Translate

Selasa, 09 Oktober 2012

Saat Kita Malas Dalam Ibadah


Tanbihun - Secara teori keilmuan, banyak sekali yang mengupas tentang tips dan kiat-kiat  bagaimana supaya kita bisa tekun dan husu’ dalam beribadah.  Kita tidak jarang mendapati sebuah pertanyaan seperti ini baik dari diri sendiri ataupun dari orang lain, “bagaimana sih caranya agar sholat kita bisa husu’? bagaimana sih caranya supaya kita bisa ihlas dalam beramal?” Dan lain sebagainya.
Tidak sulit kita untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan tadi, tinggal buka kitab atau buku semua jawaban ada disitu. Atau yang lebih gampang  lagi tinggal search di internet.
Sekarang, ketika sudah mendapati  jawaban, seperti apa reaksi kita? “oohh… seperti itu ya tipsnya? Kapan-kapan bisa saya praktekin”.  “hemm… banyak banget tipsnya sampai capek bacanya”. “semua tipsnya kok susah-susah ya..?”.
Mungkin disinilah peran dari ‘Ilmu an-nafi’.  Yang benar-benar memberi  manfaat  bagi yang memilikinya. Karena tak jarang dari kita, ilmu hanya sebagai wacana dan bahan untuk diskusi semata. Hingga tak jarang kita tidak merasakan manisnya ilmu pengetahuan yang kita jadikan pegangan dalam kehidupan.
Ada kisah ringan yang menggerakkan hati saya, ada seorang pemuda bisa dibilang ia pandai ilmu agama. Namun satu kekurangannya yang paling mencolok dimata ibunya, ia sering mengahirkan shalat isya’ dan jarang membaca Qur’an . sang ibu tidak pernah lelah mengingatkannya untuk meninggalkan kebiasaan buruk itu, dengan enteng sang anak menjawab “iya bu’.. Insya Allah mulai besok saya tidak akan mengahirkan shalat isya’ dan akan rajin baca Qur’an. Kejadian seperti itu terus berlangsung hampir satu tahun lamanya.
Hingga pada suatu hari sang ibu melihat kondisi kamarnya yang biasa pemuda tadi melakukan ibadah, “nak, coba diperluas lagi tempat ibadahmu biar lebih nyaman tidak sempit seperti itu”. Pemuda tadi pun menuruti perintah ibunya.
Subhanallah, ahirnya pemuda tadi bisa meninggalkan kebiasan buruknya dan kembali rajin baca Qur’an.
Ada hikmah apa dibalik kisah ini?
Bila kita kembalikan ke pertanyaan diatas, ternyata teori keilmuan yang dimiliki pemuda tadi belum bisa mengantarkan pada apa yang seharusnya seorang ahlul ‘ilmi lakukan, bukannya pemuda tadi tidak mahu berubah dari kebiasaan buruknya, hanya saja ia belum mampu. Dan ternyata salah satu kendala yang membuatnya seperti itu adalah kehilafannya tidak pernah memperhatikan sarana ibadah yang bisa membuatnya lebih tenang dan nyaman.
Tentu saja masing-masing pribadi mempunyai  kendala tersendiri, hanya Allah lah yang bisa memperlihatkan jalan keluar kepada kita dari kemalasan ibadah.
Maka dari itu, selayaknya kita mampu menciptakan suasana kenyamanan baik kenyamanan hati ataupun “makanul ibadah” sebelum kita menghadap Rabbul ‘izzah. Yang Insya Allah, kita benar-merasakan bahwa kita sedang shalat, merasakan nikmatnya niat, merasakan kedua tangan yang biasanya berlumur dosa kita gunakan untuk mengagungkan Tuhan dalam takbiratul ihram, menghadirkan keagungan ummul kitab (surah alfatihah) yang semakin menambah rasa kehambaan dan rasa butuh kita pada Tuhan, merasakan tuma’ninah, ruku’, sujud dan lan sebagainya.
Imam Ibnu Rajab al-Hambali menjelaskan hasil dan pengaruh dari ilmu yang bermanfaat, yaitu menumbuhkan dalam hati orang yang memilikinya rasa tenang, takut dan ketundukan yang sempurna kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Ini berarti bahwa ilmu yang cuma pandai diucapkan dan dihafalkan oleh lidah, tapi tidak menyentuh –apalagi masuk– ke dalam hati manusia, maka ini sama sekali bukanlah ilmu yang bermanfaat, dan ilmu seperti ini justru akan menjadi bencana bagi orang yang memilikinya, bahkan  menjadikan pemiliknya terkena ancaman besar –semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala melindungi kita semua– termasuk ke dalam tiga golongan manusia yang pertama kali menjadi bahan bakar api neraka.
Sebagai penutup, ada dua pertanyaan yang harus kita jawab dan kita segera perbaiki
Kapan terahir kali kita benar-benar merasakan kenikmatan ibadah?
Kapan terahir kali kita benar-benar menikmati bacaan Qur’an dengan tidak ada perasaan gerah?

Resource: http://tanbihun.com/sosbud/opini/saat-kita-malas-dalam-ibadah/#.UHS07FIrOng

Kode Matematik Angka 19 Dalam Al- Qur’an Penjaga Keotentikan Al Qur’an


Kode Matematik Angka 19 Dalam Al- Qur’an Penjaga Keotentikan Al Qur'anTanbihun.com- Al Qur’an adalah satu-satunya kitab suci di dunia ini yang tidak ada keraguan sedikitpun di dalamnya, sebagai petunjuk bagi orang-orang yang bertaqwa. Namun kemukjizatan Qur’an tidak hanya dibuktikan lewat kesempurnaan kandungan, keindahan bahasa, ataupun kebenaran ilmiah yang sering mengejutkan para ahli.
Suatu kode matematik yang terkandung di dalamnya misalnya, tak terungkap selama berabad-abad lamanya sampai seorang sarjana pertanian Mesir bernama Rashad Khalifa berhasil menyingkap tabir kerahasiaan tersebut. Hasil penelitiannya yang dilakukan selama bertahun-tahun dengan bantuan komputer ternyata sangat mencengangkan. Betapa tidak, ternyata didapati bukti-bukti bahwa surat-surat/ayat-ayat di dalam Qur’an serba berkelipatan angka19.
Penemuannya tersebut berkat penafsirannya pada surat ke-74 ayat: 30-31, yang artinya sbb:“Yang atasnya ada sembilan belas. …., dan tidaklah Kami jadikan bilangan mereka itu (angka 19). melainkan untuk menjadi cobaan bagi orang-orang kafir, supaya orang-orang yang diberi Al Kitab menjadi yakin dan supaya orang yang beriman bertambah imannya, dan supaya orang-orang yang diberi Al Kitab dan orang-orang mukmin itu tidak ragu-ragu, dan supaya orang-orang yang di dalam hatinya ada penyakit dan orang-orang kafir berkata: “Apakah yang dikehendaki Allah dengan bilangan ini sebagai perumpamaan?”

Hasil penemuannya yang sangat mengejutkan ini pada tahun 1976 telah didemonstrasikan di depan umum ketika diselenggarakan Pameran Islam Sedunia di London. Berikut cuplikan dari sebagian penemuannya tersebut:

  1. Kita mengetahui bahwa setiap surat di dalam Qur’an selalu diawali dengan bacaan ‘Basmallah’ sebagai statemen pembuka, yaitu “Bismillaahir-rahmaanir-rahiim”(yang artinya: “Dengan Nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.” Ternyata bacaan ‘Basmalah’ tersebut (dalam bahasa Arabnya) terdiri dari 19 huruf (atau 19×1):
  2. Bacaan ‘Basmalah’ terdiri dari kelompok kata: Ismi – Allah – Arrahman – Arrahim. Penelitian menunjukkan jumlah dari masing-masing kata tersebut di dalam Qur’an ternyata selalu merupakan kelipatan angka 19. Yakni:
    • Jumlah kata Ismi di dalam Qur’an ditemukan sebanyak 19 buah (atau 19×1)
    • Jumlah kata Allah di dalam Qur’an ditemukan sebanyak 2.698 buah (atau 19×142)
    • Jumlah kata Arrahman di dalam Qur’an ditemukan sebanyak 57 buah (atau 19×3)
    • Jumlah kata Arrahim di dalam Qur’an ditemukan sebanyak 114 buah (atau 19×6)

Bahkan, apabila faktor pengalinya dijumlahkan hasilnya juga akan merupakan kelipatan 19, yaitu 1 + 142 + 3 + 6 = 152 (atau 19×8).

  1. Jumlah total keseluruhan surat-surat di dalam Qur’an sebanyak 114 surat (atau 19×6).

Angka 114 bila dibagi 6 bagian (masing- masing 19 Surat), yakni 1-19,.. 20-38,.. 39-57,.. 58-76,.. 77-95,.. 96-114 lalu masing-masing dijumlahkan, kemudian hasilnya dibagi dengan 19, maka hasilnya adalah kelipatan 19.

1+2+3+ … +19 = 190 (19x10)
20+21+22+ … +38 = 551 (19x29)
39+40+41+ … +57 = 912 (19x48)
58+59+60+ … +76 = 1273 (19x67)
77+78+79+ … +95 = 1634 (19x86)
96+97+98+ … +114 = 1995 (19x105)
  1. Bacaan Basmallah di dalam Qur’an ditemukan sebanyak 114 buah (atau 19×6), dengan perincian sbb: Sebanyak 113 buah ditemukan sebagai pembuka surat-surat kecuali surat ke-9 (Surat At- Taubah tanpa Bismillah), sedangkan sebuah lagi ditemukan di surat ke-27 ayat 30.yakni pada Surat An- Naml.

Berikut terjemahan surat ke-9 (At- Taubah) ayat 3:
“Dan suatu permakluman dari Allah dan Rasul-Nya kepada umat manusia pada hari haji akbar, bahwa sesungguhnya Allah dan rasul-Nya berlepas diri dari orang-orang musyrikin, kemudian jika kamu bertobat maka bertobat itu lebih baik bagimu, dan jika kamu berpaling maka ketahuilah bahwa sesungguhnya kamu tidak dapat melemahkan Allah. Dan beritakanlah kepada orang-orang kafir bahwa bagi mereka siksa yang pedih.”

Berikut terjemahan surat ke-27 (An- Naml) ayat 29-31:
“Ia (Balqis) berkata, Hai pembesar-pembesarku, telah dikirim kepadaku sebuah surat yang berharga. Surat itu dari Sulaiman yang isinya berbunyi : “Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang”. Janganlah kamu sekalian berlaku sombong terhadapku dan datanglah kepadaku dengan berserah diri.”
  1. Pada surat ke-27 ayat 30 tempat ditemukannya bacaan Basmallah apabila bilangan surat dan ayatnya dijumlahkan maka hasilnya merupakan kelipatan angka 19, yaitu 27+30=57 (atau 19x3).
  2. Dari point 4 di atas ditemukan hubungan yang menarik antara surat ke-9 dan ke-27. Surat ke-27 ternyata merupakan surat yang ke-19 jika dihitung dari surat ke-9.
========= surat ke-: 9, 10, 11, 12, . . . , 25, 26, 27
==== urutan surat ke-: 1, 2, 3, 4, . . . , 17, 18, 19
Bahkan,apabila bilangan surat-suratnya dijumlahkan mulai dari surat ke-9 s.d. ke-27 maka hasilnya pun adalah kelipatan 19, yaitu:
(9+10+11+12+ … +24+25+26+27 = 342 (atau 19x18).
  1. Wahyu pertama (surat ke-96 ayat 1-5) terdiri atas 19 kata (atau 19x1) dan 76 huruf (atau 19x4).
  2. Wahyu kedua (surat ke-68 ayat 1-9) terdiri atas 38 kata (atau 19x2).
  3. Wahyu ketiga (surat ke-73 ayat 1-10) terdiri atas 57 kata (atau 19x3).
  4. Wahyu terakhir (surat ke-110) terdiri atas 19 kata (atau 19x1).
  5. Wahyu yang pertama kali menyatakan ke-Esaan Allah adalah wahyu ke-19 (surat ke-112).
  6. Surat ke-96, tempat terdapatnya wahyu pertama, terdiri atas 19 ayat (atau 19×1) dan 304 huruf (atau 19×16). Selain itu juga ternyata surat ke-96 tersebut merupakan surat yang ke-19 bila diurut/dihitung mundur dari belakang Qur’an.
========= surat ke-: 114, 113, 112, 111, . . . , 98, 97, 96
==== urutan surat ke-: 1, 2, 3, 4, . . . , 17, 18, 19
Bukti ini menunjukkan bahwa Qur’an tersusun dengan perhitungan sistim kunci (interlocking system), sesuai maksud dari surat ke-85 ayat 20, yang artinya : “Allah telah mengunci mereka dari belakang”.
Bahkan, apabila bilangan surat-suratnya dijumlahkan mulai dari surat ke-114 s.d. ke-96 maka hasilnya pun adalah kelipatan 19, yaitu 114+113+112+111+…+98+97+96 = 1995 (atau 19x105).
  1. Bagian tengah-tengah Qur’an jatuh pada Surat ke-18 (Surat Al- Kahfi) ayat 19 (atau 19×1).
  2. Juga ditemukan bukti bahwa surat-surat yang memiliki 8 (delapan) ayat dan 11 (sebelas) ayat ditemukan yang paling banyak di dalam Qur’an, yakni masing-masing terdiri dari 5 (lima) buah surat. Disusul kemudian surat-surat yang memiliki 3 (tiga), 19 (sembilan belas), 29 (dua puluh sembilan), 30 (tiga puluh), dan 52 (lima puluh dua) ayat, yang masing-masing terdiri dari 3 (tiga) buah surat. Apabila dijumlahkan ayat-ayat tersebut sesuai dengan kelompoknya maka hasilnya merupakan kelipatan 19, yaitu sbb:

Apabila jumlah ayat-ayatnya dijumlahkan: 8+11 = 19 (atau 19x1).

    • surat ke-: 103, 108, 110 masing-masing terdiri atas 3 ayat
    • surat ke-: 97, 95, 98, 99, 102 masing-masing terdiri atas 8 ayat.
    • surat ke-: 82, 87, 96 masing-masing terdiri atas 19 ayat
    • surat ke-: 48, 57, 81 masing-masing terdiri atas 29 ayat
    • surat ke-: 32, 67, 89 masing-masing terdiri atas 30 ayat
    • surat ke-: 14, 68, 69 masing-masing terdiri atas 52 ayat

Apabila jumlah ayat-ayatnya dijumlahkan: 3+19+29+30+52 = 133 (atau 19x7).

  1. Qur’an merupakan satu-satunya kitab suci di dunia ini yang memiliki tanda-tanda khusus (initials) berupa huruf-huruf (code letters) atau sebagaimana disebut dalam bahasa Arab “Muqatta-’aat” yang artinya “kata singkatan”. Di dalam Qur’an terdapat sebanyak 29 (dua puluh sembilan) surat-surat yang diawali dengan 14 (empat belas) macam kombinasi dari 14 (empat belas) huruf-huruf Fawatihus Suwar “Muqatta-’aat”.
14 huruf itu adalah: alif, lam, mim, ra’, kaf, ha’, ya’, ‘ain, shad, tha’, sin, qaf, nun, dan kha’.
14 macam kombinasi huruf-huruf tersebut adalah: 1) alif, lam, mim, 2) ha’, mim, 3) alif, lam, ra’, 4) alif, lam, mim, ra’, 5) tha’, sin, 6) tha’, sin, mim, 7) ya’, sin, 8) nun, 9) kaf, ha’, ya’, ‘ain, shad, 10) alif, lam, mim, shad, 110 shad, 12) qaf, 13), ‘ain, sin, qaf, dan 14) tha’, ha’.
29 surat adalah surat ke-: 2, 3, 7, 10, 11, 12, 13, 14, 15, 19, 20, 26, 27, 28, 29, 30, 31, 32, 36, 38, 40, 41, 42, 43, 44, 45, 46, 50, dan 68.
Maka apabila bilangan dari banyaknya huruf, banyaknya kombinasi, dan banyaknya surat dijumlahkan maka hasilnya merupakan kelipatan 19, yaitu 14+14+29 = 57 (atau 19×3).
Terhadap tanda-tanda dengan kata singkatan ini, para ahli tafsir berbeda-beda pendapat. Ada yang menyerahkan pengertiannya kepada Allah karena dipandang termasuk ayat-ayat mutasyaabihaat, ada pula yang berpendapat huruf-huruf abjad itu berfungsi untuk menarik perhatian para pendengar supaya memperhatikan bacaan-bacaan di dalam Qur’an.
Namun berkat penemuan angka 19 kini terbukalah maksud sesungguhnya dari adanya huruf-huruf “Muqatta-’aat” tersebut, yaitu berfungsi sebagai penjaga keaslian/keotentikan Qur’an karena berhubungan dengan angka 19.

Perhatikanlah demonstrasi-demonstrasi berikut!!!

