita lakukan untuk
menghayati tokoh? Watak tokoh dapat diidentifikasi melaui (1) narasi
pengarang, (2) dialog-dialog dalam teks drama, (3) komentar atau ucapan
tokoh lain terhadap tokoh tertentu, dan (4) latar yang mengungkapkan
watak tokoh.
Melalui menghayati yang sungguh-sungguh,
kamu dapat memerankan tokoh tertentu dengan baik. Watak seorang tokoh
dapat diekspresikan melalui cara sang tokoh memikirkan dan merasakan,
bertutur kata, dan bertingkah laku, seperti dalam kehidupan sehari-hari
di masyarakat. Artinya, watak seorang tokoh bisa dihayati mulai dari
cara sang tokoh memikirkan dan merasakan sesuatu, cara tokoh bertutur
kata dengan tokoh lainnya, dan cara tokoh bertingkah laku.
Hal yang paling penting dalam memerankan drama adalah dialog. Oleh karena itu, seorang pemain harus mampu:
1. Mengucapkan dialog dengan lafal yang jelas.
Seorang pemain dikatakan mampu bertutur
dengan jelas apabila setiap suku kata yang diucapkannya dapat terdengar
jelas oleh penonton sampai deretan paling belakang. Selain jelas, pemain
harus mampu mengucapkan dialog secara wajar. Perasaan dari
masing-masing pemain pun harus bisa ditangkap oleh penonton.
2. Membaca dialog dengan memperhatikan kecukupan volume suara.
Seorang pemain harus bisa menghasilkan
suara yang cukup keras. Ketika membaca dialog, suara pemain harus bisa
memenuhi ruangan yang dipakai untuk pementasan. Suara pemain tidak hanya
bisa didengar ketika panggung dalam keadaan sepi, juga ketika ada
penonton yang berisik.
3. Membaca dialog dengan tekanan yang tepat.
Kalimat mengandung pikiran dan perasaan.
Kedua hal ini dapat ditangkap oleh orang lain bila pembicara (pemain)
menggunakan tekanan secara benar. Tekanan dapat menunjukkan
bagian-bagian kalimat yang ingin ditonjolkan.
Ada 3 macam tekanan yang biasa digunakan dalam melisankan naskan drama:
1. tekanan dinamik
yaitu tekanan yang diberikan terhadap
kata atau kelompok kata tertentu dalam kalimat, sehingga kata atau
kelompok kata tersebut terdengar lebih menonjol dari kata-kata yang
lain. Misalnya, ”Engkau boleh pergi. Tapi, tanggalkan bajumu sebagai jaminan!” (kata yang dicetak miring menunjukkan penekanan dalam ucapan).
2. tekanan tempo
yaitu tekanan pada kata atau kelompok
kata tertentu dengan jalan memperlambat pengucapannya. Kata yang
mendapat tekanan tempo diucapkan seperti mengeja suku katanya. Misalnya,
”Engkau boleh pergi. Tapi, tang-gal-kan ba-ju-mu sebagai
jaminan!” Pengucapan kelompok kata dengan cara memperlambat seperti itu
merupakan salah satu cara menarik perhatian untuk menonjolkan bagian
yang dimaksud.
3. tekanan nada
yaitu nada lagu yang diucapkan secara
berbeda-beda untuk menunjukkan perbedaan keseriusan orang yang
mengucapkannya. Misalnya, ”Engkau boleh pergi. Tapi, tanggalkan bajumu
sebagai jaminan!” bisa diucapkan dengan tekanan nada yang menunjukkan
”keseriusan” atau ”ancaman” jika diucapkan secara tegas mantap. Akan
tetapi, kalimat tersebut bisa juga diucapkan dengan nada bergurau jika
pengucapannya disertai dengan senyum dengan nada yang ramah.
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam menyampaikan dialog drama adalah:
- penggunaan bahasa, baik secara pelafalan maupun intonasi, harus relevan. Logat yang diucapkan hendaknya disesuaikan dengan asal suku atau daerah, usia, atau status sosial tokoh yang diperankan.
- Ekspresi tubuh dan mimik muka harus disesuaikan dengan dialog. Bila dialog menyatakan kemarahan, maka ekspresi tubuh dan mimik pun harus menunjukkan rasa marah.
- Untuk lebih menghidupkan suasana dan menjadikan dialog lebih wajar dan alamiah, para pemain dapat melakukan improvisasi di luar naskah.
Memahami Teknik Bermain Drama
Teknik bermain (akting) merupakan unsur
penting dalam seni peran. Berikut ini hal-hal yang sangat mendasar
berkaitan dengan teknik bermain drama.
1. Teknik Muncul
Teknik muncul adalah cara seorang pemain
tampil pertama kali ke pentas yaitu saat masuk ke panggung telah ada
tokoh lain, atau ia masuk bersama tokoh lain. Tentu, setelah muncul,
pemain harus menyesuaikan diri dengan suasana perasaan adegan yang sudah
tercipta di atas pentas. Kehadiran seorang tokoh harus mendukung
perkembangan alur, suasana, dan perwatakan yang sudah tercipta atau
dibangun.
2. Teknik Memberi Isi
Kalimat ”Engkau harus pergi!”
mempunyai banyak nuansa. Ucapan tulus mengungkap keikhlasan atau
simpati, sedangkan ucapan kejengkelan atau kemarahan tentu bernada lain.
Nuansa tercipta melalui tekanan ucapan yang telah dijelaskan di muka
(tekanan dinamik, tekanan nada, dan tekanan tempo).
3. Teknik Pengembangan
Teknik pengembangan berkait dengan daya
kreativitas pemeran, sutradara, dan bagian estetis. Dengan pengembangan,
sebuah naskah akan menjadi tontonan memikat. Bagi pemain, pengembangan
dapat ditempuh dengan beberapa cara, diantaranya:
a. Pengucapan
Pengembangan pengucapan dapat ditempuh
dengan menaikkan – menurunkan volume dan nada. Dengan demikian setiap
kata, frase, atau kalimat dalam dialog diucapkan dengan penuh kesadaran.
Artinya, setiap pemain sadar kapan harus mengucap dengan
keras-cepat-tinggi atau lembut-lambat-rendah.
b. Gesture
Pengembangan gesture dapat dicapai dengan
lima cara. Setiap cara, tentu saja, tidak dapat dipisah-pisahkan sebab
saling melengkapi dan menyempurnakan.
(1) Menaikkan posisi tubuh
Menaikkan posisi tubuh berarti ada
gerakan baik dari menunduk-menengadah, tangan terkulai menjadi teracung,
berbaring-duduk-berdiri, atau berdiri di lantai-kursi-meja.
(2) Berpaling
Berpaling mempunyai arti yang spesifik
dalam pengembangan dialog: tubuh atau kepala. Perhatikan dialog berikut
ini dan tentukan pada bagian mana kita harus berpaling.
”Aku iri denganmu. Kadang-kadang aku
berpikir untuk keluar saja, lalu buka bengkel juga. Tidak ada hierarki.
Tidak ada rapat-rapat panjang.”
(3) Berpindah tempat
Berpindah tempat dapat terjadi dari
kiri-kanan, depan-belakang, bawah-atas. Tentu, harus ada alasan yang
kuat mengapa harus berpindah
(4) Gerakan
Gerakan anggota tubuh: melambai,
,mengembangkan jari-jari, mengepal, menghentakkan kaki, atau gerakan
lain seturut dengan luapan emosi. Ada tiga kategori melakukan gerakan:
a) gerakan dilakukan bersamaan dengan pengucapan kata, b) gerakan
dilakukan sebelum kata diucapkan, c) gerakan dilakukan sesudah kata
diucapkan.
(5) Mimik
Perubahan wajah atau mimik mencerminkan
perkembangan emosi. Tanpa penghayatan dan penjiwaan tidak mungkinlah
timbul dorongan dari dalam atau perasaan-perasaan. Justru perasaan
inilah yang mendasari raut wajah.
4. Menciptakan Peran
Tentu saja untuk menciptakan peran,
pemain harus sadar bahwa ia sedang ”memerankan sebagai……..” Artinya,
seluruh sifat, watak, emosi, pemikiran yang dihadirkan adalah sifat,
watak, emosi, dan pemikiran ”tokoh yang diperankan”. Dengan demikian,
seorang pemain harus berkemampuan menciptakan peran dalam sebuah
pertunjukan.
Hal-hal berikut dapat membantu untuk menciptakan peran:
- kumpulkan tindakan-tindakan pokok yang harus dilakukan oleh pemeran dalam pementasan
- kumpulkan sifat-sifat tokoh, termasuk sifat yang paling menonjol
- carilah ucapan atau dialog tokoh yang memperkuat karakternya
- ciptakan gerakan mimik atau gesture yang mampu mengekspresikan watak tokoh
- ciptakan intonasi yang sesuai dengan karakter tokoh
- rancanglah garis permainan tokoh untuk mlihat perubahan dan perkembangan karakter tokoh
- ciptakan blocking dan internalisasi dalam diri sehingga yang berperilaku adalah tokoh yang diperankan.
….disarikan dari berbagai sumber….
Drama
Drama berasal dari bahasa Yunani draomai,
yang berarti ‘berbuat’ , ‘bertindak’, atau ‘beraksi’. Drama merupakan
tiruan kehidupan yang manusia yang diproyeksikan di atas pentas. Drama
disebut juga sandiwara. Kata ini berasal dari bahasa Jawa, yaitu ‘sandi’ yang berarti ‘tersembunyi’ dan ‘warah’ yang berarti ‘ajaran’. Dengan demikian, sandiwara berarti ajaran yang tersembunyi dalam tingkah laku dan percakapan.
Drama dalam arti luas adalah suatu bentuk
kesenian yang mempertunjukkan sifat atau budi pekerti manusia dengan
gerak dan percakapan di atas pentas atau panggung. Drama merupakan
bentuk seni yang bertujuan menggambarkan kehidupan dengan menyampaikan
pertikaian dan emosi melalui lakuan dan dialog. Dengan melihat drama,
penonton seolah-olah melihat kehidupan dan kejadian dalam masyarakat.
Hal ini karena drama merupakan potret kehidupan manusia.
Drama mencakup 2 bidang seni, yaitu seni
sastra (untuk naskah drama) dan seni peran/pentas (pementasan). Sebuah
naskah drama akan menjadi lengkap/ utuh ketika dipentaskan.
UNSUR-UNSUR DRAMA
Drama memiliki unsur-unsur sebagai berikut.
1. tokoh dan penokohan
Tokoh memiliki posisi yang sangat penting
karena bertugas mengaktualisasikan cerita/ naskah drama di atas pentas.
Dalam cerita drama tokoh merupakan unsur yang paling aktif yang menjadi
penggerak cerita.oleh karena itu seorang tokoh haruslah memiliki
karakter, agar dapat berfungsi sebagai penggerak cerita yang baik.
Di samping itu dalam naskah akan ditentukan dimensi-dimensi sang tokoh. Biasanya ada 3 dimensi yang ditentukan yaitu:
Dimensi fisiologi (ciri-ciri badani) antara lain usia, jenis kelamin, keadaan tubuh, cirri-ciri muka,dll.
Dimensi sosiologi (latar belakang) kemasyarakatan misalnya status sosial, pendidikan, pekerjaan, peranan dalam masyarakat, kehidupan pribadi, pandangan hidup, agama, hobby, dan sebagainya.
Dimensi psikologis (latar belakang kejiwaan) misalnya temperamen, mentalitas, sifat, sikap dan kelakuan, tingkat kecerdasan, keahlian dalam bidang tertentu, kecakapan, dan lain sebagainya.
Apabila kita mengabaikan salah satu saja dari ketiga dimensi diatas, maka tokoh yang akan kita perankan akan menjadi tokoh yang kaku, timpang, bahkan cenderung menjadi tokoh yang mati.
Dimensi sosiologi (latar belakang) kemasyarakatan misalnya status sosial, pendidikan, pekerjaan, peranan dalam masyarakat, kehidupan pribadi, pandangan hidup, agama, hobby, dan sebagainya.
Dimensi psikologis (latar belakang kejiwaan) misalnya temperamen, mentalitas, sifat, sikap dan kelakuan, tingkat kecerdasan, keahlian dalam bidang tertentu, kecakapan, dan lain sebagainya.
Apabila kita mengabaikan salah satu saja dari ketiga dimensi diatas, maka tokoh yang akan kita perankan akan menjadi tokoh yang kaku, timpang, bahkan cenderung menjadi tokoh yang mati.
Berdasarkan perannya, tokoh terbagai atas tokoh utama dan tokoh pembantu. Tokoh utama adalah tokoh yang menjadi sentral cerita dalam pementasan drama sedangkan tokoh pembantu adalah tokoh yang dilibatkan atau dimunculkan untuk mendukung jalan cerita dan memiliki kaitan dengan tokoh utama.
Dari perkembangan sifat/perwatakannya, tokoh dan perannya dalam pementasan drama terdiri 4 jenis, yaitu tokoh berkembang, tokoh pembantu, tokoh statis dan tokoh serba bisa. Tokoh berkembang
adalah tokoh yang mengalami perkembangan selama pertunjukan. Misalnya,
tokoh yang awalnya seorang yang baik, namun pada akhirnya menjadi
seorang yang jahat. Tokoh pembantu adalah tokoh yang diperbantukan untuk menjelaskan tokoh lain. Tokoh pembantu merupakan minor character
yang berfungsi sebagai pembantu saja atau tokoh yang memerankan suatu
bagian penting dalam drama, namun fungsi utamanya tetap sebagai tokoh
pembantu. Tokoh statis adalah tokoh yang tidak
mengalami perubahan karakter dari awal hingga akhir dalam dalam suatu
drama. Misalnya, seorang tokoh yang berkarakter jahat dari awal drama
akan tetap bersifat jahat di akhir drama. Tokoh serba bisa
adalah tokoh yang dapat berperan sebagai tokoh lain (all round).
Misalnya, tokoh yang berperan sebagai seorang raja, namun ia juga
berperan sebagai seorang pengemis untuk mengetahui kehidupan rakyatnya.
2. alur (plot)
Alur adalah jalinan cerita. Secara garis besar, plot drama dapat dibagi menjadi beberapa bagian yaitu:
Pemaparan (eksposisi)
Bagian pertama dari suatu pementasan drama adalah pemaparan atau eksposisi. Pada bagian ini diceritakan mengenai tempat, waktu dan segala situasi dari para pelakunya. Kepada penonton disajikan sketsa cerita sehingga penonton dapat meraba dari mana cerita ini dimulai. Jadi eksposisi berfungsi sebagai pengantar cerita. Pada umumnya bagian ini disajikan dalam bentuk sinopsis.
Bagian pertama dari suatu pementasan drama adalah pemaparan atau eksposisi. Pada bagian ini diceritakan mengenai tempat, waktu dan segala situasi dari para pelakunya. Kepada penonton disajikan sketsa cerita sehingga penonton dapat meraba dari mana cerita ini dimulai. Jadi eksposisi berfungsi sebagai pengantar cerita. Pada umumnya bagian ini disajikan dalam bentuk sinopsis.
Komplikasi awal atau konflik awal
Kalau pada bagian pertama tadi situasi cerita masih dalam keadaan seimbang maka pada bagian ini mulai timbul suatu perselisihan atau komplikasi. Konflik merupakan kekuatan penggerak drama.
Kalau pada bagian pertama tadi situasi cerita masih dalam keadaan seimbang maka pada bagian ini mulai timbul suatu perselisihan atau komplikasi. Konflik merupakan kekuatan penggerak drama.
Klimaks dan krisis
Klimaks dibangun melewati krisis demi krisis. Krisis adalah puncak plot dalam adegan. Konflik adalah satu komplikasi yang bergerak dalam suatu klimaks.
Klimaks dibangun melewati krisis demi krisis. Krisis adalah puncak plot dalam adegan. Konflik adalah satu komplikasi yang bergerak dalam suatu klimaks.
Peleraian
Pada tahap ini mulai muncul peristiwa yang dapat memecahkan persoalan yang dihadapi.
Penyelesaian (denouement)
Drama terdiri dari sekian adegan yang di dalamnya terdapat krisis-krisis yang memunculkan beberapa klimaks. Satu klimaks terbesar di bagian akhir selanjutnya diikuti adegan penyelesaian.