  1. Surat ke-68 diawali huruf Nun. Setelah diteliti jumlah huruf Nun yang terdapat pada surat tersebut merupakan kelipatan 19.
Q.S.
68
Nun
133
Kelipatan 19
19 x 7
  1. Berikut terjemahan surat ke-68 ayat 2-6: “Nun. Berkat kemuliaan Tuhanmu, engkau (Muhammad) sekali-kali bukan orang gila, dan sesungguhnya bagimu pahala yang besar, dan sesungguhnya engkau benar-benar berbudi pekerti yang luhur, maka kelak kamu akan melihat dan mereka (orang-orang kafir) pun akan melihat, siapa di antara kamu yang gila.”
  2. Surat ke-42 dan surat ke-50 diawali huruf Qof. Setelah diteliti huruf Qof yang terdapat pada kedua surat tersebut sebanyak 114 huruf (atau 19×6). Ada yang berpendapat bahwa huruf Qof ini singkatan dari kata ‘Qur’an’ karena Qur’an terdiri dari 114 surat.
Q.S.
42
50
Qof
57
57
—- +
114
Kelipatan 19
=19 x 3
  1. Hal lain yang mencengangkan adalah Allah biasanya menyebut kaumnya Nabi Luth dengan kalimat “Qaumu Luuth” yang ditemukan sebanyak 12 kali dalam Qur’an, namun pada surat ke-50 ayat 13, sebutan tersebut berganti menjadi “Ikhwanu Luuth” yang artinya ” saudara-saudaranya Nabi Luuth”.
  2. Tampaknya Allah sengaja menghilangkan unsur Qof dalam kalimat tersebut agar jumlah huruf ‘Qaf’ dalam Qur’an tetap berkelipatan 19, sebab jika tidak diganti maka jumlahnya akan bertambah menjadi 115.
  3. Berikut terjemahan surat ke-50 ayat 1-2: “Qaaf, demi Al Qur’an yang sangat mulia, mereka tercengang lantaran datang kepada mereka seorang pemberi peringatan dari (kalangan) mereka sendiri, maka berkatalah orang-orang kafir, “Ini sesuatu perkara yang amat aneh.”"
  4. Surat ke-42 diawali huruf ‘Ain, Sin, dan Qof. Setelah diteliti jumlah total ketiga huruf tersebut pada surat ke-42 merupakan kelipatan 19.
Q.S.
42
‘Ain Sin Qaf
98+54+57
Kelipatan 19
19 x 11
  1. Surat ke-36 diawali huruf Ya’, dan Sin. Setelah diteliti jumlah total kedua huruf tersebut pada surat ke-36 merupakan kelipatan 19.
Q.S.
36
Ya’ Sin
237+48
Total
= 285
Kelipatan 19
19 x 15
  1. Surat ke-13 diawali huruf Alif, Lam, Mim, dan Ro’. Jumlah total huruf-huruf tersebut pada surat ke-13 merupakan kelipatan 19.
Q.S.
13
Kaf Ha’ Ya’ ‘Ain Shad
137+175+343+117+26
Total
= 798
Kelipatan 19
19 x 42
  1. Di awal (ayat pertama) surat ke-7, 19, dan 38 terdapat huruf Shod. Total jumlah huruf Shod dalam ketiga surat tersebut ternyata merupakan kelipatan 19.
Q.S.
7
19
38
Shod
97
26
29
—- +
152
Kelipatan 19
= 19 x 8
  1. Ada hal yang menarik, yakni pada surat ke-7 ayat 69 ditemukan kata bashthatan yang artinya “melebihkan” (jika dieja terdiri dari huruf ba’, shod, tho’, ta’). Padahal lazimnya kata tersebut haruslah dieja dengan huruf ba’, sin, tho’, ta’ (contohnya pada surat ke-2 ayat 247). Menurut riwayat, pada saat turunnya ayat 69 tersebut Jibril menyuruh Nabi Muhammad menuliskan kata “basthatan” dengan huruf shod, namun unsur huruf shod itu tetap harus dibaca sebagai huruf sin, dan hal ini ditandai dengan huruf sin tersebut ditempatkan sebagai huruf kecil di atas huruf shod.
  2. Tampak sekali bahwa Allah memberi tambahan (“melebihkan”) huruf shod agar jumlahnya di dalam Qur’an menjadi berkelipatan 19, sebab jika tidak maka jumlahnya berkurang menjadi 151.
  3. Berikut terjemahan surat ke-7 ayat 69: “Apakah kamu (tidak percaya) dan heran ketika datang kepadamu peringatan dari Tuhanmu yang dibawa oleh seorang laki-laki di antaramu untuk memberi peringatan kepadamu? Dan ingatlah ketika Allah menjadikan kamu sebagai angkatan pengganti sesudah lenyapnya kaum Nuh, dan Tuhan telah melebihkan kekuatan tubuh dan perawakanmu.”
  4. Surat ke-40 s.d. ke-46 diawali huruf Ha’ dan Mim. Setelah diteliti jumlah total kedua huruf tersebut pada surat-surat tersebut merupakan kelipatan 19.
Q.S.
40
41
42
43
44
45
46
Ha’  Mim
64  380
48  276
53  300
44  324
16  150
31  200
36  225
————– +
292+1855
Total
= 2147
Kelipatan 19
= 19 x 113
  1. Surat ke-10, 11, 12, 14, dan 15 diawali huruf Alif, Lam, dan Ro’. Jumlah total huruf-huruf tersebut pada surat-surat tersebut merupakan kelipatan 19.
Q.S.
10
11
12
14
15
Alif
1319
1370
1306
585
493
+
+
+
+
+
Lam
913
794
812
452
323
+
+
+
+
+
Ro’
257
325
257
160
96
Total
= 2489
= 2489
= 2375
= 1197
= 912
Kelipatan 19
= 19 x 131
= 19 x 131
= 19 x 125
= 19 x 63
= 19 x 48
  1. Surat ke-2, 3, 29, 30, 31, dan 32 diawali huruf Alif, Lam, dan Mim. Jumlah total huruf-huruf tersebut pada surat-surat tersebut merupakan kelipatan 19.
Q.S.
2
3
29
30
31
32
Alif
4502
2521
774
544
347
257
+
+
+
+
+
+
Lam
3202
1892
554
393
297
155
+
+
+
+
+
+
Mim
2195
1249
344
317
173
158
Total
= 9899
= 5662
= 1672
= 1254
= 817
= 570
Kelipatan 19
= 19 x 521
= 19 x 298
= 19 x 88
= 19 x 66
= 19 x 43
= 19 x 30
  1. Surat ke-19 diawali huruf Kaf, Ha’, Ya’, Sin, dan Shod
    Surat ke-20 diawali huruf Tho’ dan Ha’
    Surat ke-26 diawali huruf Tho’, Sin, dan Mim
    Surat ke-27 diawali huruf Tho’ dan Sin
    Surat ke-28 diawali huruf Tho’, Sin dan Mim
Maka perhatikanlah hubungan yang sangat menarik berikut ini:
Q.S.
19
20
26
27
28
Ha’
175
251


Tho’

28
33
27
19
Sin


94
94
102
Mim


484

460
Total
Kelipatan 19
————————- +
426
+
107
+
290
+
944
=
1767
= 19 x 93
Data di atas dapat dijelaskan dalam ilmu Matematika (Aljabar). Kumpulan huruf-huruf yang memulai kelima surat di atas adalah himpunan yang anggota-anggotanya adalah huruf-huruf yang bersangkutan. Pada kolom pertama adalah irisan himpunan 1 dan 2 yang adalah huruf Ha’ pada surat ke-19 dan ke-20, yaitu 175+251=426. Pada kolom kedua adalah 28+33+27+19 yang merupakan irisan empat himpunan,yaitu himpunan 1 iris, himpunan 2 iris, himpunan 3 iris, himpunan 4 iris, himpunan 5 iris; yang adalah himpunan dengan anggotanya huruf Tho’. Lebih lanjut himpunan ketiga adalah irisan himpunan 3 dan 5 dikurangi himpunan 4, yaitu himpunan dengan anggotanya huruf Mim.
Hal ini merupakan suatu kenyataan bahwa Qur’an perlu dilihat dengan kacamata orang-orang eksak, karena tak mungkin bisa diungkap hanya oleh seorang sastrawan.

Lebih jauh tentang keistimewaan angka 19

Dalam khazanah Islam
  1. Keistimewaan angka 19 dalam ilmu matematika dikenal sebagai salah satu ‘Bilangan Prima’ yakni bilangan yang tak habis dibagi dengan bilangan manapun kecuali dengan satu dan dirinya sendiri. Keistimewaan tersebut melambangkan bahwa sifat-Nya yang serba MAHA tidak dibagikan kepada siapapun juga kecuali bagi diri-Nya sendiri (surat ke-112 ayat 3).
  2. Angka 19 terdiri dari angka 1 dan 9 di mana angka 1 merupakan bilangan pokok pertama dan angka 9 merupakan bilangan pokok terakhir dalam sistem perhitungan kita. Keistimewaan tersebut menunjukkan sifat Allah, yakni “Maha Awal” dan “Maha Akhir” (surat ke-57 ayat 3).
  3. Angka 1 melambangkan sifat-Nya yang “Maha Esa” (surat ke-112 ayat 1) sedangkan angka 9 sebagai bilangan pokok terbesar melambangkan salah satu sifat-Nya yang ke-38 (=19x2) yaitu “Maha Besar”.
  4. Dalam kalender tahun Hijriyah (sistem peredaran bulan), tahun kabisat terjadi pada setiap 19 tahun sekali.
  5. Raka’at dalam sholat wajib 5 waktu: Subuh 2, Zuhur 4, ‘Asar 4, Magrib 3, Isya’ 4, kalau diurut menjadi 24434. Bagilah dengan 19 hasilnya 24434 : 19 = 1286 tanpa sisa. Anehnya angka 1286 kalau dibalik menjadi 6821, kalau dibagi 19 hasilnya 359, juga tanpa sisa. Artinya, perintah sholat itu dari ALLAH SWT; wajib untuk dilaksanakan.

Dalam khazanah ilmu pengetahuan

  1. Dalam buku “Atlas Anatomi” yang disusun oleh Prof. Dr. Chr. P. Raven dapat diketahui bahwa sebagian dari kerangka manusia, yaitu: tulang leher ada 7 ruas, tulang punggung ada 12 ruas, jadi jumlahnya 19 ruas. Menurut para biolog, ke-19 ruas tulang tersebut mempunyai peranan yang sangat penting bagi setiap manusia karena di dalamnya terdapat sumsum yang merupakan lanjutan dari otak, dengan syaraf-syaraf yang menuju ke seluruh bagian tubuh. Adanya gangguan pada ruas tersebut maka seluruh tubuh akan kehilangan kekuatannya.
Juga ditemukan hal yang menarik; anggota tubuh manusia seperti tangan dan kaki sangatlah penting fungsinya bagi kehidupan kita. Bila diteliti ternyata terdapat 19 ruas tulang pada masing-masing tapak tangan/kaki (dengan mengecualikan ruas-ruas pergelangan tangan). Dan tahukah Anda bahwa bentuk tapak tangan/kaki kita menyerupai bentuk kata “Allah” (dalam bahasa Arab)?
  1. Di alam terdapat 81 unsur kimia stabil. Ada dua unsur di alam yang tidak stabil, yaitu Thorium dan Uranium. Keduanya bernomor atom 90 dan 92 dalam sistem periodik. Proton-proton dalam inti atom yang saling tolak karena bermuatan sama, “direkat” oleh gaya kuat. Sedangkan gaya lemah menyebabkan inti atom Thorium dan Uranium tidak stabil menjadi “lapuk” terbelah dengan mengeluarkan sinar radioaktif, sehingga Thorium dan Uranium disebut pula zat radioaktif. Karena terbelah itu keduanya memperanakkan zat-zat radioaktif pula, yaitu dalam sistem periodik bernomor atom 84, 85, 86, 87, 88, 89 dan 91. Hingga hari ini sudah dikenal 106 unsur dalam sistem periodik. Patut dicatat, bahwa dua di antaranya Technetium bernomor atom 43 dan Promethiu bernomor atom 61 dalam sistem periodik, keduanya adalah unsur “siluman”. Keduanya, jika tersusun, akan hilang dalam sekejap sehingga sesungguhnya bukan 106 unsur yang aktual, melainkan hanya 104 unsur dalam sistem periodik. Maka di antara 106 unsur kimia dalam sistem periodik ada 81 unsur stabil, 2 unsur siluman, dan nomor atom 84 ke atas unsur tidak stabil/radioaktif, yang intinya terbelah.
Dalam penelusuran angka 19 di dalam sistem periodik yang dihubungkan dengan Al Qur’an, diperoleh hasil sebagai berikut:
    • Unsur kimia dalam sistem perodik intinya TERBELAH mulai nomor atom 84.
      Kita lihat di dalam Al-Qur’an surah 84, yaitu surah al-Insyiqaq, artinya: TERBELAH.
    • Unsur siluman Technetium dengan nomor atom 43 dan Promethiu dengan nomor atom 61.
Apabila disusun deret 43 + 44 + 45 + 46 + ..+ 61 = 986 = 52 x 19.
Apabila kita jumlahkan nomor atom dari unsur stabil dalam sistem periodik, kemudian dikuarangi dengan jumlah nomor atom dari kedua unsur siluman itu, akan kita peroleh: (1+2+3+..+83) – (43 + 61) = 3382 = 178 x 19.
    • Kita lihat dalam Al Qur’an Surah 43 dan Surah 61. Surah 43 terdiri atas 89 ayat dan Surah 61 terdiri atas 14 ayat. Di atas telah disebutkan bahwa jumlah Basmalah 114 walaupun Surah 9 tidak di mulai dengan Basmalah, namun pada Surah 27 ada 2 Basmalah. Itu mengisyaratkan bahwa Basmalah adalah bagian dari surah-surah, kecuali Surah 9 (karena memang tidak dimulai dengan Basmalah). Maka lihatlah hasilnya, jika nomor Surat dijumlahkan dengan jumlah ayat dijumlahkan dengan Basmalah:
43 + 89 +1 =133 = 7 x 19
61 + 14 +1 = 76 = 4 x 19
    • Yang terakhir, angka 43 dan 61 adalah sejenis dengan angka 19, yaitu ketiga-tiganya merupakan bilangan prima.
Bahwa angka 19 adalah kode matematika yang melatarbelakangi komposisi literer Qur’an, suatu fenomena unik yang tiada duanya yang sekaligus membuktikan bahwa Qur’an adalah benar-benar wahyu Illahi, bukan hasil otak-atik manusia atau jin. Otak manusia tidak akan mampu mencipta “karya literer yang tunduk pada suatu kode matematik, namun sekaligus membawa tema utamanya yang tak terbantahkan”. Apalagi bila mengingat turunnya Qur’an secara berangsur-angsur, dengan bagian-bagian surat yang acak tidak berurutan, disesuaikan dengan peristiwa-peristiwa yang melatar-belakanginya.
Selanjutnya angka 19 dapat berfungsi sebagai pemelihara keotentikan Qur’an. Angka 19 dapat digunakan untuk mengecek apakah di dalam sebuah kitab Qur’an terdapat suatu kesalahan atau tidak, dengan cara menghitung kata-kata krusial yang jumlahnya dalam Qur’an multiplikatif dengan angka 19, kemudian membagi angka hasil hitungan dengan 19, maka akan terlacaklah ada atau tidaknya suatu kesalahan. Angka 19 pada Al-Qur’an seperti cyclic redundancy check (CRC) pada sistem komputer, bila CRC dari sumber tidak sesuai dengan tujuan berarti ada kesalahan dalam pengiriman/penyimpanan data. Angka 19 pada Al-Qur’an sebagai angka penguji apakah ada penambahan atau pengurangan jumlah surah, ayat, basmallah bahkan jumlah huruf pada Al-Qur’an, bila hasil baginya bulat tanpa sisa berarti benar, bila bersisa berarti ada kesalahan. Demikianlah, seluruh isi Qur’an seutuhnya akan tetap asli hingga di akhir zaman karena telah disegel oleh-Nya dengan angka 19 yang merupakan lambang identitas-Nya. Wallahu a’lam bissawab.
Memang, banyak kalangan yang anti-Islam merespon dengan sangat negatif akan hal-ihwal keajaiban angka 19 ini. Namun kalau kita telusuri lebih jauh itu hanya wujud dari rasa frustasi karena pengingkaran mereka terhadap kebenaran yang hakiki. Mereka bahkan menggunakan angka 19 sebagai bahan untuk memperolok-olokan Islam dengan segala tipu-daya, trik dan segala bentuk hinaan. Sama sekali tidak mencerminkan pribadi umat beragama yang penuh kasih sayang sesama manusia. Tapi itulah mereka, dari dulu hingga sekarang hanya bisa menghina dan mengejek, tidak lebih. Sementara apabila ditantang apakah mereka dapat membuktikan kebenaran keyakinan mereka dan kitab yang mereka agul-agulkan itu, hasilnya nihil. Diputar-putar dari A sampai Z pun tidak pernah berhasil. Hasilnya justru banyak dari kalangan ahli pikir dan elit mereka yang beralih ke Islam karena semakin dalam mereka meneliti Islam semakin banyak bukti-bukti kebenaran yang mereka dapati. Sebaliknya, dari kalangan yang anti-Islam, mereka begitu bangganya menghitung-hitung jumlah statistik orang-orang Islam yang beralih ke agama mereka, yang notabene adalah BUKAN dari kalangan pemikir dan elit Islam, justru dari kalangan masyarakat kelas bawah yang sangat tidak faham atau awam akan Islam; dan yang menyedihkan, sebagian besar hanyalah karena alasan ekonomi atau lainnya; BUKAN karena hasil penelitian, olah pikir, dan perenungan tingkat tinggi.

Sebagai bahan renungan, perhatikanlah beberapa ayat di bawah ini:

Surat ke-15 ayat 9: “Sesungguhnya Kami yang menurunkan Al Qur’an dan Kami pulalah yang tetap menjaganya.”
Surat ke-41 ayat 42: “Yang tidak datang kepadanya (Qur’an) kesalahan/kekeliruan baik dari depan maupun dari belakangnya, yang diturunkan dari Tuhan Yang Maha Bijaksana lagi Maha Terpuji.”
Surat ke-86 ayat 13: “Sesungguhnya Al Qur’an itu benar-benar firman-Nya yang membedakan antara yang benar dan yang salah.”
Surat ke-18 ayat 27: “Dan bacakanlah apa yang diwahyukan kepadamu yaitu Kitab Tuhanmu (Qur’an). Tidak ada seorang pun yang dapat merubah kalimat-kalimat-Nya. Dan kamu tidak akan menemukan tempat berlindung selain dari pada-Nya.”

Resources: http://tanbihun.com/kajian/al-quran/kode-matematik-angka-19-dalam-al-quran-penjaga-keotentikan-al-quran/#.UHRDvFIrOng

Selasa, 02 Oktober 2012

Assalamualaikum.....

Bismillah....