Drama terdiri dari sekian adegan yang di dalamnya terdapat krisis-krisis yang memunculkan beberapa klimaks. Satu klimaks terbesar di bagian akhir selanjutnya diikuti adegan penyelesaian.
Alur cerita akan hidup jika terdapat
konflik. Konflik merupakan unsur yang memungkinkan para tokoh saling
berinteraksi. Konflik tidak selalu berupa pertengkaran, kericuhan, atau
permusuhan di antara para tokoh. Ketegangan batin antartokoh, perbedaan
pandangan, dan sikap antartokoh sudah merupakan konflik. Konflik dapat
membuat penonton tertarik untuk terus mengikuti atau menyaksikan
pementasan drama.
Bentuk konflik terdiri dari dua, yaitu konflik eksternal dan konflik internal. Konflik eksternal adalah konflik yang terjadi antara seorang tokoh dengan lingkungan alamnya (konflik fisik) atau dengan lingkungan manusia (konflik sosial). Konflik fisik
disebabkan oleh perbenturan antara tokoh dengan lingkungan alam.
Misalnya,seorang tokoh mengalami permasalahan ketika banjir melanda
desanya. Konflik sosial disebabkan oleh hubungan atau masalah
social antarmanusia. Misalnya, konflik terjadi antara buruh dan
pengusaha di suatu pabrik yang mengakibatkan demonstarasi buruh. Konflik Internal
adalah konflik yang terjadi dalam diri atau jiwa tokoh. Konflik ini
merupakan perbenturan atau permasalahan yang dialami seorang tokoh
dengan dirinya sendiri, misalnya masalah cita-cita, keinginan yang
terpendam, keputusan, kesepian, dan keyakinan.
Kedua jenis konflik diatas dapat
diwujudkan dengan bermacam peristiwa yang terjadi dalam suatu pementasan
drama. Konflik-konflik tersebut ada yang merupakan konflik utama dan
konflik-konflik pendukung. Konflik Utama (bias konflik eksternal,
konflik internal, atau kedua-duannya) merupakan sentral alur dari drama
yang dipentaskan, sedangkan konflik-konflik pendukung berfungsi utnuk
mempertegas keberadaan konflik utama.
3. dialog
Dialog berisikan kata-kata. Dalam drama
para tokoh harus berbicara dan apa yang diutarakan mesti sesuai dengan
perannya, dengan tingkat kecerdasannya, pendidikannya, dsb. Dialog
berfungsi untuk mengemukakan persoalan, menjelaskan perihal tokoh,
menggerakkan plot maju, dan membukakan fakta.
Jalan cerita drama diwujudkan melalui
dialog (dan gerak) yang dilakukan pemain. Dialog-dialog yang dilakukan
harus mendukung karakter tokoh yang diperankan dan dapat menunjukkan
alur lakon drama. Melalui dialog-dialog antarpemain inilah penonton
dapat mengikuti cerita drama yang disaksikan. Bahkan bukan hanya itu,
melalui dialog itu penonton dapat menangkap hal-hal yang tersirat di
balik dialog para pemain. Oleh karena itu, dialog harus benar-benar
dijiwai oleh pemain sehingga sanggup menggambarkan suasana. Dialog juga
harus berkembang mengikuti suasana konflik dalam tahap-tahap alur lakon
drama.
Dalam percakapan atau dialog haruslah memenuhi dua tuntutan
- dialog harus menunjang gerak laku tokohnya. Dialog haruslah dipergunakan untuk mencerminkan apa yang telah terjadi sebelum cerita itu, apa yang sedang terjadi di luar panggung selama cerita itu berlangsung; dan harus pula dapat mengungkapkan pikiran-pikiran serta perasaan-perasaan para tokoh yang turut berperan di atas pentas.
- Dialog yang diucapkan di atas pentas lebih tajam dan tertib daripada ujaran sehari-hari. Tidak ada kata yang harus terbuang begitu saja; para tokoh harus berbicara jelas dan tepat sasaran. Dialog itu disampaikan secara wajar dan alamiah.
latar atau setting adalah penempatan
ruang dan waktu, serta suasana cerita. Penataan latar akan menghidupkan
suasana. Penataan latar akan menghidupkan suasana, menguatkan karakter
tokoh, serta menjadikan pementasan drama semakin menarik. Oleh karena
itu, ketetapan pemilihan latar akan ikut menentukan kualitas pementasan
drama secara keseluruhan.
5. tema
Tema drama adalah
gagasan atau ide pokok yang melandasi suatu lakon drama. Tema drama
merujuk pada sesuatu yang menjadi pokok persoalan yang ingin diungkapkan
oleh penulis naskah. Tema itu bersifat umum dan terkait dengan
aspek-aspek kehidupan di sekitar kita.
Tema Utama adalah tema secara keseluruhan yang menjadi landasan dari lakon drama, sedangkan tema tambahan merupakan tema-tema lain yang terdapat dalam drama yang mendukung tema utama.
Bagaimana menemukan
tema dalam drama? Tema drama tidak disampaikan secara implisit. Setelah
menyaksikan seluruh adegan dan dialog antarpelaku dalam pementasan
drama, kamu akan dapat menemukan tema drama itu. Kamu harus
menyimpulkannya dari keseluruhan adegan dan dialog yang ditampilkan.
Maksudnya tema yang ditemukan tidak berdasarkan pada bagian-bagian
tertentu cerita.
Walaupun tema dalam drama itu cendrung
”abstrak”, kita dapat menunjukkan tema dengan menunjukkan bukti atau
alasan yang terdapat dalam cerita. Bukti-bukti itu dapat ditemukan
dalam narasi pengarang, dialog antarpelaku, atau adegan atau rangkaian
adegan yang saling terkait, yang semuannya didukung oleh unsur-unsur
drama yang lain, seperti latar, alur, dan pusat pengisahan.
6. pesan/amanat
Setiap karya sastra selalu disisipi pesan
atau amanat oleh penulisnya. Dengan demikian pula dengan drama. Hanya
saja, amanat dalam karya sastra tidak ditulis secara eksplisit, tetapi
secara implisit. Penonton menafsirkan pesan moral yang terkandung dalam
naskah yang dibaca atau drama yang ditontonnya.
7. interpretasi kehidupan
Maksudnya adalah pementasan drama itu
seolah-olah terjadi dengan sesungguhnya dalam kehidupan masyarakat
sehari-hari meskipun hanya merupakan tiruan kehidupan. Drama adalah
bagian dari suatu kehidupan yang digambarkan dalam bentuk pentas
Pementasan drama memilki unsur-unsur sebagai berikut.
1. cerita
Cerita dalam drama seringkali mengusung
masalah/persoalan kehidupan. Cerita dalam drama disusun dalam bentuk
dialog, yang disebut naskah drama atau skenario.
2. pelaku
Pelaku drama (pemain drama, aktor, atau
aktris) adalah pembawa cerita. Merekalah yang membawakan/menyampaikan
cerita kepada penonton. Dalam menyampaikan cerita kepada penonton,
pelaku memliki dua alat, yaitu dialog (ucapan) dan gerak (perbuatan)
3. sutradara
Sutradara bertugas menerjemahkan dan
mewujudkan isi cerita kepada penonton melalui ucapan dan perbuatan
(akting) para pelaku di panggung.
4. panggung
Panggung merupakan tempat pementasan atau tempat para pelaku mengekspresikan watak tokoh sesuai dengan isi cerita.
5. penonton
Penonton merupakan penikmat drama. Penonton berfungsi untuk mendukung kelangsungan hidup drama.
Wawancara
Wawancara adalah
suatu cara atau kegiatan untuk mencari atau mengumpulkan informasi
dengan cara mengajukan pertanyaan-pertanyaan secara langsung kepada
narasumber. Wawancara termasuk jenis komunikasi yang bersifat 2 (dua)
arah.
Langkah-langkah wawancara:
1. menentukan topik/tema
2. menentukan/memilih narasumber yang sesuai dengan tema
3. menyusun daftar pertanyaan yang memuat unsur 5W+1H
4. melakukan wawancara
Daftar pertanyaan wawancara berfungsi
untuk mengarahkan pelaksanaan wawancara agar tidak menyimpang dari tema
yang sudah ditentukan sebelumnya.