Kata Penghubung (Konjungsi)

A. Pengertian Kata Penghubung
Kata penghubung disebut juga konjungsi atau kata sambung, yang berarti kata tugas yang menghubungkan dua satuan bahasa yang sederajat: kata dengan kata, frasa dengan frasa, atau klausa dengan klausa (Hasan Alwi, dkk., 2003: 296). Dalam pengertian lainnya, konjungsi adalah kategori yang berfungsi untuk meluaskan satuan yang lain dalam konstruksi hipotaktis, dan selalu menghubungkan dua satuan lain atau lebih dalam konstruksi (Harimurti, 2007: 102).
B. Jenis-jenis Kata Penghubung
Dilihat dari fungsinya dapat dibedakan dua macam kata penghubung sebagai berikut:
(1) Kata penghubung yang menghubungkan kata, klausa, atau kalimat yang kedudukannya setara. Kata penghubung ini dibedakan lagi menjadi kata penghubung yang:
(a) menggabungkan biasa, yaitu dan, dengan, serta.
(b) menggabungkan memilih, yaitu atau.
(c) menggabungkan mempertentangkan, yaitu tetapi, namun, sedangkan, sebaliknya.
(d) menggabungkan membetulkan, yaitu melainkan, hanya.
(e) menggabungkan menegaskan, yaitu bahwa, malah, lagipuula, apalagi, jangankan.
(f) menggabungkan membatasi, yaitu kecuali, hanya.
(g) menggabungkan mengurutkan, yaitu lalu, kemudian, selanjutnya.
(h) menggabungkan menyamakan, yaitu yaitu, yakni, adalah, bahwa, ialah.
(i) menggabungkan menyimpulkan, yaitu jadi, karena itu, oleh sebab itu.
(2) Kata penghubung yang menghubungkan klausa dengan klausa yang kedudukannya bertingkat. Kata penghubung ini dibedakan lagi menjadi kata penghubung yang menggabungkan:
(a) menyatakan sebab, yaitu sebab, karena.
(b) menyatakan syarat, yaitu kalau, jikalau, jika, bila, apabila, asal.
(c) menyatakan tujuan, yaitu agar, supaya.
(d) menyatakan waktu, yaitu ketika, sewaktu, sebelum, sesudah, tatkala.
(e) menyatakan akibat, yaitu sampai, hingga, sehingga.
(f) menyatakan sasaran, yaitu untuk, guna.
(g) menyatakan perbandingan, yaitu seperti, laksana, sebagai.
(h) menyatakan tempat, yaitu tempat.
Jika dilihat dari kedudukannya konjungsi dibagi dua, yaitu konjungsi koordinatif dan konjungsi subordinatif.
1. Konjungsi Koordinatif
Konjungsi koordinatif adalah konjungsi yang menghubungkan dua unsur kalimat atau lebih yang kedudukannya sederajat atau setara (Abdul Chaer, 2008: 98). Contoh:
dan penanda hubungan penambahan
serta penanda hubungan pendampingan
atau penanda hubungan pemilihan
tetapi penanda hubungan perlawanan
melainkan penanda hubungan perlawanan
padahal penanda hubungan pertentangan
sedangkan penanda hubungan pertentangan
Konjungsi koordinatif agak berbeda dengan konjungsi lain, karena selain menghubungkan klausa juga menghubungkan kata. Seperti contoh berikut:
(a) Dia menangis dan istrinya pun tersedu-sedu.
(b) Aku yang datang ke rumahmu atau kamu yang datang ke rumahku?
(c) Dia terus saja berbicara, tetapi istrinya hanya terdiam saja.
(d) Andi pura-pura tidak tahu, padahal tahu banyak.
(e) Ibu sedang mencuci baju, sedangkan Ayah membaca Koran.
2. Konjungsi Subordinatif
Konjungsi subordinatif adalah konjungsi yang menghubungkan dua unsur kalimat (kalusa) yang kedudukannya tidak sederajat (Abdul Chaer, 2008: 100). Konjungsi subordinatif dibagi menjadi tiga belas kelompok sebagai berikut:
1. Konjungsi suordinatif waktu: sejak, semenjak, sedari, sewaktu, tatkala, ketika, sementara, begitu, seraya, selagi, selama, serta, sambil, demi, setelah, sesudah, sebelum sehabis, selesai, seusai, hingga, sampai.
2. Konjungsi subordinatif syarat: jika, kalau, jikalau, asal(kan), bila, manakala.
3. Konjungsi subordinatif pengandaian: andaikan, seandainya, umpamanya, sekiranya.
4. Konjungsi subordinatif tujuan: agar, supaya, biar.
5. Konjungsi subordinatif konsesif: biar(pun), walau(pun), sekalipun, sungguhpun, kendati(pun).
6. Konjungsi subordinatif pembandingan: seakan-akan, seolah-olah, sebagaimana, seperti, sebagai, laksana, ibarat, daripada, alih-alih.
7. Konjungsi subordinatif sebab: sebab, karena, oleh karena, oleh sebab.
8. Konjungsi subordinatif hasil: sehingga, sampai(sampai), maka(nya).
9. Konjungsi subordinatif alat: dengan, tanpa.
10. Konjungsi subordinatif cara: dengan, tanpa.
11. Konjungsi subordinatif komplementasi: bahwa
12. Konjungsi suboerdinatif atributif: yang
13. Konjungsi subordinatif perbandingan: sama …. dengan, lebih …. dari(pada)


Jenis Makna dalam Bahasa Indonesia

Menurut Chaer (1994), makna dapat dibedakan berdasarkan beberapa kriteria dan sudut pandang. Berdasarkan jenis semantiknya, dapat dibedakan antara makna leksikal dan makna gramatikal, berdasarkan ada atau tidaknya referen pada sebuah kata atau leksem dapat dibedakan adanya makna referensial dan makna nonreferensial, berdasarkan ada tidaknya nilai rasa pada sebuah kata/leksem dapat dibedakan adanya makna denotatif dan makna konotatif, berdasarkan ketepatan maknanya dikenal makna kata dan makna istilah atau makna umum dan makna khusus. Lalu berdasarkan kriteri lain atau sudut pandang lain dapat disebutkan adanya makna-makna asosiatif, kolokatif, reflektif, idiomatik dan sebagainya.
1. Makna Leksikal dan Makna Gramatikal
Leksikal adalah bentuk adjektif yang diturunkan dari bentuk nomina leksikon. Satuan dari leksikon adalah leksem, yaitu satuan bentuk bahasa yang bermakna. Kalau leksikon kita samakan dengan kosakata atau perbendaharaan kata, maka leksem dapat kita persamakan dengan kata. Dengan demikian, makna leksikal dapat diartikan sebagai makna yang bersifat leksikon, bersifat leksem, atau bersifat kata. Lalu, karena itu, dapat pula dikatakan makna leksikal adalah makna yang sesuai dengan referennya, makna yang sesuai dengan hasil observasi alat indera, atau makna yang sungguh-sungguh nyata dalam kehidupan kita (Chaer, 1994). Umpamanya kata tikus makna leksikalnya adalah sebangsa binatang pengerat yang dapat menyebabkan timbulnya penyakit tifus. Makna ini tampak jelas dalam kalimat Tikus itu mati diterkam kucing, atau Panen kali ini gagal akibat serangan hama tikus.
Makna leksikal biasanya dipertentangkan dengan makna gramatikal. Kalau makna leksikal berkenaan dengan makna leksem atau kata yang sesuai dengan referennya, maka makna gramatikal ini adalah makna yang hadir sebagai akibat adanya proses gramatika seperti proses afiksasi, proses reduplikasi, dan proses komposisi (Chaer, 1994). Proses afiksasi awalan ter- pada kata angkat dalam kalimat Batu seberat itu terangkat juga oleh adik, melahirkan makna ’dapat’, dan dalam kalimat Ketika balok itu ditarik, papan itu terangkat ke atas melahirkan makna gramatikal ’tidak sengaja’.
2. Makna Referensial dan Nonreferensial
Perbedaan makna referensial dan makna nonreferensial berdasarkan ada tidak adanya referen dari kata-kata itu. Bila kata-kata itu mempunyai referen, yaitu sesuatu di luar bahasa yang diacu oleh kata itu, maka kata tersebut disebut kata bermakna referensial. Kalau kata-kata itu tidak mempunyai referen, maka kata itu disebut kata bermakna nonreferensial. Kata meja termasuk kata yang bermakna referensial karena mempunyai referen, yaitu sejenis perabot rumah tangga yang disebut ’meja’. Sebaliknya kata karena tidak mempunyai referen, jadi kata karena termasuk kata yang bermakna nonreferensial.
3. Makna Denotatif dan Konotatif
Makna denotatif pada dasarnya sama dengan makna referensial sebab makna denotatif lazim diberi penjelasan sebagai makna yang sesuai dengan hasil observasi menurut penglihatan, penciuman, pendengaran, perasaan, atau pengalaman lainnya. Jadi, makna denotatif ini menyangkut informasi-informasi faktual objektif. Oleh karena itu, makna denotasi sering disebut sebagai ’makna sebenarnya’(Chaer, 1994). Umpama kata perempuan dan wanita kedua kata itu mempunyai dua makna yang sama, yaitu ’manusia dewasa bukan laki-laki’.
Sebuah kata disebut mempunyai makna konotatif apabila kata itu mempunyai ”nilai rasa”, baik positif maupun negatif. Jika tidak memiliki nilai rasa maka dikatakan tidak memiliki konotasi. Tetapi dapat juga disebut berkonotasi netral. Makna konotatif dapat juga berubah dari waktu ke waktu. Misalnya kata ceramah dulu kata ini berkonotasi negatif karena berarti ’cerewet’, tetapi sekarang konotasinya positif.
4. Makna Kata dan Makna Istilah
Setiap kata atau leksem memiliki makna, namun dalam penggunaannya makna kata itu baru menjadi jelas kalau kata itu sudah berada di dalam konteks kalimatnya atau konteks situasinya. Berbeda dengan kata, istilah mempunyai makna yang jelas, yang pasti, yang tidak meragukan, meskipun tanpa konteks kalimat. Oleh karena itu sering dikatakan bahwa istilah itu bebas konteks. Hanya perlu diingat bahwa sebuah istilah hanya digunakan pada bidang keilmuan atau kegiatan tertentu. Perbedaan antara makna kata dan istilah dapat dilihat dari contoh berikut
(1) Tangannya luka kena pecahan kaca.
(2) Lengannya luka kena pecahan kaca.
Kata tangan dan lengan pada kedua kalimat di atas adalah bersinonim atau bermakna sama. Namun dalam bidang kedokteran kedua kata itu memiliki makna yang berbeda. Tangan bermakna bagian dari pergelangan sampai ke jari tangan; sedangkan lengan adalah bagian dari pergelangan sampai ke pangkal bahu.
5. Makna Konseptual dan Makna Asosiatif
Leech (1976) membagi makna menjadi makna konseptual dan makna asosiatif. Yang dimaksud dengan makna konseptual adalah makna yang dimiliki oleh sebuah leksem terlepas dari konteks atau asosiasi apa pun. Kata kuda memiliki makna konseptual ’sejenis binatang berkaki empat yang biasa dikendarai’. Jadi makna konseptual sesungguhnya sama saja dengan makna leksikal, makna denotatif, dan makna referensial.
Makna asosiatif adalah makna yang dimiliki sebuah leksem atau kata berkenaan dengan adanya hubungan kata itu dengan sesuatu yang berada di luar bahasa. Misalnya, kata melati berasosiasi dengan sesuatu yang suci atau kesucian.
6. Makna Idiomatikal dan Peribahasa
Idiom adalah satuan ujaran yang maknanya tidak dapat ”diramalkan” dari makna unsur-unsurnya, baik secara leksikal maupun secara gramatikal. Contoh dari idiom adalah bentuk membanting tulang dengan makna ’bekerja keras’, meja hijau dengan makna ’pengadilan’.
Berbeda dengan idiom, peribahasa memiliki makna yang masih dapat ditelusuri atau dilacak dari makna unsur-unsurnya karena adanya ”asosiasi” antara makna asli dengan maknanya sebagai peribahasa. Umpamanya peribahasa Seperti anjing dengan kucing yang bermakna ’dikatakan ihwal dua orang yang tidak pernah akur’. Makna ini memiliki asosiasi, bahwa binatang yang namanya anjing dan kucing jika bersua memang selalu berkelahi, tidak pernah damai.
7. Makna Kias
Dalam kehidupan sehari-hari, penggunaan istilah arti kiasan digunakan sebagai oposisi dari arti sebenarnya. Oleh karena itu, semua bentuk bahasa (baik kata, frase, atau kalimat) yang tidak merujuk pada arti sebenarnya (arti leksikal, arti konseptual, atau arti denotatif) disebut mempunyai arti kiasan. Jadi, bentuk-bentuk seperti puteri malam dalam arti ’bulan’, raja siang dalam arti ’matahari’.
Chaer, Abdul. 2007. Linguistik Umum. Jakarta: Rineka Cipta.
Chaer, Abdul. 1994. Pengantar Semantik Bahasa Indonesia. Jakarta: Rineka Cipta.
Ditulis pada kebahasaan | Di-tag ,  

Sastra Melayu Klasik

Hampir semua ahli sepakat bahwa Sastra Indonesia Lama tidak diketahui kapan munculnya. Yang dapat dikatakan adalah bahwa Sastra Indonesia Lama muncul bersamaan dengan dimulainya peradaban bangsa Indonesia, sementara kapan bangsa Indonesia itu ada juga masih menjadi perdebatan. Yang tidak disepakati oleh para ahli adalah kapan sejarah sastra Indonesia memasuki masa baru. Ada yang berpendapat bahwa Sastra Indonesia Lama berakhir pada masa kebangkitan nasional (1908), masa Balai Pustaka (1920),  masa munculnya Bahasa Indonesia (1928), ada pula yang berpendapat bahwa Sastra Indonesia Lama berakhir pada masa Abdullah bin Abdulkadir Munsyi (1800-an).
Alhasil, ada dua versi besar periodisasi sastra Indonesia. Versi pertama adalah bahwa sejarah sastra Indonesia dikelompokkan menjadi tiga kelompok besar yaitu 1) Sastra Indonesia Lama, 2) Sastra Indonesia Baru, dan 3) Sastra Indonesia Modern. Sedangkan versi kedua membagi sejarah sastra Indonesia menjadi empat kelompok besar, yaitu 1) Sastra Indonesia Lama, 2) Sastra Indonesia Peralihan, 3) Sastra Indonesia baru, dan 4) Sastra Indonesia Modern.
Sastra Indonesia Lama adalah masa sastra mulai pada masa pra-sejarah (sebelum suatu bangsa mengenal tulisan) dan berakhir pada masa Abdullah bin Abdulkadir Munsyi.  Ada juga yang mengatakan bahwa sastra Indonesia lama berakhir pada masa balai Pustaka. Sastra Indonesia Lama tidak dapat digolong-golongkan berdasarkan jangka waktu tertentu (seperti halnya Sastra Indonesia baru) karena hasil-hasil dari sastra masa ini tidak mencantumkan waktu dan nama pengarangnya.
Beberapa pembagian Sastra Indonesia Lama adalah sebagai berikut
  1. Berdasarkan bentuknya, sastra Indonesia Lama dibagi menjadi dua, yaitu prosa lama dan puisi lama
  2. berdasarkan isinya, Sastra Indonesia Lama dibedakan menjadi tiga, yaitu Sastra Sejarah, Sastra Undang-undang, dan Sastra Petunjuk bagi Raja dan Penguasa
  3. Berdasarkan pengaruh asing, Sastra Indonesia Lama dibedakan menjadi dua, yaitu Sastra Indonesia Asli, Sastra Indonesia Lama Pengaruh Islam, dan Sastra Indonesia Lama Pengaruh Hindu
Ciri-ciri kesusastraan Indonesia Lama
  1. Bersifat onomatope/anonim, yaitu nama pengarang tidak dicantumkan dalam karya sastra.
  2. Merupakan milik bersama masyarakat.
  3. Timbul karena adat dan kepercayaan masyarakat
  4. Bersifat istana sentris, maksudnya ceritanya berkisar pada lingkungan istana
  5. Disebarkan secara lisan
  6. Banyak bahasa klise, yaitu bahasa yang bentuknya tetap.
Jabatan/orang yang sangat berjasa dalam penyebaran sastra Indonesia Lama adalah pawang.  Ia adalah kepala adat (istilah sekarang mungkin sama dengan “dukun” dalam kebudayaan Jawa). Jabatan ini berbeda dengan kepala suku. Menurut Dick Hartoko dan Rahmanto, pawang dikenal sebagai orang yang mempunyai keahlian yang erat hubungannya dengan hal-hal yang gaib. Ia termasuk orang yang keramat dan dapat berhubungan dengan para dewa atau hyang. Pawang terbagi atas pawang kutika (ahli bercocok tanam dan hal-hal yang berhubungan dengan rumah tangga), pawang osada (ahli dalam jampi-jampi), pawang malim (ahli dalam pertenungan), dan pawang pelipur lara (ahli bercerita).
 SASTRA INDONESIA LAMA BERDASARKAN BENTUKNYA
A.     PROSA LAMA
  1. Dongeng
Dongeng adalah prosa cerita yang isinya hanya khayalan saja, hanya ada dalam fantasi pengarang.
Dongeng dibedakan menjadi
  1. Fabel, yaitu dongeng tentang kehidupan binatang. Dongeng tentang kehidupan binatang ini dimaksudkan agar menjadi teladan bagi kehidupan manusia pada umumnya. (Menurut Dick hartoko dan B. Rahmanto, yang dimaksud fabel adalah cerita singkat, sering dalam bentuk sanjak, yang bersifat didaktis bertepatan dengan contoh yang kongkret. Tumbuh-tumbuhan dan hewan ditampilkan sebagai makhluk yang dapat berpikir, bereaksi, dan berbicara sebagai manusia. Diakhiri dengan sebuah kesimpulan yang mengandung ajaran moral).
  2. Farabel, yaitu dongeng tentang binatang atau benda-benda lain yang mengandung nilai pendidikan. Binatang atau benda tersebut merupakan perumpamaan atau lambang saja. Peristiwa ceritanya merupakan kiasan tentang pelajaran kesusilaan dan keagamaan.
  3. Legende, yaitu dongeng yang dihubungkan dengan keajaiban alam, terjadinya suatu tempat, dan setengah mengandung unsur sejarah.
  4. Mythe, yiatu dongeng yang berhubungan dengan cerita jin, peri, roh halus, dewa, dan hal-hal yang berhubungan dengan kepercayaan animisme.
  5. Sage, yaitu dongeng yang mengandung unsur sejarah meskipun tidak seluruhnya berdasarkan sejarah. (Menurut Dick Hartoko dan B. Rahmanto, kata sage berasal dari kata jerman “was gesagt wird” yang berarti apa yang diucapkan, cerita-cerita alisan yang intinya historis, terjadi di suatu tempat tertentu dan pada zaman tertentu. Ada yang menceritakan tentang roh-roh halus, mengenai ahli-ahli sishir, mengenai setan-setan atau mengenai tokoh-tokoh historis. Selalu ada ketegangan antara dunia manusia dan dunia gaib. Manusia selalu kalah. Nada dasarnya tragis, lain daripada dongeng yang biasanya optimis)
  1. Hikayat
Kata hikayat berasal dari bahasa Arab yang artinya cerita. Hikayat adalah cerita yang panjang yang sebagian isinya mungkin terjadi sungguh-sungguh, tetapi di dalamnya banyak terdapat hal-hal yang tidak masuk akal, penuh keajaiban. (Dick hartoko dan B. Rahmanto memberikan definisi hikayat sebagai jenis prosa cerita Melayu Lama yang mengisahkan kebesaran dan kepahlawanan orang-orang ternama, para raja atau para orang suci di sekitar istana dengan segala kesaktian, keanehan dan muzizat tokoh utamanya, kadang mirip cerita sejarah atau berbentu riwayat hidup.
  1. Tambo
Tambo adalah cerita sejarah, yaitu cerita tentang kejadian atau asal-usul keturunan raja.
  1. Wira Carita (Cerita Kepahlawanan)
Wira carita adalah cerita yang pelaku utamanya adalah seorang kesatria yang gagah berani, pandai berperang, dan selalu memperoleh kemenangan.
B.     PUISI LAMA
  1. Mantra
Mantra adalah kata-kata yang mengandung hikmat dan kekuatan gaib. Mantra sering diucapkan oleh dukun atau pawang, namun ada juga seorang awam yang mengucapkannya.
  1. Bidal.
Bidal adalah pepatah atau peribahasa dalam sastra Melayu lama yang kebanyakan berisi sindiran, peringatan, nasehat, dan sejenisnya. Yang termasuk dalam kategori bidal adalah
  1. Ungkapan, yaitu kiasan tentang keadaan atau kelakauan yang dinyatakan dengan sepatah atau beberapa patah kata.
  2. Peribahasa , yaitu kalimat lengkap yang mengungkapkan keadaan atau kelakuan seseorang dengan mengambil perbandingan dengan alam sekitar.
  3. Tamsil, yaitu seperti perumpamaan tetapi dikuti bagian kalimat yang menjelaskan.
  4. Ibarat, yaitu seperti perumpamaan dan tamsil tetapi diikuti bagian yang menjelaskan yang berisi perbandingan dengan alam.
  5. Pepatah, yaitu kiasan tetap yang dinyatakan dalam kalimat selesai.
  6. Pemeo, yaitu ucapan yang terkenal dan diulang-ulang, berfungsi sebagai semboyan atau pemacu semangat.
  1. Pantun
Pantun ialah puisi lama yang terikat oleh syarat-syarat tertentu (jumlah baris, jumlah suku kata, kata, persajakan, dan isi).
Ciri-ciri pantun adalah
  1. Pantun terdiri dari sejumlah baris yang selalu genap yang merupakan satu kesatuan yang disebut bait/kuplet.
  2. Setiap baris terdiri dari empat kata yang dibentuk dari 8-12 suku kata (umumnya 10 suku kata).
  3. Separoh bait pertama merupakan sampiran (persiapan memasuki isi pantun), separoh bait berikutnya merupakan isi (yang mau disampaikan).
  4. Persajakan antara sampiran dan isi selalu paralel (ab-ab atau abc-abc atau abcd-abcd atau aa-aa)
  5. Beralun dua
Berdasarkan bentuk/jumlah baris tiap bait, pantun dibedakan menjadi
  1. Pantun biasa, yaitu pantun yang terdiri dari empat baris tiap bait.
  2. Pantun kilat/karmina, yaitu pantun yang hanya tersusun atas dua baris.
  3. Pantun berkait, yaitu pantun yang tersusun secara berangkai, saling mengkait antara bait pertama dan bait berikutnya.
  4. Talibun, yaitu pantun yang terdiri lebih dari empat baris tetapi selalu genap jumlahnya, separoh merupakan sampiran, dan separho lainnya merupakan isi.
  5. Seloka, yaitu pantun yang terdiri dali empat baris sebait tetapi persajakannya datar (aaaa).
Berdasarkan isinya, pantun dibedakan menjadi
  1. Pantun anak-anak (pantun bersuka cita, pantun berduka cita)
  2. Pantun muda (pantun perkenalan, pantun berkasih-kasihan, pantun perceraian, pantun beriba hati, pantun dagang)
  3. Pantun tua (pantun nasehat, pantun adat, pantun agama)
  4. Pantun jenaka
  5. Pantun teka-teki
  1. Gurindam
Gurindam adalah puisi lama yang terdiri dari dua baris satu bait, kedua lariknya merupakan kalimat majemuk yang selalu berhubungan menurut hubungan sebab-akibat. Baris pertama merupakan syaratnya sedangkan baris kedua merupakan jawabannya. Gurindam berisi petuah atau nasehat. Gurindam muncul setelah timbul pengaruh kebudayaan Hindu.
  1. Syair
Kata syair berasal dari bahasa Arab syu’ur yang artinya perasaan. Syair timbul setelah terjadinya pengaruh kebudayaan islam. Puisi ini terdiri dari empat baris sebait, berisi nasehat, dongeng, dan sebagian besar berisi cerita. Syair sering hanya mengutamakan isi.
            Ciri-ciri syair
  1. terdiri dari empat baris
  2. tiap baris terdiri dari 4-5 kata (8-12 suku kata)
  3. persamaan bunyi atau sajak akhir sama dan sempurna
  4. tidak ada sampiran, keempatnya merupakan isi
  5. terdiri dari beberapa bait, tiap bait berhubungan
  6. biasanya berisi cerita atau berita.
  1. Prosa liris (kalimat berirama)
Prosa liris adalah prosa yang di dalamnya masih terdengar adanya irama.
  1. Puisi-puisi Arab
Bentuk-bentuk puisi Arab adalah
  1. Masnawi, yaitu puisi lama yang terdiri dari dua baris sebait (sama dengan disthikon).  Skema persajakannya berpasangan aa,bb,cc, … dan seterusnya) dan beiri puji-pujian untuk pahlawan.
  2. Rubai, yaitu puisi lama yang terdiri dari empat baris sebait (sama dengan kuatrin). Skema persajakannya adalah a-a-b-a dan berisi tentang nasihat, puji-pujian atau kasih sayang.
  3. Kit’ah, yaitu puisi lama yang terdiri dari lima baris sebait (sama dengan quin).
    1. Gazal, yaitu puisi lama yang terdiri dari delapan baris sebait (sama dengan stanza atau oktaaf).
    2. Nazam, yaitu puisi lama yang terdiri dari duabelas baris sebait.
Di samping yang sudah disebutkan di atas, ada beberapa bentuk lain yang perlu dikenal walaupun sebenarnya tidak murni berasal dari Sastra Melayu. Bentuk-bentuk tersebut adalah
1.     Kaba
Adalah jenis prosa lirik dari sastra Minangkabau tradisional yang dapat didendangkan. Biasanya orang lebih tertarik pada cara penceritaan daripada isi ceritanya. Kaba termasuk sastra lisan yang dikisahkan turun temurun. Contohnya adalah cerita Sabai nan Aluih.
2.     Kakawin
Adalah sejenis puisi yang ditulis dalam bahasa Jawa Kuno dan yang mempergunakan metrum dari India (Tambo). Berkembang pada masa Kediri dan Majapahit. Penyairnya disebut kawi. Contohnya Ramayana, Arjunawiwaha, dan negarakertagama.
3.     Kidung
Jenis puisi Jawa Pertengahan yang mempergunakan persajakan asli Jawa.
4.     Parwa
Adalah jenis prosa yang diadaptasi dari bagian-bagian epos dalam bahasa sanskerta dan menunjukkan ketergantungannya dengan kutipan-kutipan dari karya asli dalam Bahasa Sanskerta. Kutipan-kutipan tersebut tersebar di seluruh teks parwa yang biasanya berbahasa Jawa Kuno.
5.     Cerita Pelipur Lara
Sejenis sastra rakyat yang pada mulanya berbentuk sastra lisan. Cerita jenis ini bersifat perintang waktu dan menghibur belaka. Kebanyakan menceritakan tentang kegagahan dan kehebatan seorang ksatria tampan yang harus menempuh seribu satu masalah dalam usahanya merebut putri cantik jelita yang akan dipersunting. (Hampir sama dengan hikayat).
DAFTAR PUSTAKA
Belang, Mia. Dkk. 1992. Pelajaran Bahasa Indonesia. Klaten : Intan Pariwara.
Dipodjojo, Asdi S. 1986. Kesusasteraan Indonesia Lama pada Zaman Pengaruh Islam. Yogyakarta : Percetakan Lukman.
Djamaris, Edwar. 1984. Menggali Khazanah Sastra Melayu Klasik (Sastra Indonesia Lama). Jakarta : Proyek Penerbitan Buku Sastra Indonesia dan daerah.
Hartoko, Dick dan B. Rahmanto. 1986. Pemandu di Dunia Sastra. Yogyakarta : Kanisius.
Hendy, Zaidan. 1991. Pelajaran Sastra 1. Jakarta : Gramedia Widiasarana Indonesia.
Suparni. 1987. Bahasa dan Sastra Indonesia Berdasarkan Kurikulum 1984. Bandung : Aditya.
Ditulis pada kasastraan | Di-tag , ,