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam menyusun pertanyaan wawancara adalah:
1. pertanyaan harus disesuaikan dengan topik dan tujuan wawancara
2. setiap pertanyaan hanya mengandung satu hal
3. pertanyaan harus efektif dan mencukupi, artinya mampu memberikan informasi yang dibutuhkan
4. kalimat pertanyaan harus singkat dan jelas
5. bila perlu, sebelum digunakan,
diskusikan terlebih dahulu daftar pertanyaan yang dibuat dengan orang
yang memahami masalah yang akan ditanyakan
Macam/bentuk pertanyaan dalam wawancara:
1. Pertanyaan tanpa ilustrasi,
yaitu dalam mengajukan pertanyaan kepada narasumber pewawancara langsung mengajukan pertanyaan dengan sebuah kalimat tanya.
Contoh:
Apa yang melatarbelakangi Anda untuk memilih profesi sebagai penulis?
Bagaimana tanggapan Anda mengenai pelaksanaan UN tahun ini?
2. Pertanyaan dengan ilustrasi,
yaitu dalam mengajukan pertanyaan
pewawancara tidak langsung menyampaikan kalimat tanya, tetapi
menambahkan dengan ilustrasi. Ilustrasi berfungsi untuk memberikan
arahan jawaban yang kita inginkan dari narasumber. Ilustrasi dapat
diberikan di awal ataupun di akhir pertanyaan.
a. Ilustrasi di awal
Kalimat ilustrasi terlebih dahulu, kemudian diikuti kalimat tanya.
Contoh:
Dalam masyarakat kita,
profesi penulis sepertinya belum diakui atau belum mendapat tempat. Hal
ini barangkali terkait dengan penghasilan penulis yang tidak pasti atau
tidak tetap. Lalu, apa yang melatarbelakangi Anda untuk memilih profesi
sebagai penulis?
Telah kita ketahui
bersama bahwa UN banyak memunculkan kontroversi. Ditambah lagi muncul
juga berbagai kasus yang menyertai pelaksanaan UN. Bagaimana tanggapan
Anda mengenai hal in?
b. Ilustrasi di akhir
Kalimat tanya terlebih dahulu kemudian diikuti dengan kalimat ilustrasi.
Contoh:
Apa yang melatarbelakangi
Anda untuk memilih profesi sebagai penulis? Padahal, sebagaimana kita
tahu, profesi penulis belum diakui atau belum mendapat tempat di
masyarakat. Hal ini seringkali dikaitkan dengan penghasilan penulis yang
tidak pasti atau tidak tetap.
Bagaimana tanggapan Anda mengenai pelaksanaan UN? Sedangkan telah kita ketahui bersama bahwa banyak pihak yang menentang UN mengingat banyaknya kasus yang ditimbulkannya.
Membaca Tabel dan Grafik
Tabel
adalah daftar berisi ikhtisar dari sejumlah fakta dan informasi.
Bentuknya berupa kolom-kolom dan baris-baris. Biasanya fakta atau
informasi itu hanya berupa nama dan bilangan yang tersusun dalam urutan
kolom dan baris. Tabel merupakan alat bantu visual yang berfungsi
menjelaskan suatu fakta atau informasi secara singkat, jelas, dan lebih
menarik daripada kata-kata. Sajian informasi yang menggunakan tabel
lebih mudah dibaca dan disimpulkan.
Grafik merupakan gambar
yang terdiri atas garis dan titik-titik koordinat. Dalam grafik terdapat
dua jenis garis koordinat, yakni garis koordinat X yang berposisi
horisontal dan garis koordinat Y yang vertikal. Pertemuan antara setiap
titik X dan Y membentuk baris-baris dan kolom-kolom.
Seperti halnya tabel, grafik merupakan
media visual yang sering digunakan untuk memperjelas suatu bacaan.
Grafik memungkinkan penyampaian informasi yang kompleks secara lebih
mudah. Media ini dapat memberikan gambaran suatu informasi secara jelas,
mudah, menarik, dan efektif.
Umumnya grafik digunakan untuk
membandingkan jumlah data. Selain itu, digunakan pula untuk menunjukkan
fluktuasi suatu perkembangan jumlah, misalnya dalam rentang waktu lima
tahun, enam tahun, sepuluh tahun, atau lebih. Dengan grafik,
perbandingan serta naik turunnya suatu jumlah data akan lebih jelas.
Langkah membaca tabel dan grafik.
1. Bacalah judulnya. Membaca
judul merupakan kegiatan penting untuk memahami isi pesannya. Resapilah
isi judul tabel dan grafik yang Anda hadapi, karena judul memberikan
ringkasan yang padat tentang informasi yang akan disampaikan.
2. Bacalah keterangan yang ada
di atas, di bawah atau di sisinya. Keterangan itu merupakan kunci
penjelasan tentang data yang disampaikan. Keterangan itu, misalnya dalam
bentuk urutan tahun, persentase, atau angka-angka.
3. Ajukan pertanyaan tentang
tujuan tabel dan grafik itu. Caranya mudah. Kalian cukup mengubah
judulnya menjadi pertanyaan, misalnya di mana, seberapa banyak, berapa
perkembangannya, dan seterusnya. Jawaban pertanyaan tersebut diharapkan
ada dalam tabel dan grafik yang Anda hadapi.
4. Bacalah tabel dan grafik dengan selalu mengingat tujuan Anda, informasi apa yang Anda perlukan.
Citraan dalam Puisi
Untuk
memberikan gambaran yang jelas, untuk menimbulkan suasana, untuk
membuat lebih hidup dan menarik, dalam puisi penyair juga sering
menggunakan gambaran angan. Gambaran angan dalam puisi ini disebut
citraan (imagery)
Citraan atau pengimajian adalah
gambar-gambar dalam pikiran, atau gambaran angan si penyair. Setiap
gambar pikiran disebut citra atau imaji (image). Gambaran pikiran ini
adalah sebuah efek dalam pikiran yang sangat menyerupai gambaran yang
dihasilkan oleh penangkapan kita terhadap sebuah objek yang dapat
dilihat oleh mata (indera penglihatan). Citraan tidak membuat kesan baru
dalam pikiran.
Jenis/macam citraan (imaji)
1. Citraan penglihatan (visual imegery)
Citraan penglihatan adalah citraan yang
ditimbulkan oleh indera penglihatan (mata). Citraan ini paling sering
digunakan oleh penyair. Citraan penglihatan mampu memberi rangsangan
kepada indera penglihatan sehingga hal-hal yang tidak terlihat menjadi
seolah-olah terlihat.
Contoh:
Nanar aku gila sasar
Sayang berulang padamu jua
Engkau pelik menarik ingin
Serupa dara dibalik tirai
(Amir Hamzah, Padamu Jua)
2. Citraan pendengaran (auditory imagery)
Citraan pendengaran adalah citraan yang
dihasilkan dengan menyebutkan atau menguraikan bunyi suara, misalnya
dengan munculnya diksi sunyi, tembang, dendang, dentum, dan sebagainya. Citraan pendengaran berhubungan dengan kesan dan gambaran yang diperoleh melalui indera pendengaran (telinga).
Contoh:
Sepi menyanyi, malam dalam mendoa tiba
Meriak muka air kolam jiwa
Dan dalam dadaku memerdu lagu
Menarik menari seluruh aku
(Chairil Anwar, Sajak Putih)
3. Citraan perabaan (tactile imagery)
Citraan perabaan adalah citraan yang
dapat dirasakan oleh indera peraba (kulit). Pada saat membacakan atau
mendengarkan larik-larik puisi, kita dapat menemukan diksi yang dapat
dirasakan kulit, misalnya dingin, panas, lembut, kasar, dan sebagainya.
Contoh:
Kapuk randu, kapuk randu!
Selembut tudung cendawan
Kuncup-kuncup di hatiku
Pada mengembang bermerkahan
(WS Rendra, Ada Tilgram Tiba Senja)
4. Citraan penciuman (olfactory)
Citraan penciuman adalah citraan yang
berhubungan dengan kesan atau gambaran yang dihasilkan oleh indera
penciuman. Citraan ini tampak saat kita membaca atau mendengar kata-kata
tertentu, kita seperti mencium sesuatu.