Kalimat Efektif

Kalimat dikatakan efektif apabila berhasil menyampaikan pesan, gagasan, perasaan, maupun pemberitahuan sesuai dengan maksud si pembicara atau penulis. Untuk itu penyampaian harus memenuhi syarat sebagai kalimat yang baik, yaitu strukturnya benar, pilihan katanya tepat, hubungan antarbagiannya logis, dan ejaannya pun harus benar.
            Dalam hal ini hendaknya dipahami pula bahwa situasi terjadinya komunikasi juga sangat berpengaruh. Kalimat yang dipandang cukup efektif dalam pergaulan, belum tentu dipandang efektif jika dipakai dalam situasi resmi, demikian pula sebaliknya. Misalnya kalimat yang diucapkan kepada tukang becak, “Berapa, Bang, ke pasar Rebo?”  Kalimat tersebut jelas lebih efektif daripada kalimat lengkap, “Berapa saya harus membayar, Bang, bila saya menumpang becak Abang ke pasar Rebo?”
            Yang perlu diperhatikan oleh para siswa dalam membuat karya tulis, baik berupa essay, artikel, ataupun analisis yang bersifat ilmiah adalah penggunaan bahasa secara tepat, yaitu memakai bahasa baku. Hendaknya disadari bahwa susunan kata yang tidak teratur dan berbelit-belit, penggunaan kata yang tidak tepat makna, dan kesalahan ejaan dapat membuat kalimat tidak efektif.
Berikut ini akan disampaikan beberapa pola kesalahan yang umum terjadi dalam penulisan serta perbaikannya agar menjadi kalimat yang efektif.
1.  Penggunaan dua kata yang sama artinya dalam sebuah kalimat :
-          Sejak dari usia delapan tauh ia telah ditinggalkan ayahnya.
(Sejak usia delapan tahun ia telah ditinggalkan ayahnya.)
-          Hal itu disebabkan karena perilakunya sendiri yang kurang menyenangkan.
(Hal itu disebabkan perilakunya sendiri yang kurang menyenangkan.
-          Ayahku rajin bekerja agar supaya dapat mencukupi kebutuhan hidup.
(Ayahku rajin bekerja agar dapat memenuhi kebutuhan hidup.)
-          Pada era zaman  modern ini teknologi berkembang sangat pesat.
(Pada zaman modern ini teknologi berkembang sangat pesat.)
-          Berbuat baik kepada orang lain adalah merupakan tindakan terpuji. (Berbuat baik kepada orang lain merupakan tindakan terpuji.)
2.  Penggunaan kata berlebih yang ‘mengganggu’ struktur kalimat :
-          Menurut berita yang saya dengar mengabarkan bahwa kurikulum akan segera diubah. (Berita yang saya dengar mengabarkan bahwa kurikulum akan segera diubah. / Menurut berita yang saya dengar, kurikulum akan segera diubah.)
-          Kepada yang bersalah harus dijatuhi hukuman setimpal. (Yang bersalah harus dijatuhi hukuman setimpal.)
3.  Penggunaan imbuhan yang kacau :
-          Yang meminjam buku di perpustakaan harap dikembalikan. (Yang meminjam buku di perpustakaan harap mengembalikan. / Buku yang dipinjam dari perpustakaan harap dikembalikan)
-          Ia diperingati oleh kepala sekolah agar tidak mengulangi perbuatannya. (Ia diperingatkan oleh kepala sekolah agar tidak mengulangi perbuatannya.
-          Operasi yang dijalankan Reagan memberi dampak buruk. (Oparasi yang dijalani Reagan berdampak buruk)
-          Dalam pelajaran BI mengajarkan juga teori apresiasi puisi. (Dalam pelajaran BI diajarkan juga teori apresiasi puisi. / Pelajaran BI mengajarkan juga apresiasi puisi.)
4.  Kalimat tak selesai :
-          Manusia yang secara kodrati merupakan mahluk sosial yang selalu ingin berinteraksi. (Manusia yang secara kodrati merupakan mahluk sosial, selalu ingin berinteraksi.)
-          Rumah yang besar yang terbakar itu. (Rumah yang besar itu terbakar.)
5.  Penggunaan kata dengan struktur dan ejaan yang tidak baku :
-          Kita harus bisa merubah kebiasaan yang buruk.     (Kita harus bisa mengubah kebiasaan yang buruk.)
Kata-kata lain yang sejenis dengan itu antara lain menyolok, menyuci, menyontoh, menyiptakan, menyintai, menyambuk, menyaplok, menyekik, menyampakkan, menyampuri, menyelupkan dan lain-lain, padahal seharusnya mencolok, mencuci, mencontoh, menciptakan, mencambuk, mencaplok, mencekik, mencampakkan, mencampuri, mencelupkan.
-          Pertemuan itu berhasil menelorkan ide-ide cemerlang. (Pertemuan itu telah menelurkan ide-ide cemerlang.)
-          Gereja itu dilola oleh para rohaniawan secara professional. (Gereja itu dikelola oleh para rohaniwan secara professional.)
-   tau            tahu                       -   negri              negeri                   -  kepilih         terpilih
-   faham       paham                  -    ketinggal      tertinggal            -   himbau       imbau    
-   gimana     bagaimana           -   silahkan        silakan                 -   jaman       zaman 
-   antri         antre                     -     trampil        terampil              -   disyahkan    disahkan
6.  Penggunaan tidak tepat kata ‘di mana’ dan ‘yang mana’ : -          Saya menyukainya di mana sifat-sifatnya sangat baik. (Saya menyukainya karena sifat-sifatnya sangat baik.)
-          Rumah sakit di mana orang-orang mencari kesembuhan harus selalu bersih. (Rumah sakit tempat orang-orang mencari kesembuhan harus selalu bersih.)
-          Manusia membutuhkan makanan yang mana makanan itu harus mengandung zat-zat yang diperlukan oleh tubuh. (Manusia membutuhkan makanan yang mengandung zat-zat yang diperlukan oleh tubuh.)
7.   Penggunaan kata ‘daripada’ yang tidak tepat : -          Seorang daripada pembatunya pulang ke kampung kemarin. (Seorang di antara pembantunya pulang ke kampung kemarin.)
-          Seorang pun tidak ada yang bisa menghindar daripada pengawasannya. (Seorang pun tidak ada yang bisa menghindar dari pengawasannya.)
-          Tendangan daripada Ricky Jakob berhasil mematahkan perlawanan musuh. (Tendangan Ricky Jakob berhasil mematahkan perlawanan musuh.)
8.   Pilihan kata yang tidak tepat : -          Dalam kunjungan itu Presiden Yudhoyono menyempatkan waktu untuk berbincang bincang dengan masyarakat. (Dalam kunjungan itu Presiden Yudhoyono menyempatkan diri untuk berbincang-bincang dengan masyarakat.)
-          Bukunya ada di saya. (Bukunya ada pada saya.)
9. Kalimat ambigu yang dapat menimbulkan salah arti :
-          Usul ini merupakan suatu perkembangan yang menggembirakan untuk memulai pembicaraan damai antara komunis dan pemerintah yang gagal.
Kalimat di atas dapat menimbulkan salah pengertian. Siapa/apa yang gagal? Pemerintahkah atau pembicaraan damai yang pernah dilakukan?
(Usul ini merupakan suatu perkembangan yang menggembirakan untuk memulai kembali pembicaraan damai yang gagal antara pihak komunis dan pihak pemerintah.
-          Sopir Bus Santosa yang Masuk Jurang Melarikan Diri
Judul berita di atas dapat menimbulkan salah pengertian. Siapa/apa yang dimaksud Santosa? Nama sopir atau nama bus? Yang masuk jurang busnya atau sopirnya?
(Bus Santoso Masuk Jurang, Sopirnya Melarikan Diri)
10. Pengulangan kata yang tidak perlu :
-          Dalam setahun ia berhasil menerbitkan 5 judul buku setahun. (Dalam setahun ia berhasil menerbitkan 5 judul buku.)
-          Film ini menceritakan perseteruan antara dua kelompok yang saling menjatuhkan, yaitu perseteruan antara kelompok Tang Peng Liang dan kelompok Khong Guan yang saling menjatuhkan. (Film ini menceritakan perseteruan antara kelompok Tan Peng Liang dan kelompok Khong Guan yang saling menjatuhkan.)
11. Kata ‘kalau’ yang dipakai secara salah :
-          Dokter itu mengatakan kalau penyakit AIDS sangat berbahaya. (Dokter itu mengatakan bahwa penyakit AIDS sangat berbahaya.)
-          Siapa yang dapat memastikan kalau kehidupan anak pasti lebih baik daripada orang tuanya?  (Siapa yang dapat memastikan bahwa kehidupan anak pasti lebih baik daripada orang tuanya?)
Ditulis pada kebahasaan | Di-tag ,  

Menulis Kritik dan Esai Sastra

          Menikmati karya sastra merupakan suatu kegiatan memberikan apresiasi terhadap karya tulis format sastra sebagai karya mulia tentang preferensi hakikat hidup dan kehidupan manusia. Kebiasaan menikmati karya sastra memberikan nilai lebih dalam berbagai wacana, misalnya sosial, religi, kamanusiaan, heroisme, moral, filosofis.
           Sikap apresiasi biasanya berkembang menjadi lebih baik manakala dibarengi dengan semakin bertambahnya referensi khazanah sastra sesorang. Hal ini seirama dengan kebutuhan batiniah yang senantiasa memperkaya wacana humanistik dan moral-filosofi- serta hakikat keilahian. Bersama dengan itu tentulah asumsi, persepsi, dan konsepsi orang yang melakukan hal ini akan semakin mapan dan terbentuk paradigma tertentu, tak luput dari kebiasaan berpemikiran terbuka.
          Manakala kita mempunyai kebiasaan membaca karya sastra yang selalu akan berkembang ke arah lebih baik tentulah semakin memberikan kita kematangan apresiasi seirama dengan referensi bidang ini yang lama kelamaan akan membentuk klasifikasi dan kualitas suatu karya sastra. Bersamaan dengan itu apabila kita sudah mampu memberikan apresiasi yang mengarah ke penentuan kriteria, mulailah kita mampu memberikan kritik terhadap karya tersebut.
          Dalam ilmu sastra kritik merupakan bagian yang dipelajari secara fokus demi membuat analisis dan mengemukakan hasil analisis tersebut. Analisis yang dilakukan terhadap karya sastra yang dimaksud tentu saja dimensinya bertumpu pada hakikat karya sastra, bisa aspek intrinsik, ekstrinsik, ataupun dimensi lain yang amat ditentukan oleh sudut pandang penyusun kritik. Kritik sastra Indonesi tentu saja tak lepas dari sang pelopornya, H.b. Jassin yang diberi gelar “Paus Sastra Indonesia”. Karya beliau dapat dilihat dalam Kesusastraan Indonesia dalam Kritik dan Esai, Analisa Cerpen, dan Tifa Penyair dan Daerahnya.
          Kritik sastra merupakan hasil pengamatan sang kritikus terhadap keunggulan dan kelemahan suatu karya sastra, terutama dari hakikat nilai sastranya. Tentu saja di dalamnya terdapat analisis keunggulan, kelemahan-kekurangan, kebenaran, serta kesalahan yang terdapat dalam karya sastra itu. Yakob Sumardjo (1986: 21) mengatakan bahwa kritik sastra mempunyai tujuan mendorong sastrawan untuk mencapai penciptaan ke tataran lebih baik-tertinggi, di sisi lain bermakna memberikan apresiasi terhadap karya sastra itu secara lebih baik.
          Karakteristik kitik sastra yaitu: 1) bertujuan menilai karya sastra; 2) penilaian berdasarkan kriteria tertentu; mengungkapkan kelebihan dan kekurangan karya sastra tersebut; dan 4) ada kesimpulan penilaian kritikus terhadap karya sastra yang dikritik. Di sisi lain kritik sastra juga mempunyai ciri: 1) penulis terbuka mengemukakan sudut pandang penilaiannya; 2) penulis bersikap objektif dalam memberikan penilaian; 3)  penulis menyertakan bukti-bukti tekstual dari yang dikritik.
         Tulisan esai tentu mempunyai sisi berbeda dengan kritik. Esai merupakan salah satu bentuk karangan seseorang yang dimuat dalam media, hampir sama dengan artikel, namun justru lebih singkat. Selain itu, esai mengungkapkan berbagai persoalan, bisa berbentuk formal atau nonformal. Bentuk formal mengikuti kaidah kebahasaan yang berlaku, sedangkan format nonformal dikemas dalam bahasa gaul percakapan. Kata sapaan saya yang digunakan oleh penulis seringkali memperakrabpenulis dengan pembacanya, sedangkan esai formal cenderung bersifat ragam resmi.
        Dimensi yang menjadi titik pokok esai adalah pandangan atau pendapat pribadi penulis mengenai masalah kesastraan. Tulisan esai mempunyai karakter antara lain di dalamnya terdapat ide-ide-konsep penulis, gagasan tersebut didukung oleh data, penulisan esai mengemukakan masalah yang lebih luas, dan menggunakan pola akademis ilmiah.
          Secara sederhana penulisan esai mengenal beberapa prinsip, yaitu: 1) penulis dapat memilih topik yang akan dibahas sesuai dengan tujuan dan sudut pandang yang dipilihnya; 2) pengungkapan gagasan-pendapat penulis tersebut tidak like or dislike, namun dikemas dalam formulasi ilmiah yang diperkuat dengan data-data; dan 3) logika penulis ditunjang oleh argumentasi dan dasar penalaran yang masuk akal.
Ditulis pada kasastraan | Di-tag , ,  

Periodisasi Sastra Indonesia

Periodisasi sastra adalah pembabakan waktu terhadap perkembangan sastra yang ditandai dengan ciri-ciri tertentu. Maksudnya tiap babak waktu (periode) memiliki ciri tertentu yang berbeda dengan periode yang lain.
1.  Zaman Sastra Melayu Lama
Zaman ini melahirkan karya sastra berupa mantra, syair, pantun, hikayat, dongeng, dan bentuk yang lain.
2.  Zaman Peralihan
Zaman ini dikenal tokoh Abdullah bin Abdulkadir Munsyi. Karyanya dianggap bercorak baru karena tidak lagi berisi tentang istana dan raja-raja, tetapi tentang kehidupan manusia dan masyarakat yang nyata, misalnya Hikayat Abdullah (otobiografi), Syair Perihal Singapura Dimakan Api, Kisah Pelayaran Abdullah ke Negeri Jedah. Pembaharuan yang ia lakukan tidak hanya dalam segi isi, tetapi juga bahasa. Ia tidak lagi menggunakan bahasa Melayu yang kearab-araban.
3.  Zaman Sastra Indonesia Modern
a.  Angkatan Balai Pustaka (Angkatan 20-an)
     Ciri umum angkatan ini adalah tema berkisar tentang konflik adat antara kaum tua dengan kaum muda, kasih tak sampai, dan kawin paksa, bahan ceritanya dari Minangkabau, bahasa yang dipakai adalah bahasa Melayu, bercorak aliran romantik sentimental.
     Tokohnya adalah Marah Rusli (roman Siti Nurbaya), Merari Siregar (roman Azab dan Sengsara), Nur Sutan Iskandar (novel Apa dayaku Karena Aku Seorang Perempuan), Hamka (roman Di Bawah Lindungan Ka’bah), Tulis Sutan Sati (novel Sengsara Membawa Nikmat), Hamidah (novel Kehilangan Mestika), Abdul Muis (roman Salah Asuhan), M Kasim (kumpulan cerpen Teman Duduk)
b.  Angkatan Pujangga Baru (Angkatan 30-an)
Cirinya adalah 1) bahasa yang dipakai adalah bahasa Indonesia modern, 2) temanya tidak hanya tentang adat atau kawin paksa, tetapi mencakup masalah yang kompleks, seperti emansipasi wanita, kehidupan kaum intelek, dan sebagainya, 3) bentuk puisinya adalah puisi bebas, mementingkan keindahan bahasa, dan mulai digemari bentuk baru yang disebut soneta, yaitu puisi dari Italia yang terdiri dari 14 baris, 4) pengaruh barat terasa sekali, terutama dari Angkatan ’80 Belanda, 5)aliran yang dianut adalah romantik idealisme, dan  6) setting yang menonjol adalah masyarakat penjajahan.
Tokohnya adalah STA Syhabana (novel Layar Terkembang, roman Dian Tak Kunjung Padam), Amir Hamzah (kumpulan puisi Nyanyi Sunyi, Buah Rindu, Setanggi Timur), Armin Pane (novel Belenggu), Sanusi Pane (drama Manusia Baru), M. Yamin (drama Ken Arok dan Ken Dedes), Rustam Efendi (drama Bebasari), Y.E. Tatengkeng (kumpulan puisi Rindu Dendam), Hamka (roman Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck).
c.   Angkatan ’45
Ciri umumnya adalah bentuk prosa maupun puisinya lebih bebas, prosanya bercorak realisme, puisinya bercorak ekspresionisme, tema dan setting yang menonjol adalah revolusi, lebih mementingkan isi daripada keindahan bahasa, dan jarang menghasilkan roman seperti angkatan sebelumnya.
Tokohnya Chairil Anwar (kumpulan puisi Deru Capur Debu, kumpulan puisi bersama Rivai Apin dan Asrul Sani Tiga Menguak Takdir), Achdiat Kartamiharja (novel Atheis), Idrus (novel Surabaya, Aki), Mochtar Lubis (kumpulan drama Sedih dan Gembira), Pramoedya Ananta Toer (novel Keluarga Gerilya), Utuy Tatang Sontani (novel sejarah Tambera)
d.  Angkatan ’66
Ciri umumnya adalah tema yang menonjol adalah protes sosial dan politik, menggunakan kalimat-kalimat panjang mendekati bentuk prosa.
Tokohnya adalah W.S. Rendra (kumpulan puisi Blues untuk Bonnie, kumpulan puisi Ballada Orang-Orang Tercinta), Taufiq Ismail (kumpulan puisi Tirani, kumpulan puisi Benteng), N.H. Dini (novel Pada Sebuah Kapal), A.A. Navis (novel Kemarau), Toha Mohtar (novel Pulang), Mangunwijaya (novel Burung-burung Manyar), Iwan Simatupang (novel Ziarah), Mochtar Lubis (novel Harimau-Harimau), Mariannge Katoppo (novel Raumannen).
Ditulis pada kasastraan | Di-tag ,  

Menyusun Karya Ilmiah

Pengertian
Karya ilmiah adalah tulisan atau karangan yang disusun secara sistematis dan logis. Karya ilmiah menyajikan masalah-masalah yang objektif. Karya ilmiah mengutamakan aspek rasionalitas. Objektivitas dan kelengkapan data merupakan sesuatu yang sangat penting.
          Karya ilmiah memerlukan kelugasan dalam pembahasannya. Karya ilmiah menghindari penggunaan kata dan kalimat yang bermakna ganda. Ragam bahasa yang digunakan dalam karangan ilmiah haruslah lugas. Makna yang terkandung dalam kata-katanya harus diungkapkan secara eksplisit guna mencegah timbulnya pemberian makna yang lain.
Berdasarkan uraian di atas, karya ilmiah memiliki ciri-ciri sebagai berikut.
  1. mengungkapkan suatu permasalahan secara logis, fakta yang tepercaya, serta analisis yang objektif.
  2. pendapat-pendapat yang dikemukakan berdasarkan fakta dan tidak berdasarkan imajinasi, perasaan, atau pendapat yang bersifat subjektif.
  3. ragam bahasa yang digunakan bersifat lugas.
    1. Menggunakan kalimat secara efektif
    2. Menghindari kalimat yang bermakna ganda (ambigu)
    3. Menghindari penggunaan kata konotatif
SISTEMATIKA KARYA ILMIAH
Karya ilmiah disusun berdasarkan sistematika tersendiri. Secara umum, sistematika karya ilmiah adalah sebagai berikut.
Bagian Awal
1.  Sampul
2.  Halaman Judul
3.  Halaman Persetujuan/pengesahan
4.  Abstrak
5.  Kata Pengantar
6.  Daftar Isi
7.  Daftar Tabel (bila ada)
8.  Daftar Gambar (bila ada)
Bagian Inti
BAB I PENDAHULUAN
  1. latar belakang masalah
  2. perumusan masalah
  3. tujuan penelitian
  4. metode penelitian
  5. manfaat penelitian
BAB II KAJIAN TEORI
BAB III PEMBAHASAN
BAB IV PENUTUP
  1. kesimpulan
  2. saran
Bagian Akhir
  1. daftar pustaka
  2. lampiran-lampiran (bila ada)
  3. riwayat singkat penulis (bila perlu)
Penjelasan
1. halaman sampul
Memuat judul karya ilmiah, jenis karya ilmiah, disusun dalam rangka apa, nama penyusun, logo, nama lembaga, dan tahun pembuatan
  1. halaman judul sama dengan halaman sampul, tetapi tanpa logo
  2. memuat tanggal persetujuan, serta nama dan tanda tangan pembimbing dan penguji
  3. abstrak berisi deskripsi singkat tentang karya ilmiah (tidak lebih dari 1 halaman dengan spasi 1)
  4. kata pengantar memuat ucapan syukur, judul karya tulis, tujuan penyusunan karya tulis, ucapan terima kasih, permohonan maaf, kritik, saran, dan harapan
  5. latar belakang masalah berisi gambaran umum tentang permasalahan yang akan dibahas serta alasan penulis mengangkat masalah tersebut
  6. perumusan masalah disusun dalam bentuk kalimat tanya
  7. tujuan penelitian merupakan jawaban dari perumusan masalah (gambaran khusus/spesifik)
  8. metode penelitian merupakan langkah yang dilakukan penulis dalam menyusun karya ilmiah tersebut
  9. manfaat penelitian memberikan gambaran yang jelas dan realistis mengenai kegunaan atau manfaat hasil pemecahan masalah
Lain-lain
1.  kertas yang digunakan adalah HVS ukuran A4
2.  batas margin atas 4 cm, kiri 4cm, kanan 3 cm, bawah 3 cm
3.  spasi yang digunakan adalah 2 spasi (kecuali untuk kutipan langsung yang lebih dari 4 baris)
4.  ukuran huruf standar arial atau times new roman font 12
5.  penomoran halaman, untuk halaman yang memuat judul bab nomor halaman terletak di bagian bawah tengah. Sedangkan untuk halaman tanpa judul bab nomor halaman terletak di sudut kanan atas
Ditulis pada kebahasaan | Di-tag ,

Menulis Puisi

menulisA. Pengertian Puisi
            Puisi adalah salah satu bentuk karya sastra yang diungkapkan dengan menggunakan bahasa yang padat, dan bermakna kias. Puisi merupakan hasil ungkapan perasaan penyair yang dituangkan melalui kata-kata/bahasa yang sengaja dipilih penyair.
 B. Ciri Puisi
  • Puisi memiliki bahasa yang padat, bermakna konotatif, bersifat sugestif, ekspresif, asosiatif, dan magis.
  • Dari segi bentuk, puisi seringkali tersusun berupa larik-larik dan bait-bait.
  • Puisi seringkali mementingkan rima/bunyi.
C. Unsur-unsur puisi
Unsur pembangun puisi terdiri atas
  • Struktur fisik (diksi, pengimajian, majas, tipografi)
  • Struktur batin (tema, amanat, nada, perasaan)
D. Manfaat menulis puisi
  • Sebagai alat pengungkapan diri,
  • Sebagai alat untuk memahami secara lebih jelas dan mendalam ide-ide yang ditulisnya,
  • Sebagai alat untuk meningkatkan kesadaran diri terhadap lingkungan,
  • Sebagai alat untuk melibatkan diri secara aktif dalam kegiatan bersastra,
  • Sebagai alat untuk mengembangkan kemampuan dan keterampilan menggunakan bahasa sebagai media komunikasi,
  • Meningkatkan inisiatif penulis
E. Langkah-langkah Penulisan Puisi
1. Menentukan tema
            Penentuan/pencarian ide untuk menulis sebuah puisi merupakan tahap persiapan dan usaha. Ketika hati seseorang tergerak untuk menulis puisi maka ia harus berusaha mencari ide yang akan dituangkan dalam puisinya. Yang namanya ide selalu datang dengan tiba-tiba. Ide ini dapat berkaitan dengan masalah sosial, keagamaan, kesedihan, dan lain-lain. Bagi orang yang sudah terbiasa menulis puisi, ide yang akan ditulis dalam puisi biasanya muncul secara tiba-tiba ketika melihat atau mengamati lingkungan sekitarnya. Ide puisi dapat juga dicari secara sengaja dari lingkungan sekitar kita, terutama bagi mereka yang baru berlatih. Informasi dan pengalamanpun harus dikumpulkan untuk menguatkan ide yang ditemukan.
 2. Mengendapkan ide.
Setelah ide diperoleh, penulis harus berjuang untuk mewujudkannya dalam bentuk puisi. Pada tahap ini, penulis memerlukan perenungan untuk mengolah dan memperkaya ide yang didapat dengan pengalaman batin. Misalnya, untuk menulis puisi anak penjual koran, Anda dapat merenung bagaimana jika Anda yang menjadi penjual koran itu.
 3. Mewujudkan ide menjadi puisi
            Untuk mewujudkan ide menjadi sebuah puisi dibutuhkan keterampilan berbahasa karena bahasalah yang Anda gunakan sebagai media ekspresi. Anda harus bergelut dan bergulat dengan kata-kata. Kreativitas Anda untuk memilih diksi dan majas ditantang pada tahap ini. Anda harus mampu menemukan kata-kata yang tepat untuk mengekspresikan puisi Anda. Keindahan puisi Anda dapat terlihat dari tepat tidaknya Anda memilih, menjalin, dan menggunakan kata-kata pada tempatnya yang wajar. Semakin sering Anda menulis puisi, Anda akan semakin terampil mengekspresikan puisi dalam bahasa yang indah (estetis).
Contoh pilihan kata dan majas:
a. pita hitam (belasungkawa)
b. dewi malam (bulan)
c. aku ini binatang jalang (orang yang bebas, tidak mau terikat)
d. mau hidup seribu tahun lagi (tak ingin mati)
4. Mengevaluasi hasil tulisan
            Setelah Anda selesai menulis puisi, Anda dapat melakukan penilaian secara kritis terhadap puisi yang telah Anda buat. Bila perlu, puisi tersebut dapat dimodifikasi, direvisi, ditambah, atau dihilangkan bagian-bagian yang tidak sesuai. Evaluasi juga dapat dilakukan dengan membandingkan puisi Anda dengan puisi orang lain. Selain itu juga mendiskusikan puisi Anda dengan orang lain untuk mendapatkan masukan bagi penyempurnaan karya tersebut.
 Membaca langkah-langkah penulisan puisi di atas, tampaknya bukan hal sulit untuk menulis sebuah puisi. Oleh karena itu, Anda harus segera mencoba menulis puisi. Jangan ragu untuk memulai. Yang penting sebagai penulis pemula Anda dapat membangun sebuah makna yang utuh dalam puisi yang Anda buat, walau di sana sini ada beberapa hal yang perlu dibenahi. Selamat mencoba.
Ditulis pada kasastraan | Di-tag ,  

Proses Penyerapan Istilah dalam Bahasa Indonesia

Perbendaharaan bahasa Indonesia diperkaya oleh kata serapan dari berbagai bahasa asing, misalnya dari bahasa Inggris, Jerman, Belanda, Prancis, dan Arab. Kata-kata serapan itu masuk ke dalam bahasa Indonesia melalui empat cara yang lazim ditempuh, yaitu adopsi, adaptasi, penerjemahan, dan kreasi.
Cara adopsi terjadi apabila pemakai bahasa mengambil bentuk dan makna kata asing yang diserap secara keseluruhan. Kata supermarket, plaza, mall, hotdog merupakan contoh cara penyerapan adopsi.
Cara adaptasi terjadi apabila pemakai bahasa hanya mengambil makna kata asing yang diserap dan ejaan atau cara penulisannya disesuaikan ejaan bahasa Indonesia. Kata-kata seperti pluralisasi, akseptabilitas, maksimal, dan kado merupakan contoh kata serapan adaptasi. Kata-kata tersebut mengalami perubahan ejaan dari bahasa asalnya (pluralization dan acceptability dari bahasa Inggris, maximaal dari bahasa Belanda, serta cadeu dari bahasa Prancis). Pedoman pengadaptasiannya adalah Pedoman Penulisan Istilah dan Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan yang dikeluarkan oleh Pusat Bahasa, Departemen Pendidikan Nasional.
Cara Penerjemahan terjadi apabila pemakai bahasa mengambil konsep yang terkandung dalam kata bahasa asing kemudian mencari padanannya dalam bahasa Indonesia. Kata-kata seperti tumpang-tindih, percepatan, proyek rintisan, dan uji coba adalah kata-kata yang lahir karena proses penerjemahan dari bahasa Inggris overlap, acceleration, pilot project, dan try out. Penerjemahan istilah asing memiliki beberapa keuntungan. Selain memperkaya kosakata bahasa Indonesia dengan sinonim, istilah hasil terjemahan juga meningkatkan daya ungkap bahasa Indonesia. Dalam pembentukan istilah lewat penerjemahan perlu diperhatikan pedoman berikut.
a.  Penerjemahan tidak harus berasas satu kata diterjemahkan satu kata.
     Misalnya:
     psychologist              →  ahli psikologi
     medical practitioner →  dokter
b. Istilah asing dalam bentuk positif diterjemahkan ke dalam istilah Indonesia bentuk positif,
    sedangkan istilah dalam bentuk negatif diterjemahkan ke dalam istilah Indonesia bentuk negatif pula.
    Misalnya:
    inorganic       → takorganik
    bound form    → bentuk terikat
c. Kelas kata istilah asing dalam penerjemahan sedapat-dapatnya dipertahankan pada istilah terjemahannya.
    Misalnya:
    merger (nomina)          →  gabung usaha
    transparent (adjektiva) → bening (adjektiva)
d. Dalam penerjemahan istilah asing dengan bentuk plural, pemarkah kejamakannya ditinggalkan pada istilah Indonesia.
    Misalnya:
    master of ceremonies → pengatur acara
    charge d’affaires → kuasa usaha
Cara kreasi terjadi apabila pemakai bahasa hanya mengambil konsep dasar yang ada dalam bahasa sumbernya kemudian mencari padanannya dalam bahasa Indonesia. Meskipun sekilas mirip perjemahan, cara terakhir ini memiliki perbedaan. Cara kreasi tidak menuntut fisik yang mirip seperti pada penerjemahan. Kata yang dalam bahasa aslinya ditulis dua atau tiga kata dalam bahasa Indonesianya boleh hanya satu kata saja atau sebaliknya, misalnya:
effective     → berhasil guna 
shuttle        → ulang alik
spare parts → suku cadang
Bentuk-bentuk serapan dari bahasa asing yang lain adalah dari bahasa Belanda, bahasa Sanskerta, bahasa Latin, dan bahasa Arab.
Contoh serapan dari bahasa Belanda:
paal-pal                                   octaaf-oktaf
riem-rim                                  politiek-politik
Contoh serapan dari bahasa Sanskerta:
catur-caturwarga               caturwarga
sapta-saptamarga            saptamarga
dasa-dasawarsa               dasawarsa
Contoh serapan dari bahasa Arab:
Jihad, mujahidin, tawakal, kotbah, halal bi halal
Penulisan yang benar (yang tebal)
khalal-halal                     khusus-kusus
tawaqal-tawakal               akir-akhir    

realisir atau realisasi? 