Contoh:
Dua puluh tiga matahari
Bangkit dari pundakmu
Tubuhmu menguapkan bau tanah
(WS Rendra, Nyanyian Suto untuk Fatima)
5. Citraan pencecapan (gustatory)
Citraan pencecapan adalah citraan yang
berhubungan dengan kesan atau gambaran yang dihasilkan oleh indera
pencecap. Pembaca seolah-olah mencicipi sesuatu yang menimbulkan rasa
tertentu, pahit, manis, asin, pedas, enak, nikmat, dan sebagainya.
Contoh:
Dan kini ia lari kerna bini bau melati
Lezat ludahnya air kelapa
(WS Rendra, Ballada Kasan dan Patima)
6. Citraan gerak (kinaesthetic imagery)
Citraan gerak adalah gambaran tentang sesuatu yang seolah-olah dapat bergerak. Dapat juga gambaran gerak pada umumnya.
Contoh:
Pohon-pohon cemara di kaki gunung
pohon-pohon cemara
menyerbu kampung-kampung
bulan di atasnya
menceburkan dirinya ke kolam
membasuh luka-lukanya
(Abdulhadi, Sarangan)
Selain citraan di atas, ada pula ahli sastra yang menambahkan jenis citraan lain, yaitu:
1. Citraan perasaan
Puisi merupakan ungkapan perasaan
penyair. Untuk mengungkapkan perasaannya tersebut, penyair memilih dan
menggunakan kata-kata tertentu untuk menggambarkan dan mewakili
perasaannya itu. Sehingga pembaca puisi dapat ikut hanyut dalam perasaan
penyair.
Perasaan itu dapat berupa rasa sedih, gembira, haru, marah, cemas, kesepian, dan sebagainya.
Contoh:
Alangkah pilu siutan angin menderai
Mesti berjuang menghabiskan lagu sedih
Kala aku terpeluk dalam lengan-lenganmu
Sebab keinginan saat ini mesti tewas dekat usia
(Toto Sudarto Bachtiar, Wajah)
2. Citraan intelektual
Citraan intelektual adalah citraan yang dihasilkan oleh/ dengan asosiasi-asosiasi intelektual.
Contoh:
Bumi ini perempuan jalang
yang menarik laki-laki jantan dan pertapa
ke rawa-rawa mesum ini
dan membunuhnya pagi hari
(Subagio Sastrowardoyo, Dewa Telah Mati)
Contoh puisi yang banyak mengandung citraan terlihat berikut ini.
DUKA CITA
Yang memucat wajahnya
merenungi kelabu dinding kamar
yang ditinggal mati penghuninya
sedang di luar
anjing terdiam
tak melihat kupu terbang
menjatuhkan madu di lidahnya
yang terasa getir
Angin tidak bekerja
ranting pohonan merunduk
menyesali daun kering yang terlepas
waktu perempuan berkerudung hitam
melangkah di atas daunan
berisik, menyayat hati burung
yang pecah telurnya
Tangan-tangan gadis
yang pucat mukanya
diam-diam meronce melati
sambil mengusap air mata
Di ujung desa
jenazah sedang di sucikan
(Kuntowijoyo)
Persuasi
Persuasi
adalah bentuk karangan yang bertujuan untuk meyakinkan dan membujuk
seseorang baik pembaca atau juga pendengar agar melakukan sesuatu yang
dikehendaki penulis.
Bentuk persuasi yang dikenal umum adalah
propaganda yang dilakukan berbagai badan, lembaga, atau perorangan;
iklan dalam surat kabar, kampanye, selebaran.
Persuasi menggunakan pendekatan emotif,
yaitu pendekatan yang berusaha membangkitkan dan merangsang emosi
pembaca. Di samping itu, karangan persuasi pun biasanya menggunakan
pendekatan rasional, yakni dengan menyampaikan fakta-fakta untuk
meyakinkan pembaca atau pendengar.
Ciri paragraf persuasi:
1. Paragraf persuasi berusaha meyakinkan, mendorong, memengaruhi, dan membujuk seseorang atau pembaca
2. Persuasi menggunakan fakta dan bukti untuk meyakinkan dan memengaruhi pembaca.
3. Persuasi menggunakan bahasa secara menarik untuk memberikan sugesti kepada pembaca.
4. Paragraf persuasi berusaha membuat pembaca tergerak untuk melakukan yang dikehendaki penulis.
Paragraf persuasi pada dasarnya merupakan
kelanjutan atau pengembangan dari paragraf argumentasi. Adapun
bagian-bagian persuasi adalah sebagai berikut.
- Bagian awal memaparkan gagasan tertentu
- Diikuti dengan memberikan alasan, bukti, atau contoh untuk meyakinkan dan memengaruhi pembaca.
- Ditutup dengan ajakan, bujukan, rayuan, imbauan, atau saran kepada pembaca.
Perbedaan argumentasi dengan persuasi
argumentasi | persuasi | |
tujuan | untuk mencapai suatu kesimpulan | untuk mencapai persetujuan atau kesesuaian penulis dengan pembaca sehingga pembaca menerima keinginan penulis |
sasaran proses berpikir | kebenaran mengenai subjek yang dibicarakan | pembaca atau pendengar |
banyaknya fakta | semakin banyak fakta yang digunakan semakin kuat kebenaran yang dipertahankan | fakta seperlunya saja |
penggunaan bahasa | bersifat lugas atau apa adanya, sehingga terasa kaku | luwes dan menarik karena memang digunakan untuk membujuk |
sasaran | logika pembaca | emosi/perasaan pembaca |
fokus garapan | benar-salahnya gagasan atau pendapat | menggarap pembaca (manusia sebagai objek) agar mau mengikuti kehendak penulis |
Dalam persuasi yang digarap adalah orang sebagai subjeknya, sementara dalam argumentasi adalah pernyataan/ gagasannya.
Contoh paragraf persuasi
Masalah sampah di DKI Jakarta adalah
masalah yang sangat rumit, terutama menyangkut tempat pembuangan akhir
(TPA). Dengan jumlah penduduk 10 juta jiwa dan rata-rata setiap jiwa
menyumbang produksi sampah 2,92 meter kubik setiap harinya maka total
produksi sampah 26.000 meter kubik per hari. Tumpukan sampah sebanyak
itu sulit kita bayangkan. Membuang sampah ke provinsi tetangga sulit
karena terganjal kesepakatan dengan Pemda setempat. Belum lagi tentangan
dari warga sekitar TPA. Siapa yang ikhlas jika kampungnya dijadikan bak
sampah warga daerah lain? Untuk mengatasi hal itu, kita perlu mengubah
TPA (tempat pembuangan akhir) menjadi TPA (tempat pengolahan akhir).
Artinya, sampah tidak hanya dibuang, tetapi diolah menjadi barang yang
lebih bermanfaat, misalnya kompos.Dengan cara ini, semua orang dapat
menerima karena tidak ada pihak yang dirugikan.
Dalam contoh di atas terlihat bahwa
bagian awal paragraf itu merupakan argumentasi, sedangkan bagian
akhirnya termasuk persuasi. Paragraf persuasi tidak dapat dipisahkan
dengan paragraf argumentasi. Sebab, pembaca tidak akan mudah dipengaruhi
atau diajak jika belum yakin. Untuk meyakinkan diperlukan argumentasi.
The stats helper monkeys at WordPress.com mulled over how this
blog did in 2010, and here’s a high level summary of its overall blog
health:
The Blog-Health-o-Meter™ reads This blog is on fire!.
The average container ship can carry about 4,500 containers. This blog was viewed about 14,000 times in 2010. If each view were a shipping container, your blog would have filled about 3 fully loaded ships.
In 2010, there were 21 new posts, not bad for the first year! There were 11 pictures uploaded, taking up a total of 397kb. That’s about a picture per month.
The busiest day of the year was December 1st with 208 views. The most popular post that day was Surat Niaga.
Some visitors came searching, mostly for surat niaga, contoh surat penawaran, contoh surat niaga, surat penawaran, and contoh surat permintaan penawaran.
The Blog-Health-o-Meter™ reads This blog is on fire!.