Apakah bedanya ‘realisir’ dan ‘realisasi’? Kata ‘realisasi’ menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia(KBBI) artinya 1. proses menjadikan nyata; perwujudan; 2. cak wujud; kenyataan; pelaksanaan yg nyata; me·re·a·li·sa·si v melakukan (mengusahakan, melaksanakan) perwujudan.
Anehnya kata ‘realisir’ tidak terdapat di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia(KBBI). Apakah itu berarti bahwa kata ‘realisir’ bukan termasuk bahasa Indonesia? Padahal jika kita menggunakan kamus Indonesia -Inggris di http://kamus.orisinil.com/ kata realisir memiliki terjemahan bahasa Inggris dan diterjemahkan sebagai bring something about.
Jadi jelas kedua kata tersebut – ‘realisir’ dan ‘realisasi’ – memiliki makna dan konteks yang sama sehingga sering digunakan secara berganti-ganti.
Perbedaannya terletak pada kebakuan. Realisasi adalah bentuk bahasa Indonesia baku, sedangkan realisir adalah bentuk tidak bakunya. Realisasi dianggap bentuk baku karena realisasi adalah kata bahasa Indonesia yang diserap dari kata benda bahasa Belanda realisatie. Kata asing yang mengandung -tie dari bahasa Belanda, ketika diserap ke dalam bahasa Indonesia berubah menjadi -sasi. Contoh lainnya adalah organisatie menjadi organisasi; politie menjadi polisi dan socializatiie menjadi sosialisasi.
Oleh karena itu, muncul juga realisir di samping realisasi. Kata ‘realisir‘ juga berasal dari kata kerja bahasa Belanda ‘realiseren‘. Sama kasusnya dengan “organisir, netralisir, koordinir, dll.” yang berasal dari “organiseren, netraliseren, koordineren“.
Yang dibakukan dalam bahasa Indonesia hanya bentuk kata benda yang juga dipakai – dengan awalan meN- sebagai kata kerja.
Sekarang Pusat Bahasa sudah menonbakukan yang semua kata berakhiran -ir itu. Itu sebabnya kata-kata di atas tidak ada lagi di KBBI. Harian resmi seprti Kompas dan Tempo pun tidak lagi menggunakan kata-kata yang berakhiran -ir.

Memerankan Drama

Memerankan drama berarti mengaktualisasikan segala hal yang terdapat di dalam naskah drama ke dalam lakon drama di atas pentas. Aktivitas yang menonjol dalam memerankan drama ialah dialog antartokoh, monolog, ekspresi mimik, gerak anggota badan, dan perpindahan letak pemain.
Pada saat melakukan dialog ataupun monolog, aspek-aspek suprasegmental (lafal, intonasi, nada atau tekanan dan mimik) mempunyai peranan sangat penting. Lafal yang jelas, intonasi yang tepat, dan nada atau tekanan yang mendukung penyampaian isi/pesan.
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam memerankan drama.
1. Membaca dan Memahami Teks Drama
Sebelum memerankan drama, kegiatan awal yang perlu kita lakukan ialah membaca dan memahami teks drama. Teks drama adalah karangan atau tulisan yang berisi nama-nama tokoh, dialog yang diucapkan, latar panggung yang dibutuhkan, dan pelengkap lainnya (kostum, lighting, dan musik pengiring). Dalam teks drama, yang diutamakan ialah tingkah laku (acting) dan dialog (percakapan antartokoh) sehingga penonton memahami isi cerita yang dipentaskan secara keseluruhan. Oleh karena itu, kegiatan membaca teks drama dilakukan sampai dikuasainya naskah drama yang akan diperankan.
Dalam teks drama yang perlu dipahami ialah pesan-pesan dan nilai-nilai yang dibawakan oleh pemain. Dalam membawakan pesan dan nilai-nilai itu, pemain akan terlibat dalam konflik atau pertentangan. Jadi, yang perlu dibaca dan pahami ialah rangkaian peristiwa yang membangun cerita dan konflik-konflik yang menyertainya.
2. Menghayati Watak Tokoh yang akan Diperankan
Sebelum memerankan sebuah drama, kita perlu menghayati watak tokoh. Apa yang perlu kita lakukan untuk menghayati tokoh? Watak tokoh dapat diidentifikasi melaui (1) narasi pengarang, (2) dialog-dialog  dalam teks drama, (3) komentar atau ucapan tokoh lain terhadap tokoh tertentu, dan (4) latar yang mengungkapkan watak tokoh.
Melalui menghayati yang sungguh-sungguh, kamu dapat memerankan tokoh tertentu dengan baik. Watak seorang tokoh dapat diekspresikan melalui cara sang tokoh memikirkan dan merasakan, bertutur kata, dan bertingkah laku, seperti dalam kehidupan sehari-hari di masyarakat. Artinya, watak seorang tokoh bisa dihayati mulai dari cara sang tokoh  memikirkan dan merasakan sesuatu, cara tokoh bertutur kata dengan tokoh lainnya, dan cara tokoh bertingkah laku.
Hal yang paling penting dalam memerankan drama adalah dialog. Oleh karena itu, seorang pemain harus mampu:
1.   Mengucapkan dialog dengan lafal yang jelas.
Seorang pemain dikatakan mampu bertutur dengan jelas apabila setiap suku kata yang diucapkannya dapat terdengar jelas oleh penonton sampai deretan paling belakang. Selain jelas, pemain harus mampu mengucapkan dialog secara wajar. Perasaan dari masing-masing pemain pun harus bisa ditangkap oleh penonton.
2.   Membaca dialog dengan memperhatikan kecukupan volume suara.
Seorang pemain harus bisa menghasilkan suara yang cukup keras. Ketika membaca dialog, suara pemain harus bisa memenuhi ruangan yang dipakai untuk pementasan. Suara pemain tidak hanya bisa didengar ketika panggung dalam keadaan sepi, juga ketika ada penonton yang berisik.
3.   Membaca dialog dengan tekanan yang tepat.
Kalimat mengandung pikiran dan perasaan. Kedua hal ini dapat ditangkap oleh orang lain bila pembicara (pemain) menggunakan tekanan secara benar. Tekanan dapat menunjukkan bagian-bagian kalimat yang ingin ditonjolkan.
Ada 3 macam tekanan yang biasa digunakan dalam melisankan naskan drama:
1. tekanan dinamik
yaitu tekanan yang diberikan terhadap kata atau kelompok kata tertentu dalam kalimat, sehingga kata atau kelompok kata tersebut terdengar lebih menonjol dari kata-kata yang lain. Misalnya, ”Engkau boleh pergi. Tapi, tanggalkan bajumu sebagai jaminan!”  (kata yang dicetak miring menunjukkan penekanan dalam ucapan).
2. tekanan tempo
yaitu tekanan pada kata atau kelompok kata tertentu dengan jalan memperlambat pengucapannya. Kata yang mendapat tekanan tempo diucapkan seperti mengeja suku katanya. Misalnya, ”Engkau boleh pergi. Tapi, tang-gal-kan ba-ju-mu sebagai jaminan!” Pengucapan kelompok kata dengan cara memperlambat seperti itu merupakan salah satu cara menarik perhatian untuk menonjolkan bagian yang dimaksud.
3. tekanan nada
yaitu nada lagu yang diucapkan secara berbeda-beda untuk menunjukkan perbedaan keseriusan orang yang mengucapkannya. Misalnya, ”Engkau boleh pergi. Tapi, tanggalkan bajumu sebagai jaminan!” bisa diucapkan dengan tekanan nada yang menunjukkan ”keseriusan” atau ”ancaman” jika diucapkan secara tegas mantap. Akan tetapi, kalimat tersebut bisa juga diucapkan dengan nada bergurau jika pengucapannya disertai dengan senyum dengan nada yang ramah.
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam menyampaikan dialog drama adalah:
  1. penggunaan bahasa, baik secara pelafalan maupun intonasi, harus relevan. Logat yang diucapkan hendaknya disesuaikan dengan asal suku atau daerah, usia, atau status sosial tokoh yang diperankan.
  2. Ekspresi tubuh dan mimik muka harus disesuaikan dengan dialog. Bila dialog menyatakan kemarahan, maka ekspresi tubuh dan mimik pun harus menunjukkan rasa marah.
  3. Untuk lebih menghidupkan suasana dan menjadikan dialog lebih wajar dan alamiah, para pemain dapat melakukan improvisasi di luar naskah.
Memahami Teknik Bermain Drama
Teknik bermain (akting) merupakan unsur penting dalam seni peran. Berikut ini hal-hal yang sangat mendasar berkaitan dengan teknik bermain drama.
1. Teknik Muncul
Teknik muncul adalah cara seorang pemain tampil pertama kali ke pentas yaitu saat masuk ke panggung telah ada tokoh lain, atau ia masuk bersama tokoh lain. Tentu, setelah muncul, pemain harus menyesuaikan diri dengan suasana perasaan adegan yang sudah tercipta di atas pentas. Kehadiran seorang tokoh harus mendukung perkembangan alur, suasana, dan perwatakan yang sudah tercipta atau dibangun.
2. Teknik Memberi Isi
Kalimat ”Engkau harus pergi!” mempunyai banyak nuansa. Ucapan tulus mengungkap keikhlasan atau simpati, sedangkan ucapan kejengkelan atau kemarahan tentu bernada lain. Nuansa tercipta melalui tekanan ucapan yang telah dijelaskan di muka (tekanan dinamik, tekanan nada, dan tekanan tempo).
3. Teknik Pengembangan
Teknik pengembangan berkait dengan daya kreativitas pemeran, sutradara, dan bagian estetis. Dengan pengembangan, sebuah naskah akan menjadi tontonan memikat. Bagi pemain, pengembangan dapat ditempuh dengan beberapa cara, diantaranya:
a. Pengucapan
Pengembangan pengucapan dapat ditempuh dengan menaikkan – menurunkan volume dan nada. Dengan demikian setiap kata, frase, atau kalimat dalam dialog diucapkan dengan penuh kesadaran. Artinya, setiap pemain sadar kapan harus mengucap dengan keras-cepat-tinggi atau lembut-lambat-rendah.
b. Gesture
Pengembangan gesture dapat dicapai dengan lima cara. Setiap cara, tentu saja, tidak dapat dipisah-pisahkan sebab saling melengkapi dan menyempurnakan.
(1) Menaikkan posisi tubuh
Menaikkan posisi tubuh berarti ada gerakan baik dari menunduk-menengadah, tangan terkulai menjadi teracung, berbaring-duduk-berdiri, atau berdiri di lantai-kursi-meja.
(2) Berpaling
Berpaling mempunyai arti yang spesifik dalam pengembangan dialog: tubuh atau kepala. Perhatikan dialog berikut ini dan tentukan pada bagian mana kita harus berpaling.
Aku iri denganmu. Kadang-kadang aku berpikir untuk keluar saja, lalu buka bengkel juga. Tidak ada hierarki. Tidak ada rapat-rapat panjang.”
(3) Berpindah tempat
Berpindah tempat dapat terjadi dari kiri-kanan, depan-belakang, bawah-atas. Tentu, harus ada alasan yang kuat mengapa harus berpindah
(4) Gerakan
Gerakan anggota tubuh: melambai, ,mengembangkan jari-jari, mengepal, menghentakkan kaki, atau gerakan lain seturut dengan luapan emosi. Ada tiga kategori melakukan gerakan: a) gerakan dilakukan bersamaan dengan pengucapan kata, b) gerakan dilakukan sebelum kata diucapkan, c) gerakan dilakukan sesudah kata diucapkan.
(5) Mimik
Perubahan wajah atau mimik mencerminkan perkembangan emosi. Tanpa penghayatan dan penjiwaan tidak mungkinlah timbul dorongan dari dalam atau perasaan-perasaan. Justru perasaan inilah yang mendasari raut wajah.
4. Menciptakan Peran
Tentu saja untuk menciptakan peran, pemain harus sadar bahwa ia sedang ”memerankan sebagai……..” Artinya, seluruh sifat, watak, emosi, pemikiran yang dihadirkan adalah sifat, watak, emosi, dan pemikiran ”tokoh yang diperankan”. Dengan demikian, seorang pemain harus berkemampuan menciptakan peran dalam sebuah pertunjukan.
Hal-hal berikut dapat membantu untuk menciptakan peran:
  1. kumpulkan tindakan-tindakan pokok yang harus dilakukan oleh pemeran dalam pementasan
  2. kumpulkan sifat-sifat tokoh, termasuk sifat yang paling menonjol
  3. carilah ucapan atau dialog tokoh yang memperkuat karakternya
  4. ciptakan gerakan mimik atau gesture yang mampu mengekspresikan watak tokoh
  5. ciptakan intonasi yang sesuai dengan karakter tokoh
  6. rancanglah garis permainan tokoh untuk mlihat perubahan dan perkembangan karakter tokoh
  7. ciptakan blocking dan internalisasi dalam diri sehingga yang berperilaku adalah tokoh yang diperankan.
….disarikan dari berbagai sumber….
Ditulis pada kasastraan | Di-tag , , , , | 

Menyusun Naskah Drama

Drama adalah ragam sastra dalam bentuk dialog yang dimaksudkan untuk dipertunjukkan di atas pentas. Salah satu komponen yang diperlukan untuk mementaskan sebuah drama adalah  naskah drama. Naskah drama berisi cerita yang disusun dalam bentuk dialog. Naskah drama biasanya mengandung beberapa unsur pokok, seperti pelaku (tokoh), dialog (percakapan), dan keterangan (latar, kostum, aksesoris), serta keterangan lakuan (akting).
Perhatikan contoh kutipan naskah drama berikut!
DAG DIG DUG
(Putu Wijaya)
BABAK I
Sebuah ruang besar yang kosong. Meskipun di tengah-tengah ada sebuah meja marmar kecil tinggi diapit dua kursi antik berkaki tinggi, berlengan membundar, berpantat lebar. Di sini sepasang suami istri pensiunan yang hidup dari uang indekosan menerima kabar seseorang telah meninggal di sana. Dalam surat dijelaskan akan datang utusan yang akan menjelaskan hal tersebut lebih lanjut. Pada hari yang dijanjikan keduanya menunggu.
Masih pagi.
Suami    : Siapa?
Istri         : Lupa lagi?
Suami    : Tadi malam hapal. Siapa?
Istri         : Ingat-ingat dulu!
Suami    : Lupa, bagaimana ingat?
Istri         : Coba, coba! Nanti diberi tahu lupa lagi. Jangan biasakan otak manja.
Suami    : Cha….Chai….Chairul….Ka, Ka…ah sedikit lagi (berusaha mengingat-ingat)
Istri         : (tak sabar) Kairul Umam!
Suami    : Ah? Kairul Umam? Ka? Bukan Cha? Kok lain?
Istri         : Kairul Umam! Kairul Umam! Kairul Umam! Ingat baik-baik!
Suami    : Semalam laim.
Istri         : Kok ngotot!
Suami    : Semalam enak diucapkan, Cha, Cha….begitu. Sekarang kok, Ka, Ka…..siapa?
Istri         : KAIRUL UMAM!
Suami    : Kok Kairul, Cha!
Istri         : Chairul Umam!
Suami    : Semalam rasanya. Jangan-jangan keliru. Coba lihat suratnya lagi.
Istri         : Kok ngotot. Ni lihat. (Menyerahkan surat)
Suami    : (memasang kaca mata, – membaca sambil lalu) ….dengan ini kami kabarkan…ya, jangan terkejut….diluar dugaan, barangkali….kami harap….dengan ini kami kabarkan….ya, jangan terkejut…..diluar dugaan lho….dengan ini kami kabarkan….
Istri         : (mengambil kaca dan mendekatkan mukanya) Ini apa!
Suami    : O, ya! Chairul, Chairul….ini U atau N.
Istri         : U!
Suami    : Ini?
Istri         : M!
Suami    : Ini?
Istri         : A. Ini M!
Suami    : Seperti tulisan dokter.
Istri         : Sekarang siapa yang betul?
Suami    : Jadi betul Chairul Umam, bukan KHA – irul Umam!
Penjelasan:
  1. Paragraf awal menunjukkan keterangan latar (setting), petunjuk panggung, aksesoris, kostum, dan sebagainya. Kadang-kadang ditulis dengan huruf kapital.
  2. Tulisan (kata atau kalimat) yang dicetak miring dan terdapat dalam tanda kurung merupakan keterangan lakuan (akting) untuk diperagakan pelaku.
Ada beberapa unsur yang harus diperhatikan dalam menyusun naskah drama:
1.   Babak
Babak merupakan bagian naskah yang merangkum semua peristiwa yang terjadi dalam satu kesatuan waktu – tempat – peristiwa. Setiap babak terbagi atas adegan-adegan. Babak disusun berdasarkan pertimbangan pementasan, terutama menyangkut latar/setting karena sebuah bagian dalam cerita drama dapat terjadi pada waktu dan tempat yang berlainan dengan bagian lainnya. Melalui pengalihan babak, penonton akan diberitahu bahwa bagian cerita yang disaksikannya berada dalam waktu dan tempat yang berbeda dengan bagian terdahulu. Babak ditandai dengan dekorasi tertentu.
2.   Adegan
Adegan merupakan bagian dari babak yang ditandai dengan pergantian formasi/posisi pemain di atas pentas. Batasnya ditentukan oleh datang dan perginya seorang atau lebih tokoh di atas pentas.
3.   Dialog
Dialog yaitu percakapan antara tokoh satu dengan tokoh lainnya yang menjadi pusat tumpuan berbagai unsur struktur drama.
4.   Petunjuk lakuan
Petunjuk lakuan berisi penjelasan kepada pembaca dan awak pementasan (sutradara, pemeran, penata seni, dsb.) mengenai keadaan, suasana, peristiwa, atau perbuatan tokoh, an unsur-unsur cerita lainnya.
5.   Prolog
Prolog adalah bagian naskah drama yang ditempatkan pada bagian awal drama. Prolog berfungsi sebagai pengantar yang mengungkap keterangan tentang cerita yang akan disajikan.
6.   Epilog
Epilog adalah bagian akhir naskah drama yang berisi kesimpulan pengarang mengenai cerita, nasihat, pesan moral (etika). Epilog bukanlah unsur yang harus ada dalam naskah drama.
7.   Tema
Tema merupakan ’sesuatu’ yang disampaikan. ’Sesuatu’ yang ingin disampaikan pengarang itu terurai dalam seluruh unsur drama. Tema menjiwai seluruh bagian drama: babak, adegan, dialog, tokoh, bahasa. ’Sesuatu’ itu pula yang ingin disampaikan pengarang kepada penikmat/penonton drama.
8.   Penokohan
Sifat dan kedudukan tokoh dalam drama bermacam-macam. Setiap tokoh menghadirkan karakter masing-masing. Watak tokoh bukan saja merupakan pendorong terjadinya peristiwa. Oleh karena itu, setiap tokoh mengemban tujuan yang penting dalam pengembangan alur cerita.
9.   Alur
Alur adalah rangkaian peristiwa yang dihubungkan dengan hukum sebab akibat. Artinya, peristiwa-peristiwa pertama menyebabkan peristiwa kedua, peristiwa kedua meyebabkan peristiwa ketiga, dan seterusnya. Fungsi utama alur adalah mengungkap gagasan, membimbing, dan mengarahkan perhatian.
10. Bahasa
Unsur yang tidak kalah pentingnya dalam penulisan naskah drama adalah bahasa. Bahasa selalu menggerakkan tokoh dan mencipta suasana. Melalui bahasa yang diucapkan tokoh-tokohnya, kita dapat memahami waktu, tempat, keadaan, masalah. Melalui bahasa pula kita mengenal latar belakang setiap tokoh yang dideskripsikannya.
11. Solilokui (monolog/senandika)
Solilokui adalah ungkapan pikiran seorang tokoh yang diungkapkan dalam bentuk percakapan pada diri sendiri.
12. Aside
Aside adalah bagian dari naskah drama yang diucapkan seorang pemain kepada penonton dengan anggapan tokoh lain tidak mendengarnya.
Untuk menyusun sebuah naskan drama dapat digali dari pengalaman-pengalaman. Pengalaman tersebut dikisahkan kembali dengan mengingat pokok-pokok peristiwa yang terjadi, masalah yang dihadapi para tokoh, serta watak dan peran setiap tokoh dalam peristiwa tersebut. Urutan peristiwa yang tersusun digunakan sebagai kerangka penulisan naskah drama yang dijabarkan melalui dialog yang diucapkan para tokoh.
Dalam menulis naskah drama harus bersumber pada kehidupan dan watak manusia. Secara garis besar, untuk menulis naskah drama dapat mengikuti langkah-langkah berikut.
  1. Menyusun cerita
  2. Menjabarkan cerita itu menjadi rentetan peristiwa/garis lakon/alur, yang tersusun menjadi eksposisi, komplikasi, klimaks, antiklimaks, dan resolusi.
  3. Rentetan peristiwa itu harus menonjol ke arah sebuah konflik sampai mencapai klimaks. Menulis drama tanpa mengandung konflik akan menjadi hambar dan monoton.
  4. Menentukan jenis-jenis karakter serta penerapannya lewat gerak dan dialog. Konflik sebagai jiwa sebuah drama, berkembang karena pertentangan karakter protagonis melawan antagonis.
  5. Menyusun naskah dalam bentuk dialog yang efektif. Dalam penyusunannya dapat didekati dari tiga hal, yaitu:
    1. segi teknis, yaitu setiap dialog di sampingnya diberi catatan yang jelas (keluar, masuk, musik, dan juga perlu diberi angka untuk mempermudah koreksi)
    2. segi estetis, yaitu dialognya harus indah, komunikatif, memikat, dan memperhatikan kontinuitas
    3. segi literer, yaitu dialognya dapat menggunakan bahasa konotasi

Drama

PENGERTIAN
Drama berasal dari bahasa Yunani draomai, yang berarti ‘berbuat’ , ‘bertindak’, atau ‘beraksi’. Drama merupakan tiruan kehidupan yang manusia yang diproyeksikan di atas pentas. Drama disebut juga sandiwara. Kata ini berasal dari bahasa Jawa, yaitu ‘sandi’ yang berarti ‘tersembunyi’ dan ‘warah’ yang berarti ‘ajaran’. Dengan demikian, sandiwara berarti ajaran yang tersembunyi dalam tingkah laku dan percakapan.
Drama dalam arti luas adalah suatu bentuk kesenian yang mempertunjukkan sifat atau budi pekerti manusia dengan gerak dan percakapan di atas pentas atau panggung. Drama merupakan bentuk seni yang bertujuan menggambarkan kehidupan dengan menyampaikan pertikaian dan emosi melalui lakuan dan dialog. Dengan melihat drama, penonton seolah-olah melihat kehidupan dan kejadian dalam masyarakat. Hal ini karena drama merupakan potret kehidupan manusia.
Drama mencakup 2 bidang seni, yaitu seni sastra  (untuk  naskah drama) dan seni peran/pentas (pementasan). Sebuah naskah drama akan menjadi lengkap/ utuh ketika dipentaskan.
UNSUR-UNSUR DRAMA
Drama memiliki unsur-unsur sebagai berikut.
1. tokoh dan penokohan
Tokoh memiliki posisi yang sangat penting karena bertugas mengaktualisasikan cerita/ naskah drama di atas pentas. Dalam cerita drama tokoh merupakan unsur yang paling aktif yang menjadi penggerak cerita.oleh karena itu seorang tokoh haruslah memiliki karakter, agar dapat berfungsi sebagai penggerak cerita yang baik.
Di samping itu dalam naskah akan ditentukan dimensi-dimensi sang tokoh. Biasanya ada 3 dimensi yang ditentukan yaitu:
Dimensi fisiologi (ciri-ciri badani) antara lain usia, jenis kelamin, keadaan tubuh, cirri-ciri muka,dll.
Dimensi sosiologi (latar belakang) kemasyarakatan misalnya status sosial, pendidikan, pekerjaan, peranan dalam masyarakat, kehidupan pribadi, pandangan hidup, agama, hobby, dan sebagainya.
Dimensi psikologis (latar belakang kejiwaan) misalnya temperamen, mentalitas, sifat, sikap dan kelakuan, tingkat kecerdasan, keahlian dalam bidang tertentu, kecakapan, dan lain sebagainya.
Apabila kita mengabaikan salah satu saja dari ketiga dimensi diatas, maka tokoh yang akan kita perankan akan menjadi tokoh yang kaku, timpang, bahkan cenderung menjadi tokoh yang mati.
Berdasarkan perannya, tokoh terbagai atas tokoh utama dan tokoh pembantu. Tokoh utama adalah tokoh yang menjadi sentral cerita dalam pementasan drama sedangkan tokoh pembantu adalah tokoh yang dilibatkan atau dimunculkan untuk mendukung jalan cerita dan memiliki kaitan dengan tokoh utama.
Dari perkembangan sifat/perwatakannya, tokoh dan perannya dalam pementasan drama terdiri  4 jenis, yaitu tokoh berkembang, tokoh pembantu, tokoh statis dan tokoh serba bisa. Tokoh berkembang adalah tokoh yang mengalami perkembangan selama pertunjukan. Misalnya, tokoh yang awalnya seorang yang baik, namun pada akhirnya  menjadi seorang yang jahat. Tokoh pembantu adalah tokoh yang diperbantukan untuk menjelaskan tokoh lain. Tokoh pembantu merupakan minor character yang berfungsi sebagai pembantu saja atau tokoh yang memerankan suatu bagian penting dalam drama, namun fungsi utamanya tetap sebagai tokoh pembantu. Tokoh statis adalah tokoh yang tidak mengalami perubahan karakter dari awal hingga akhir dalam dalam suatu drama. Misalnya, seorang tokoh yang berkarakter jahat dari awal drama akan tetap bersifat jahat di akhir drama. Tokoh serba bisa adalah tokoh yang dapat berperan sebagai tokoh lain (all round). Misalnya, tokoh yang berperan sebagai seorang raja, namun ia juga berperan sebagai seorang pengemis untuk mengetahui kehidupan rakyatnya.
2.   alur (plot)
Alur adalah jalinan cerita. Secara garis besar, plot drama dapat dibagi menjadi beberapa bagian yaitu:
Pemaparan (eksposisi)
Bagian pertama dari suatu pementasan drama adalah pemaparan atau eksposisi. Pada bagian ini diceritakan mengenai tempat, waktu dan segala situasi dari para pelakunya. Kepada penonton disajikan sketsa cerita sehingga penonton dapat meraba dari mana cerita ini dimulai. Jadi eksposisi berfungsi sebagai pengantar cerita. Pada umumnya bagian ini disajikan dalam bentuk sinopsis.
Komplikasi awal atau konflik awal
Kalau pada bagian pertama tadi situasi cerita masih dalam keadaan seimbang maka pada bagian ini mulai timbul suatu perselisihan atau komplikasi. Konflik merupakan kekuatan penggerak drama.
Klimaks dan krisis
Klimaks dibangun melewati krisis demi krisis. Krisis adalah puncak plot dalam adegan. Konflik adalah satu komplikasi yang bergerak dalam suatu klimaks.
Peleraian
Pada tahap ini mulai muncul peristiwa yang dapat memecahkan persoalan yang dihadapi.
Penyelesaian (denouement)
Drama terdiri dari sekian adegan yang di dalamnya terdapat krisis-krisis yang memunculkan beberapa klimaks. Satu klimaks terbesar di bagian akhir selanjutnya diikuti adegan penyelesaian.
Alur cerita akan hidup jika terdapat konflik. Konflik merupakan unsur yang memungkinkan para tokoh saling berinteraksi. Konflik tidak selalu berupa pertengkaran, kericuhan, atau permusuhan di antara para tokoh. Ketegangan batin antartokoh, perbedaan pandangan, dan sikap antartokoh sudah merupakan konflik. Konflik dapat membuat penonton tertarik untuk terus mengikuti atau menyaksikan pementasan drama.
Bentuk konflik terdiri dari dua, yaitu konflik eksternal dan konflik internal. Konflik eksternal adalah konflik yang terjadi antara seorang tokoh dengan lingkungan alamnya (konflik fisik) atau dengan lingkungan manusia (konflik sosial). Konflik fisik disebabkan oleh perbenturan antara tokoh dengan lingkungan alam. Misalnya,seorang tokoh mengalami permasalahan ketika banjir melanda desanya. Konflik sosial disebabkan oleh hubungan atau masalah social antarmanusia. Misalnya, konflik terjadi antara buruh dan pengusaha di suatu pabrik yang mengakibatkan demonstarasi buruh. Konflik Internal adalah konflik yang terjadi dalam diri atau jiwa tokoh. Konflik ini merupakan perbenturan atau permasalahan yang dialami seorang tokoh dengan dirinya sendiri, misalnya masalah cita-cita, keinginan yang terpendam, keputusan, kesepian, dan keyakinan.
Kedua jenis konflik diatas dapat diwujudkan dengan bermacam peristiwa yang terjadi dalam suatu pementasan drama. Konflik-konflik tersebut ada yang merupakan konflik utama dan konflik-konflik pendukung. Konflik Utama (bias konflik eksternal, konflik internal, atau kedua-duannya) merupakan sentral alur dari drama yang dipentaskan, sedangkan konflik-konflik pendukung berfungsi utnuk mempertegas keberadaan konflik utama.
3.   dialog
Dialog berisikan kata-kata. Dalam drama para tokoh harus berbicara dan apa yang diutarakan mesti sesuai dengan perannya, dengan tingkat kecerdasannya, pendidikannya, dsb. Dialog berfungsi untuk mengemukakan persoalan, menjelaskan perihal tokoh, menggerakkan plot maju, dan membukakan fakta.
Jalan cerita drama diwujudkan melalui dialog (dan gerak) yang dilakukan pemain. Dialog-dialog yang dilakukan harus mendukung karakter tokoh yang diperankan dan dapat menunjukkan alur lakon drama. Melalui dialog-dialog antarpemain inilah penonton dapat mengikuti cerita drama yang disaksikan. Bahkan bukan hanya itu, melalui dialog itu penonton dapat menangkap hal-hal yang tersirat di balik dialog para pemain. Oleh karena itu, dialog harus benar-benar dijiwai oleh pemain sehingga sanggup menggambarkan suasana. Dialog juga harus berkembang mengikuti suasana konflik dalam tahap-tahap alur lakon drama.
Dalam percakapan atau dialog haruslah memenuhi dua tuntutan
  1. dialog harus menunjang gerak laku tokohnya. Dialog haruslah dipergunakan untuk mencerminkan apa yang telah terjadi sebelum cerita itu, apa yang sedang terjadi di luar panggung selama cerita itu berlangsung; dan harus pula dapat mengungkapkan pikiran-pikiran serta perasaan-perasaan para tokoh yang turut berperan di atas pentas.
  2. Dialog yang diucapkan di atas pentas lebih tajam dan tertib daripada ujaran sehari-hari. Tidak ada kata yang harus terbuang begitu saja; para tokoh harus berbicara jelas dan tepat sasaran. Dialog itu disampaikan secara wajar dan alamiah.
4.  latar
latar atau setting adalah penempatan ruang dan waktu, serta suasana cerita. Penataan latar akan menghidupkan suasana. Penataan latar akan menghidupkan suasana, menguatkan karakter tokoh, serta menjadikan pementasan drama semakin menarik. Oleh karena itu, ketetapan pemilihan latar akan ikut menentukan kualitas pementasan drama secara keseluruhan.
5.  tema
Tema drama adalah gagasan atau ide pokok yang melandasi suatu lakon drama. Tema drama merujuk pada sesuatu yang menjadi pokok persoalan yang ingin diungkapkan oleh penulis naskah. Tema itu bersifat umum dan terkait dengan aspek-aspek kehidupan di sekitar kita.
Tema Utama adalah tema secara keseluruhan yang menjadi landasan dari lakon drama, sedangkan tema tambahan merupakan tema-tema lain yang terdapat  dalam drama yang mendukung tema utama.
Bagaimana menemukan tema dalam drama? Tema drama tidak disampaikan secara implisit. Setelah menyaksikan seluruh adegan dan dialog antarpelaku dalam pementasan drama, kamu akan dapat menemukan tema drama itu. Kamu harus menyimpulkannya dari keseluruhan adegan dan dialog yang ditampilkan. Maksudnya tema yang ditemukan tidak berdasarkan pada bagian-bagian tertentu cerita.
Walaupun tema dalam drama itu cendrung ”abstrak”, kita dapat menunjukkan tema dengan menunjukkan bukti atau alasan yang terdapat  dalam cerita. Bukti-bukti itu dapat ditemukan dalam narasi pengarang, dialog antarpelaku, atau adegan atau rangkaian adegan yang saling terkait, yang semuannya didukung oleh unsur-unsur drama yang lain, seperti latar, alur, dan pusat pengisahan.
6.  pesan/amanat
Setiap karya sastra selalu disisipi pesan atau amanat oleh penulisnya. Dengan demikian pula dengan drama. Hanya saja, amanat dalam karya sastra tidak ditulis secara eksplisit, tetapi secara implisit. Penonton menafsirkan pesan moral yang terkandung dalam naskah yang dibaca atau drama yang ditontonnya.
7.   interpretasi kehidupan
Maksudnya adalah  pementasan drama itu seolah-olah terjadi dengan sesungguhnya dalam kehidupan masyarakat sehari-hari meskipun hanya merupakan tiruan kehidupan. Drama adalah bagian dari suatu kehidupan yang digambarkan dalam bentuk pentas
Pementasan drama memilki unsur-unsur sebagai berikut.
1.   cerita
Cerita dalam drama seringkali mengusung  masalah/persoalan kehidupan. Cerita dalam drama disusun dalam bentuk dialog, yang disebut naskah drama atau skenario.
2.   pelaku
Pelaku drama (pemain drama, aktor, atau aktris) adalah pembawa cerita. Merekalah yang membawakan/menyampaikan cerita kepada penonton. Dalam menyampaikan cerita kepada penonton, pelaku memliki dua alat, yaitu dialog (ucapan) dan gerak (perbuatan)
3.   sutradara
Sutradara bertugas menerjemahkan dan mewujudkan isi cerita kepada penonton melalui ucapan dan perbuatan (akting) para pelaku di panggung.
4.   panggung
Panggung merupakan tempat pementasan atau tempat para pelaku mengekspresikan watak tokoh sesuai dengan isi cerita.
5.   penonton
Penonton merupakan penikmat drama. Penonton berfungsi untuk mendukung kelangsungan hidup drama.
Ditulis pada kasastraan | Di-tag , , | 3 Komentar

Wawancara

Wawancara adalah suatu cara atau kegiatan untuk mencari atau mengumpulkan informasi dengan cara mengajukan pertanyaan-pertanyaan secara langsung kepada narasumber. Wawancara termasuk jenis komunikasi yang bersifat 2 (dua) arah.
Langkah-langkah wawancara:
1.      menentukan topik/tema
2.      menentukan/memilih narasumber yang sesuai dengan tema
3.      menyusun daftar pertanyaan yang memuat unsur 5W+1H
4.      melakukan wawancara
Daftar pertanyaan wawancara berfungsi untuk mengarahkan pelaksanaan wawancara agar tidak menyimpang dari tema yang sudah ditentukan sebelumnya.
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam menyusun pertanyaan wawancara adalah:
1.      pertanyaan harus disesuaikan dengan topik dan tujuan wawancara
2.      setiap pertanyaan hanya mengandung satu hal
3.      pertanyaan harus efektif dan mencukupi, artinya mampu memberikan informasi yang dibutuhkan
4.      kalimat pertanyaan harus singkat dan jelas
5.      bila perlu, sebelum digunakan, diskusikan terlebih dahulu daftar pertanyaan yang dibuat dengan orang  yang memahami masalah yang akan ditanyakan
Macam/bentuk pertanyaan dalam wawancara:
1.   Pertanyaan tanpa ilustrasi,
yaitu dalam mengajukan pertanyaan kepada narasumber pewawancara langsung mengajukan pertanyaan dengan sebuah kalimat tanya.
Contoh:
Apa yang melatarbelakangi Anda untuk memilih profesi sebagai penulis?
Bagaimana tanggapan Anda mengenai pelaksanaan UN tahun ini?
2.   Pertanyaan dengan ilustrasi,
yaitu dalam mengajukan pertanyaan pewawancara tidak langsung menyampaikan kalimat tanya, tetapi menambahkan dengan ilustrasi. Ilustrasi berfungsi untuk memberikan arahan jawaban yang kita inginkan dari narasumber. Ilustrasi dapat diberikan di awal ataupun di akhir pertanyaan.
a.      Ilustrasi di awal
Kalimat ilustrasi terlebih dahulu, kemudian diikuti kalimat tanya.
Contoh:
Dalam masyarakat kita, profesi penulis sepertinya belum diakui atau belum mendapat tempat. Hal ini barangkali terkait dengan penghasilan penulis yang tidak pasti atau tidak tetap. Lalu, apa yang melatarbelakangi Anda untuk memilih profesi sebagai penulis?
Telah kita ketahui bersama bahwa UN banyak memunculkan kontroversi. Ditambah lagi muncul juga berbagai kasus yang menyertai pelaksanaan UN. Bagaimana tanggapan Anda mengenai hal in?
b.      Ilustrasi di akhir
Kalimat tanya terlebih dahulu kemudian diikuti dengan kalimat ilustrasi.
Contoh:
Apa yang melatarbelakangi Anda untuk memilih profesi sebagai penulis? Padahal, sebagaimana kita tahu, profesi penulis belum diakui atau belum mendapat tempat di masyarakat. Hal ini seringkali dikaitkan dengan penghasilan penulis yang tidak pasti atau tidak tetap.
Bagaimana tanggapan Anda mengenai pelaksanaan UN? Sedangkan telah kita ketahui bersama bahwa banyak pihak yang menentang UN mengingat banyaknya  kasus yang ditimbulkannya.