Crunchy numbers
The average container ship can carry about 4,500 containers. This blog was viewed about 14,000 times in 2010. If each view were a shipping container, your blog would have filled about 3 fully loaded ships.
In 2010, there were 21 new posts, not bad for the first year! There were 11 pictures uploaded, taking up a total of 397kb. That’s about a picture per month.
The busiest day of the year was December 1st with 208 views. The most popular post that day was Surat Niaga.
Where did they come from?
The top referring sites in 2010 were id.wordpress.com, google.co.id, facebook.com, id.answers.yahoo.com, and bektipatria.wordpress.com.Some visitors came searching, mostly for surat niaga, contoh surat penawaran, contoh surat niaga, surat penawaran, and contoh surat permintaan penawaran.
Kata argumen berarti alasan.
Karangan argumentasi adalah karangan yang
berusaha memberikan alasan yang kuat untuk meyakinkan pembaca. Karangan
argumentasi bersifat objektif. Pada umumnya mengemukakan alasan,
contoh, dan bukti yang kuat untuk meyakinkan, sehingga pembaca akan
terpengaruh, meyakini, dan membenarkan gagasan/pendapat penulis. Contoh
argumentasi adalah karya ilmiah, makalah, skripsi, dsb.
Karakteristik paragraf argumentasi:
- kalimat utama/pendahuluan berupa pernyataan/gagasan penulis yang menarik perhatian pembaca
- diikuti kalimat-kalimat penjelas yang berisi argumen-argumen untuk meyakinkan atau membuktikan kebenaran gagasan awal penulis
- ditutup dengan kesimpulan yang menegaskan gagasan awal penulis
Karangan argumentasi dan eksposisi
seringkali sulit dibedakan. Bentuk keduanya hampir sama. Meskipun
demikian, keduanya memiliki perbedaan.
Persamaan argumentasi dengan eksposisi:
- argumentasi dan eksposisi sama-sama menjelaskan pendapat, gagasan, dan keyakinan penulis
- keduanya memerlukan analisis dan sistesis
- sumber gagasan dapat berasal dari pengalaman, pengalaman dan penelitian, serta sikap dan keyakinan (daya khayal jarang digunakan sebagai sumber gagasan)
- keduanya menggunakan fakta atau data yang berupa angka, peta, statistik, atau gambar.
Perbedaan argumentasi dengan eksposisi
Bagian Karangan | argumentasi | eksposisi |
Pembuka atau pendahuluan | Menarik perhatian pembaca pada persoalan yang akan dikemukakan. | Memperkenalkan kepada pembaca tentang topik yang akan dipaparkan dan tujuan paparan tersebut. |
Tujuan | Meyakinkan pembaca. | Memberi informasi atau menjelaskan kepada pembaca agar pembaca memperoleh gambaran yang jelas. |
Penggunaan data, contoh, gambar, dsb | Untuk membuktikan bahwa apa yang dikemukakan penulis dalam tulisan itu benar. | Untuk lebih menjelaskan atau memperjelas isi karangan. |
penutup | Menyimpulkan apa yang telah diuraikan pada pembahasan sebelumnya. | Menegaskan lagi apa yang telah diuraikan sebelumnya. |
Catatan:
- Bagian pembuka dan penutup argumentasi tidak boleh terlalu panjang. Pada bagian pembuka adapat disampaikan latar belakang timbulnya masalah, sistematika yang digunakan, dan tujuan argumentasi itu ditulis.
- Kesimpulan yang dikemukakan harus benar dan ditarik dari uraian sebelumnya dan tidak boleh menyimpang.
- Apabila masalah yang dikemukakan perlu pemecahan, dapat disampaikan saran atau usul setelah kesimpulan.
- Penutup tidak harus berupa kesimpulan, tetapi dapat pula berupa ringkasan mengenai apa yang telah dikemukakan sebelumnya.
Untuk dapat membuat sebuah karangan argumentasi yang baik harus memperhatikan hal-hal berikut.
- Berpikir sehat, kritis, dan logis
- mampu mencari, mengumpulkan, memilih fakta yang sesuai dengan tujuan dan topik, serta mampu merangkaikannya untuk membuktikan keyakinan atau pendapat kita
- menjauhkan emosi dan subjektivitas
- mampu menggunakan bahasa secara baik dan benar, efektif, dan tidak menimbulkan salah penafsiran.
Contoh-contoh paragraf argumentasi
Contoh 1
Kebiasaan menabung sejak dini memberi
manfaat besar bagi orang yang melakukannya. Dengan menabung, secara
tidak langsung seseorang berusaha menata hidupnya. Seperti sering
terjadi, dalam hidup banyak kejadian yang tidak terduga, seperti sakit,
tertimpa musibah, mendaftar sekolah, dan sebagainya. Hal-hal tersebut
tentu memerlukan biaya. Dengan memiliki tabungan, seseorang tidak akan
terlalu panik ketika berhadapan dengan kejadian yang tidak terduga itu.
Mereka akan lebih mudah menyelesaikan masalah-masalah tersebut. Jadi,
melihat manfaatnya yang cukup besar, kegiatan menabung hendaknya dapat
menjadi kebiasaan.
Contoh 2
Mempertahankan kesuburan tanah merupakan syarat mutlak bagi tiap-tiap usaha pertanian. Selama
tanaman dalam proses menghasilkan, kesuburan tanah ini akan berkurang.
Padahal kesuburan tanah wajib diperbaiki kembali dengan pemupukan dan
penggunaan tanah itu sebaik-baiknya. Teladan terbaik tentang cara
menggunakan tanah dan cara menjaga kesuburannya, dapat kita peroleh pada
hutan yang belum digarap petani.
Contoh 3
Menurut Iskandar, sudah saatnya
masyarakat mengubah paradigma agar lulusan SMP tidak latah masuk SMA.
Kalau memang lebih berbakat pada jalur profesi sebaiknya memilih SMK.
Dia mengingatkan sejumlah risiko bagi lulusan SMP yang sembarangan
melanjutkan sekolah. Misalnya, lulusan SMP yang tidak mempunyai potensi
bakat-minat ke jalur akademik sampai perguruan tinggi, tetapi memaksakan
diri masuk SMA, dia tidak akan lulus UAN karena sulit mengikuti
pelajaran di SMA. Tanpa lulus UAN mustahil bisa sampai perguruan tinggi.
Pada akhirnya mereka akan menjadi pengangguran karena pelajaran di SMA
tidak memberi bekal untuk bekerja.
Jadi, memilih SMA tanpa pertimbangan yang matang hanya akan menambah pengangguran.
Jadi, memilih SMA tanpa pertimbangan yang matang hanya akan menambah pengangguran.
Paragraf argumentasi dapat dikembangkan dengan menggunakan pola sebab-akibat:
1. Pola sebab-akibat
Yaitu satu sebab yang menimbulkan beberapa akibat.
Misal:
Sebab: Hujan turun__________akibat 1 jemuran basah
akibat 2 tanah becek
akibat 3 got penuh air
dsb.
2. Pola akibat-sebab
Yaitu satu akibat yang terjadi karena beberapa sebab.
Misal:
akibat: lingkungan rusak__________sebab 1: penebangan hutan
sebab 2: pembuangan sampah
sebab 3: penambangan liar
dsb.
3. Pola sebab-akibat yang bertalian
Satu sebab menimbulkan satu akibat yang menjadi sebab dari akibat yang timbul berikutnya.
Sebab1________akibat1 (sebab2)_______akibat2 (sebab3)_______akibat3 (sebab4) dan seterusnya.
Misal:
Sebab1: Semalam hujan turun
________Akibat1: air menggenang (menjadi sebab2) _______Akibat2:
jalan-jalan banjir (menjadi sebab3)____________Akibat3: lalu lintas
macet. dan seterusnya…
Pidato
A. Definisi / Pengertian Pidato
Pidato adalah suatu ucapan dengan susunan yang baik untuk disampaikan kepada orang banyak. Contoh pidato yaitu seperti pidato kenegaraan, pidato menyambut hari besar, pidato pembangkit semangat, pidato sambutan acara atau event, dan lain sebagainya.
Pidato yang baik dapat memberikan suatu kesan positif bagi orang-orang yang mendengar pidato tersebut. Kemampuan berpidato atau berbicara yang baik di depan publik / umum dapat membantu untuk mencapai jenjang karir yang baik.