Menulis Cerita Pendek

Cerita pendek atau lebih sering disingkat dengan cerpen adalah salah satu bentuk karya sastra prosa. Sebagai karya sastra, cerpen bersifat fiktif-imajinatif., sehingga disebut pula karangan fiksi. Meskipun bersifat fiktif-imajinatif, tak jarang persoalan yang diangkat dalam cerpen bersumber dari kenyataan (fakta) sehari-hari. Namun demikian, kenyataan (fakta) tersebut diolah secara imajinatif oleh pengarang sehingga menjadi sebuah karya fiksi.
Secara fisik, cerpen pada umumnya memiliki ciri-ciri sebagai berikut.
  1. panjang ceritanya kurang lebih 3 sampai 10 halaman atau kurang dari 10 ribu kata.
  2. selesai dibaca dalam sekali duduk.
  3. hanya terdapat satu insiden yang menguasai jalan cerita
  4. terdapat konflik, tetapi tidak sampai menimbulkan perubahan nasib pelakunya.
  5. hanya terdapat satu alur cerita
  6. perwatakan dan penokohan dilukiskan secara singkat
Unsur Pembangun Cerpen
Seperti halnya bentuk prosa lainnya, cerpen dibangun dari unsur intrinsik (unsur dari dalam cerpen) dan unsur ekstrinsik (unsur dari luar cerpen).
Unsur intrinsik meliputi:
  1. Tema, yaitu sesuatu yang menjadi dasar cerita, menjiwai cerita, atau sesuatu yang menjadi pokok masalah dalam cerita. Tema suatu cerita seringkali diungkapkan secara tersirat.
  2. Alur/plot, yaitu jalan cerita yang dibuat oleh pengarang dalam menjlin kejadian atau peristiwa secara runtut sehingga terjalin satu cerita yang bulat.
  3. Latar/ setting, yaitu menunjuk pada pengertian tempat, hubungan waktu, suasana, dan lingkungan sosial tempat terjadinya peristiwa-peristiwa yang diceritakan.
  4. Tokoh dan penokohan, yaitu tokoh menunjuk pada orang/pelaku cerita, sedangkan penokohan menunjuk pada sifat/karakter dan sikap tokoh yang menggambarkan kualitas pribadi seorang tokoh. Secara umum kita mengenal tokoh protagonis dan tokoh antagonis. Sedangkan untuk menggambarkan tokoh dapat dilakukan secara langsung (analitik) dan taklangsung (dramatik)
  5. Sudut pandang, yaitu cara pengarang menempatkan diri atau memandang suatu peristiwa dalam cerita.
  6. Gaya bahasa, yaitu cara khas penyampaian dan penyusunan dalam bentuk tulisan atau lisan. Hal ini meliputi penggunaan kalimat, pemilihan diksi, penggunaan majas, dan penghematan kata.
  7. Amanat, yaitu pesan yang ingin disampaikan pengarang melalui cerita yang ditulisnya.
Unsur Ekstrinsik meliputi:
  1. latar belakang biografi pengarang
  2. keadaan sosial, politik, ekonomi zaman karya ditulis
  3. psikologi pengarang.
Langkah menulis cerpen:
  1. menentukan tema
  2. mengumpulkan bahan cerita, bahan cerita dapat diambil dari peristiwa sehari-hari, pengalaman pribadi, pengalaman orang lain, hasil membaca, mengamati, dan sebagainya
  3. menyusun data/ bahan cerita,merupakan garis besar cerita, cerita berawal ketika apa, siapa tokohnya, apa konfliknya
  4. mengembangkan data dan bahan menjadi cerita
  5. merevisi hasil tulisan
Hal-hal lain yang perlu diperhatikan dalam menulis cerpen.
1. Narasi. Cerpen merupakan cerita, maka narasi (cara bercerita yang baik dan menarik) akan menjadikan cerpen menarik untuk dinikmati.
2. Deskripsi. Cerita akan semakin menarik bila ada deskripsi yang mendukung isi cerita. Misalnya deskripsi tokoh, deskripsi tempat, deskripsi suasana, dan sebagainya. Semakin cermat dekripsinya akan semakin bagus.
Contoh:
a.   untuk menceritakan tentang tokoh perempuan yang cantik hanya dengan kalimat “Perempuan itu sangat cantik.” tentu akan berbeda kesannya bila dituliskan dengan deskripsi-deskripsi berikut.
“Perempuan itu berkulit kuning langsat. Wajahnya oval, bulu matanya lentik, alisnya tebal, hidungnya mancung sekitar lima senti dan ada tahi lalat di pipi sebelah kiri. Dagunya sekilas bagai sangkar burung tempua. Sesekali barisan putih menyembul dari balik bibirnya saat tersenyum. Ah, bibir yang tipis dan basah…”
b.   untuk menceritakan tempat dan suasana hanya dengan kalimat ”Malioboro selalu ramai, banyak pedagang kaki lima yang selalu menarik kedatangan turis.” tentu akan berbeda kesannya bila dituliskan dengan deskripsi-deskripsi berikut.
”Hujan yang menggila mulai reda. Orang-orang mengalir lagi lagi di sepanjang Malioboro, mengikuti jalur ke arah selatan. Sebuah urat nadi Yogya, yang semakin sesak dengan gedung-gedung bertingkat dan pengap oleh polusi kendaraan. Di koridornya pejalan kaki berbagi tempat dengan pedagang souvenir, yang hampir menghabiskan tempat.
Pedagang kaki lima, memang, menguasai wilayah turis ini. Membuat atraktif. Sedap dipandang mata dan membuka lapangan pekerjaan. Mengurangi kemiskinan. Sumber devisa, karena banyak menyedot turis mancanegara datang ke sini.”
Dengan demikian penguasaan deskripsi sangat penting dalam menulis cerpen. Adanya deskripsi akan semakin menghidupkan cerita.
3. Dialog. Dialog sangat penting untuk menghidupkan cerita. Di samping itu, dialog juga dapat memberikan petunjuk tentang watak dan sifat tokoh cerita, dapat menggugah perasaan pembaca dalam menghayati suasana dalam cerita.
4. Konflik. Konflik juga berfungsi untuk menghidupkan cerita. Adanya konflik akan membuat pembaca semakin ingin tahu akhir ceritanya. Cerita tanpa konflik akan terasa datar saja.
5.   Memperhatikan EyD. Meskipun cerpen merupakan karya fiksi, penggunaan EyD tidak dapat diabaikan, terutama yang berkaitan dengan tanda baca. Misalnya tanda baca apa yang dipakai dalam menuliskan kalimat langsung (yang ada pada dialog), kapan harus muncul paragraf baru, kapan menggunakan tanda ’titik’, ’koma’, ’tanda tanya’, ’tanda seru’, penulisan istilah asing, dan sebagainya.
6.   Selain hal-hal di atas, agar cerita semakin menarik Anda dapat pula memasukkan pengetahuan di dalamnya. Ini terlihat dalam Laskar Pelangi-nya Andrea Hirata, atau Supernova-nya Dewi Lestari. Dengan memasukkan pengetahuan juga semakin menunjukkan luasnya wawasan pengarang.
Agar cerpen Anda semakin kaya, Anda juga perlu membaca karya-karya lain. Tentu tidak dimungkiri, banyak membaca akan memperkaya wawasan.
7.         Hal yang paling penting agar dapat menghasilkan sebuah cerpen yang baik adalah berlatih, berlatih, berlatih.
Ditulis pada kasastraan | Di-tag , , ,

Membaca Tabel dan Grafik

Tabel adalah daftar berisi ikhtisar dari sejumlah fakta dan informasi. Bentuknya berupa kolom-kolom dan baris-baris. Biasanya fakta atau informasi itu hanya berupa nama dan bilangan yang tersusun dalam urutan kolom dan baris. Tabel merupakan alat bantu visual yang berfungsi menjelaskan suatu fakta atau informasi secara singkat, jelas, dan lebih menarik daripada kata-kata. Sajian informasi yang menggunakan tabel lebih mudah dibaca dan disimpulkan.
Grafik merupakan gambar yang terdiri atas garis dan titik-titik koordinat. Dalam grafik terdapat dua jenis garis koordinat, yakni garis koordinat X yang berposisi horisontal dan garis koordinat Y yang vertikal. Pertemuan antara setiap titik X dan Y membentuk baris-baris dan kolom-kolom.
Seperti halnya tabel, grafik merupakan media visual yang sering digunakan untuk memperjelas suatu bacaan. Grafik memungkinkan penyampaian informasi yang kompleks secara lebih mudah. Media ini dapat memberikan gambaran suatu informasi secara jelas, mudah, menarik, dan efektif.
Umumnya grafik digunakan untuk membandingkan jumlah data. Selain itu, digunakan pula untuk menunjukkan fluktuasi suatu perkembangan jumlah, misalnya dalam rentang waktu lima tahun, enam tahun, sepuluh tahun, atau lebih. Dengan grafik, perbandingan serta naik turunnya suatu jumlah data akan lebih jelas.
Langkah membaca tabel dan grafik.
1.          Bacalah judulnya. Membaca judul merupakan kegiatan penting untuk memahami isi pesannya. Resapilah isi judul tabel dan grafik yang Anda hadapi, karena judul memberikan ringkasan yang padat tentang informasi yang akan disampaikan.
2.          Bacalah keterangan yang ada di atas, di bawah atau di sisinya. Keterangan itu merupakan kunci penjelasan tentang data yang disampaikan. Keterangan itu, misalnya dalam bentuk urutan tahun, persentase, atau angka-angka.
3.          Ajukan pertanyaan tentang tujuan tabel dan grafik itu. Caranya mudah. Kalian cukup mengubah judulnya menjadi pertanyaan, misalnya di mana, seberapa banyak, berapa perkembangannya, dan seterusnya. Jawaban pertanyaan tersebut diharapkan ada dalam tabel dan grafik yang Anda hadapi.
4.    Bacalah tabel dan grafik dengan selalu mengingat tujuan Anda, informasi apa yang Anda perlukan.
Ditulis pada Uncategorized | Di-tag , , . | 

Citraan dalam Puisi

puisi-bektipatriaUntuk memberikan gambaran yang jelas, untuk menimbulkan suasana, untuk membuat lebih hidup dan menarik, dalam puisi penyair juga sering menggunakan gambaran angan. Gambaran angan dalam puisi ini disebut citraan (imagery)
Citraan atau pengimajian adalah gambar-gambar dalam pikiran, atau gambaran angan si penyair. Setiap gambar pikiran disebut citra atau imaji (image). Gambaran pikiran ini adalah sebuah efek dalam pikiran yang sangat menyerupai gambaran yang dihasilkan oleh penangkapan kita terhadap sebuah objek yang dapat dilihat oleh mata (indera penglihatan). Citraan tidak membuat kesan baru dalam pikiran.
Jenis/macam citraan (imaji)
1.   Citraan penglihatan (visual imegery)
Citraan penglihatan adalah citraan yang ditimbulkan oleh indera penglihatan (mata). Citraan ini paling sering digunakan oleh penyair. Citraan penglihatan mampu memberi rangsangan kepada indera penglihatan sehingga hal-hal yang tidak terlihat menjadi seolah-olah terlihat.
Contoh:
Nanar aku gila sasar
Sayang berulang padamu jua
Engkau pelik menarik ingin
Serupa dara dibalik tirai
(Amir Hamzah, Padamu Jua)
2.   Citraan pendengaran (auditory imagery)
Citraan pendengaran adalah citraan yang dihasilkan dengan menyebutkan atau menguraikan bunyi suara, misalnya dengan munculnya diksi sunyi, tembang, dendang, dentum, dan sebagainya. Citraan pendengaran berhubungan dengan kesan dan gambaran yang diperoleh melalui indera pendengaran (telinga).
Contoh:
Sepi menyanyi, malam dalam mendoa tiba
Meriak muka air kolam jiwa
Dan dalam dadaku memerdu lagu
Menarik menari seluruh aku
(Chairil Anwar, Sajak Putih)
3.   Citraan perabaan (tactile imagery)
Citraan perabaan adalah citraan yang dapat dirasakan oleh indera peraba (kulit). Pada saat membacakan atau mendengarkan larik-larik puisi, kita dapat menemukan diksi yang dapat dirasakan kulit, misalnya dingin, panas, lembut, kasar, dan sebagainya.
Contoh:
Kapuk randu, kapuk randu!
Selembut tudung cendawan
Kuncup-kuncup di hatiku
Pada mengembang bermerkahan
(WS Rendra, Ada Tilgram Tiba Senja)
4.   Citraan penciuman (olfactory)
Citraan penciuman adalah citraan yang berhubungan dengan kesan atau gambaran yang dihasilkan oleh indera penciuman. Citraan ini tampak saat kita membaca atau mendengar kata-kata tertentu, kita seperti mencium sesuatu.
Contoh:
Dua puluh tiga matahari
Bangkit dari pundakmu
Tubuhmu menguapkan bau tanah
(WS Rendra, Nyanyian Suto untuk Fatima)
5.   Citraan pencecapan (gustatory)
Citraan pencecapan adalah citraan yang berhubungan dengan kesan atau gambaran yang dihasilkan oleh indera pencecap. Pembaca seolah-olah mencicipi sesuatu yang menimbulkan rasa tertentu, pahit, manis, asin, pedas, enak, nikmat, dan sebagainya.
Contoh:
Dan kini ia lari kerna bini bau melati
Lezat ludahnya air kelapa
(WS Rendra, Ballada Kasan dan Patima)
6.   Citraan gerak (kinaesthetic imagery)
Citraan gerak adalah gambaran tentang sesuatu yang seolah-olah dapat bergerak. Dapat juga gambaran gerak pada umumnya.
Contoh:
Pohon-pohon cemara di kaki gunung
pohon-pohon cemara
menyerbu kampung-kampung
bulan di atasnya
menceburkan dirinya ke kolam
membasuh luka-lukanya
(Abdulhadi, Sarangan)
Selain citraan di atas, ada pula ahli sastra yang menambahkan jenis citraan lain, yaitu:
1.   Citraan perasaan
Puisi merupakan ungkapan perasaan penyair. Untuk mengungkapkan perasaannya tersebut, penyair memilih dan menggunakan kata-kata tertentu untuk menggambarkan dan mewakili perasaannya itu. Sehingga pembaca puisi dapat ikut hanyut dalam perasaan penyair.
Perasaan itu dapat berupa rasa sedih, gembira, haru, marah, cemas, kesepian, dan sebagainya.
Contoh:
Alangkah pilu siutan angin menderai
Mesti berjuang menghabiskan lagu sedih
Kala aku terpeluk dalam lengan-lenganmu
Sebab keinginan saat ini mesti tewas dekat usia
(Toto Sudarto Bachtiar, Wajah)
2.   Citraan intelektual
Citraan intelektual adalah citraan yang dihasilkan oleh/ dengan asosiasi-asosiasi intelektual.
Contoh:
Bumi ini perempuan jalang
yang menarik laki-laki jantan dan pertapa
ke rawa-rawa mesum ini
dan membunuhnya pagi hari
(Subagio Sastrowardoyo, Dewa Telah Mati)
Contoh puisi yang banyak mengandung citraan terlihat berikut ini.
DUKA CITA
Yang memucat wajahnya
merenungi kelabu dinding kamar
yang ditinggal mati penghuninya
sedang di luar
anjing terdiam
tak melihat kupu terbang
menjatuhkan madu di lidahnya
yang terasa getir
Angin tidak bekerja
ranting pohonan merunduk
menyesali daun kering yang terlepas
waktu perempuan berkerudung hitam
melangkah di atas daunan
berisik, menyayat hati burung
yang pecah telurnya
Tangan-tangan gadis
yang pucat mukanya
diam-diam meronce melati
sambil mengusap air mata
Di  ujung desa
jenazah sedang di sucikan
(Kuntowijoyo)

Persuasi

Persuasi adalah bentuk karangan yang bertujuan untuk meyakinkan dan membujuk seseorang baik pembaca atau juga pendengar agar melakukan sesuatu yang dikehendaki penulis.
Bentuk persuasi yang dikenal umum adalah propaganda yang dilakukan berbagai badan, lembaga, atau perorangan; iklan dalam surat kabar, kampanye, selebaran.
Persuasi menggunakan pendekatan emotif, yaitu pendekatan yang berusaha membangkitkan dan merangsang emosi pembaca. Di samping itu, karangan persuasi pun biasanya menggunakan pendekatan rasional, yakni dengan menyampaikan fakta-fakta untuk meyakinkan pembaca atau pendengar.
Ciri paragraf persuasi:
1.      Paragraf persuasi berusaha meyakinkan, mendorong, memengaruhi, dan membujuk seseorang atau pembaca
2.      Persuasi menggunakan fakta dan bukti untuk meyakinkan dan memengaruhi pembaca.
3.      Persuasi menggunakan bahasa secara menarik untuk memberikan sugesti kepada pembaca.
4.      Paragraf persuasi berusaha membuat pembaca tergerak untuk melakukan yang dikehendaki penulis.
Paragraf persuasi pada dasarnya merupakan kelanjutan atau pengembangan dari paragraf argumentasi. Adapun bagian-bagian persuasi adalah sebagai berikut.
  1. Bagian awal memaparkan gagasan tertentu
  2. Diikuti dengan memberikan alasan, bukti, atau contoh untuk meyakinkan dan memengaruhi pembaca.
  3. Ditutup dengan ajakan, bujukan, rayuan, imbauan, atau saran kepada pembaca.
Perbedaan argumentasi dengan persuasi

argumentasi persuasi
tujuan untuk mencapai suatu kesimpulan untuk mencapai persetujuan atau kesesuaian penulis dengan pembaca sehingga pembaca menerima keinginan penulis
sasaran proses berpikir kebenaran mengenai subjek yang dibicarakan pembaca atau pendengar
banyaknya fakta semakin banyak fakta yang digunakan semakin kuat kebenaran yang dipertahankan fakta seperlunya saja
penggunaan bahasa bersifat lugas atau apa adanya, sehingga terasa kaku luwes dan menarik karena memang digunakan untuk membujuk
sasaran logika pembaca emosi/perasaan pembaca
fokus garapan benar-salahnya gagasan atau pendapat menggarap pembaca (