B. Tujuan Pidato
Pidato umumnya melakukan satu atau beberapa hal berikut ini :
1. Mempengaruhi orang lain agar mau mengikuti kemauan kita dengan suka rela.
2. Memberi suatu pemahaman atau informasi pada orang lain.
3. Membuat orang lain senang dengan pidato yang menghibur sehingga orang lain senang dan puas dengan ucapan yang kita sampaikan.
C. Jenis-Jenis / Macam-Macam / Sifat-Sifat Pidato
Berdasarkan pada sifat dari isi pidato, pidato dapat dibedakan menjadi :
1. Pidato Pembukaan, adalah pidato singkat yang dibawakan oleh pembaca acara atau mc.
2. Pidato pengarahan adalah pdato untuk mengarahkan pada suatu pertemuan.
3. Pidato Sambutan, yaitu merupakan pidato yang disampaikan pada suatu acara kegiatan atau peristiwa tertentu yang dapat dilakukan oleh beberapa orang dengan waktu yang terbatas secara bergantian.
4. Pidato Peresmian, adalah pidato yang dilakukan oleh orang yang berpengaruh untuk meresmikan sesuatu.
5. Pidato Laporan, yakni pidato yang isinya adalah melaporkan suatu tugas atau kegiatan.
6. Pidato Pertanggungjawaban, adalah pidato yang berisi suatu laporan pertanggungjawaban.
D. Metode Pidato
Teknik atau metode dalam membawakan suatu pidatu di depan umum :
1. Metode menghapal, yaitu membuat suatu rencana pidato lalu menghapalkannya kata per kata.
2. Metode serta merta (impromptu), yakni membawakan pidato tanpa persiapan dan hanya mengandalkan pengalaman dan wawasan. Biasanya dalam keadaan darurat tak terduga banyak menggunakan tehnik serta merta.
3. Metode naskah, yaitu berpidato dengan menggunakan naskah yang telah dibuat sebelumnya dan umumnya dipakai pada pidato-pidato resmi.
4. Metode ekstemporan, yaitunberpidato dengan menggunakan kerangka/garis besar mengenai isi pidato yang hendak disampaikan.
E. Persiapan Pidato
Sebelum memberikan pidato di depan umum, ada baiknya untuk melakukan persiapan berikut ini :
1. Wawasan pendengar pidato secara umum
2. Mengetahui lama waktu atau durasi pidato yang akan dibawakan
3. Menyusun kata-kata yang mudah dipahami dan dimengerti.
4. Mengetahui jenis pidato dan tema acara.
5. Menyiapkan bahan-bahan dan perlengkapan pidato, dsb.
F. Kerangka Susunan Pidato
Skema susunan suatu pidato yang baik :
1. Pembukaan (salam pembuka, sapaan, ucapan syukur, ucapan terima kasih, menyampaikan topik/tujuan secara singkat)
2. Inti (pendahuluan, isi, penutup sesuai topik yang diangkat)
3. Penutup (kesimpulan, harapan/saran/pesan/imbauan, permohonan maaf, salam penutup, dll)
Contoh Pidato
PENGARUH INTERNET TERHADAP REMAJA
Assalamualaikum wr wb,
Bapak/ ibu guru beserta rekan-rekan yang saya hormati, pertama marilah kita panjatkan puji dan syukur kepada tuhan yang maha esa yang telah memberikan rahmat dan hidayahnya kepada kita semua sehingga kita dapat berkumpul ditempat ini, saya ucapkan banyak terimakasih atas kesempatan yang telah diberikan kepada saya untuk menyampaikan sebuah pidato yang berjudul “Pengaruh Internet Terhadap Remaja”.
Sebelum saya memulai berpidato saya ingin menyampaikan batasan masalah yang akan saya sampaikan didalam pidato hari ini, yakni diantaranya ; pengaruh internet terhadap remaja dilihat dari segi positif dan dari segi negative.
Internet, kata yang tidak asing di telinga setiap orang, terutama para remaja yang senantiasa bergaul dengan mewahnya dunia yang bertekhnologi, mewah, dan praktis, Internet bisa didapatkan dimanapun kita berada, dengan bermodalkan telepon selular yang memiliki koneksi internet, internet dapat diakses dengan mudahnya melalui HP dimanapun kita berada, atau jika tidak, disetiap sudut kota pasti terdapat sebuah Warung yang menjual jasa internet atau yang biasa disebut dengan “Warnet”, Dunia Informasi Tanpa Batas, begitulah orang-orang menyebutnya, saya sendiri tidak begitu yakin tapi apa boleh dikata memang begitu keadaannya, dengan adanya Internet, Akses atau jalan terhadap penyampaian Informasi-informasi yang ada didunia ini dapat diambil dengan mudahnya seraya membalikkan tangan atau mengejapkan mata.
Banyak Ilmu pengetahuan yang begitu melimpah disana, informasi mengenai apapun dapat kita temukan di jagat internet ini, lalu apa hubungannya dengan Siswa? Tentu saja sangat erat hubungannya dengan siswa karena siswa tidak luput dengan yang namanya informasi dan ilmu pengetahuan, internet ini adalah media yang paling efektif dan mudah untuk didapatkan dan diakses oleh siapa saja dimanapun, walaupun tak dapat dipungkiri bahwa karena adanya kebebasan ini dapat terjadi pula penyalah gunaan fasilitas internet sebagai sarana untuk Kriminalitas atau Asusila, siswa yang baru mengenal internet biasanya menggunakan fasilitas ini untuk mencari hal yang aneh-aneh? Seperti gambar-gambar yang tidak senonoh, atau video-video aneh yang bersifat “asusila” lainnya yang dapat mempengaruhi jiwa dan kepribadian dari siswa itu sendiri, sehingga siswa terpengaruh dan mengganggu konsentrasinya terhadap proses pembelajaran disekolah.
Namun demikian tidak semua siswa melakukan hal yang demikian, hanya segelintir siswa-siswa yang usil saja yang dapat melakukannya karena kurang memiliki rasa tanggungjawab terhadap diri pribadi dan sekitarnya, namun pada umumnya internet digunakan oleh setiap siswa untuk mencari atau mendapatkan informasi yang berhubungan dengan materi pelajaran yang ia terima disekolah, hal tersebut memungkinkan siswa menjadi lebih kreatif dan lebih aktif dalam mencari sumber informasi dan ilmu pengetahuan dibandingkan dengan siswa-siswa yang hanya duduk diam didepan meja dan mendengarkan gurunya berbicara.
Hal ini dapat menjadi sebuah motivator terhadap siswa untuk terus berkembang dan juga dapat berfungsi sebagai penghancur (generasi muda), remaja adalah makhluk yang rentan terhadap perubahan disekitarnya, dia akan mengikuti hal yang paling dominant yang berada didekatnya jadi kemungkinan terjadinya perubahan yang drastis dalam masa-masa remaja akan mendorong kearah mana remaja itu akan berjalan, kearah positif atau negative tergantung dari mana di memulai.
Remaja yang kesehariannya bergaul dengan internet akan lebih tanggap terhadap perubahan informasi disekitarnya karena ia terbiasa dan lebih mengetahui tentang informasi-informasi tersebut sehingga dia lebih daripada yang lainnya. Tetapi selain itu, remaja yang memiliki kecenderungan pada hal yang negative justru sebaliknya, dia akan nampak pasif karena hanya diperbudak oleh kemudahan dan kayaan informasi dari internet tersebut.
Maka dari itu alangkah baiknya jika kita bisa dengan bijak menggunakan fasilitas ini dengan sebaik-baiknya dalam hal yang positif demi kemajuan diri dan pribadi kita, dan selaku remaja kita semua harus dapat menguasai teknologi yang sedang berlari kencang pada era ini, karena dengan demikian kita pun akan ikut berlari menyongsong masa depan.
Atas perhatiannya saya ucapkan terimakasih, akhirul kata, wassalamualaikum wr wb.
Pidato adalah suatu ucapan dengan susunan yang baik untuk disampaikan kepada orang banyak. Contoh pidato yaitu seperti pidato kenegaraan, pidato menyambut hari besar, pidato pembangkit semangat, pidato sambutan acara atau event, dan lain sebagainya.
Pidato yang baik dapat memberikan suatu kesan positif bagi orang-orang yang mendengar pidato tersebut. Kemampuan berpidato atau berbicara yang baik di depan publik / umum dapat membantu untuk mencapai jenjang karir yang baik.
B. Tujuan Pidato
Pidato umumnya melakukan satu atau beberapa hal berikut ini :
1. Mempengaruhi orang lain agar mau mengikuti kemauan kita dengan suka rela.
2. Memberi suatu pemahaman atau informasi pada orang lain.
3. Membuat orang lain senang dengan pidato yang menghibur sehingga orang lain senang dan puas dengan ucapan yang kita sampaikan.
C. Jenis-Jenis / Macam-Macam / Sifat-Sifat Pidato
Berdasarkan pada sifat dari isi pidato, pidato dapat dibedakan menjadi :
1. Pidato Pembukaan, adalah pidato singkat yang dibawakan oleh pembaca acara atau mc.
2. Pidato pengarahan adalah pdato untuk mengarahkan pada suatu pertemuan.
3. Pidato Sambutan, yaitu merupakan pidato yang disampaikan pada suatu acara kegiatan atau peristiwa tertentu yang dapat dilakukan oleh beberapa orang dengan waktu yang terbatas secara bergantian.
4. Pidato Peresmian, adalah pidato yang dilakukan oleh orang yang berpengaruh untuk meresmikan sesuatu.
5. Pidato Laporan, yakni pidato yang isinya adalah melaporkan suatu tugas atau kegiatan.
6. Pidato Pertanggungjawaban, adalah pidato yang berisi suatu laporan pertanggungjawaban.
D. Metode Pidato
Teknik atau metode dalam membawakan suatu pidatu di depan umum :
1. Metode menghapal, yaitu membuat suatu rencana pidato lalu menghapalkannya kata per kata.
2. Metode serta merta (impromptu), yakni membawakan pidato tanpa persiapan dan hanya mengandalkan pengalaman dan wawasan. Biasanya dalam keadaan darurat tak terduga banyak menggunakan tehnik serta merta.
3. Metode naskah, yaitu berpidato dengan menggunakan naskah yang telah dibuat sebelumnya dan umumnya dipakai pada pidato-pidato resmi.
4. Metode ekstemporan, yaitunberpidato dengan menggunakan kerangka/garis besar mengenai isi pidato yang hendak disampaikan.
E. Persiapan Pidato
Sebelum memberikan pidato di depan umum, ada baiknya untuk melakukan persiapan berikut ini :
1. Wawasan pendengar pidato secara umum
2. Mengetahui lama waktu atau durasi pidato yang akan dibawakan
3. Menyusun kata-kata yang mudah dipahami dan dimengerti.
4. Mengetahui jenis pidato dan tema acara.
5. Menyiapkan bahan-bahan dan perlengkapan pidato, dsb.
F. Kerangka Susunan Pidato
Skema susunan suatu pidato yang baik :
1. Pembukaan (salam pembuka, sapaan, ucapan syukur, ucapan terima kasih, menyampaikan topik/tujuan secara singkat)
2. Inti (pendahuluan, isi, penutup sesuai topik yang diangkat)
3. Penutup (kesimpulan, harapan/saran/pesan/imbauan, permohonan maaf, salam penutup, dll)
Contoh Pidato
PENGARUH INTERNET TERHADAP REMAJA
Assalamualaikum wr wb,
Bapak/ ibu guru beserta rekan-rekan yang saya hormati, pertama marilah kita panjatkan puji dan syukur kepada tuhan yang maha esa yang telah memberikan rahmat dan hidayahnya kepada kita semua sehingga kita dapat berkumpul ditempat ini, saya ucapkan banyak terimakasih atas kesempatan yang telah diberikan kepada saya untuk menyampaikan sebuah pidato yang berjudul “Pengaruh Internet Terhadap Remaja”.
Sebelum saya memulai berpidato saya ingin menyampaikan batasan masalah yang akan saya sampaikan didalam pidato hari ini, yakni diantaranya ; pengaruh internet terhadap remaja dilihat dari segi positif dan dari segi negative.
Internet, kata yang tidak asing di telinga setiap orang, terutama para remaja yang senantiasa bergaul dengan mewahnya dunia yang bertekhnologi, mewah, dan praktis, Internet bisa didapatkan dimanapun kita berada, dengan bermodalkan telepon selular yang memiliki koneksi internet, internet dapat diakses dengan mudahnya melalui HP dimanapun kita berada, atau jika tidak, disetiap sudut kota pasti terdapat sebuah Warung yang menjual jasa internet atau yang biasa disebut dengan “Warnet”, Dunia Informasi Tanpa Batas, begitulah orang-orang menyebutnya, saya sendiri tidak begitu yakin tapi apa boleh dikata memang begitu keadaannya, dengan adanya Internet, Akses atau jalan terhadap penyampaian Informasi-informasi yang ada didunia ini dapat diambil dengan mudahnya seraya membalikkan tangan atau mengejapkan mata.
Banyak Ilmu pengetahuan yang begitu melimpah disana, informasi mengenai apapun dapat kita temukan di jagat internet ini, lalu apa hubungannya dengan Siswa? Tentu saja sangat erat hubungannya dengan siswa karena siswa tidak luput dengan yang namanya informasi dan ilmu pengetahuan, internet ini adalah media yang paling efektif dan mudah untuk didapatkan dan diakses oleh siapa saja dimanapun, walaupun tak dapat dipungkiri bahwa karena adanya kebebasan ini dapat terjadi pula penyalah gunaan fasilitas internet sebagai sarana untuk Kriminalitas atau Asusila, siswa yang baru mengenal internet biasanya menggunakan fasilitas ini untuk mencari hal yang aneh-aneh? Seperti gambar-gambar yang tidak senonoh, atau video-video aneh yang bersifat “asusila” lainnya yang dapat mempengaruhi jiwa dan kepribadian dari siswa itu sendiri, sehingga siswa terpengaruh dan mengganggu konsentrasinya terhadap proses pembelajaran disekolah.
Namun demikian tidak semua siswa melakukan hal yang demikian, hanya segelintir siswa-siswa yang usil saja yang dapat melakukannya karena kurang memiliki rasa tanggungjawab terhadap diri pribadi dan sekitarnya, namun pada umumnya internet digunakan oleh setiap siswa untuk mencari atau mendapatkan informasi yang berhubungan dengan materi pelajaran yang ia terima disekolah, hal tersebut memungkinkan siswa menjadi lebih kreatif dan lebih aktif dalam mencari sumber informasi dan ilmu pengetahuan dibandingkan dengan siswa-siswa yang hanya duduk diam didepan meja dan mendengarkan gurunya berbicara.
Hal ini dapat menjadi sebuah motivator terhadap siswa untuk terus berkembang dan juga dapat berfungsi sebagai penghancur (generasi muda), remaja adalah makhluk yang rentan terhadap perubahan disekitarnya, dia akan mengikuti hal yang paling dominant yang berada didekatnya jadi kemungkinan terjadinya perubahan yang drastis dalam masa-masa remaja akan mendorong kearah mana remaja itu akan berjalan, kearah positif atau negative tergantung dari mana di memulai.
Remaja yang kesehariannya bergaul dengan internet akan lebih tanggap terhadap perubahan informasi disekitarnya karena ia terbiasa dan lebih mengetahui tentang informasi-informasi tersebut sehingga dia lebih daripada yang lainnya. Tetapi selain itu, remaja yang memiliki kecenderungan pada hal yang negative justru sebaliknya, dia akan nampak pasif karena hanya diperbudak oleh kemudahan dan kayaan informasi dari internet tersebut.
Maka dari itu alangkah baiknya jika kita bisa dengan bijak menggunakan fasilitas ini dengan sebaik-baiknya dalam hal yang positif demi kemajuan diri dan pribadi kita, dan selaku remaja kita semua harus dapat menguasai teknologi yang sedang berlari kencang pada era ini, karena dengan demikian kita pun akan ikut berlari menyongsong masa depan.
Atas perhatiannya saya ucapkan terimakasih, akhirul kata, wassalamualaikum wr wb.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar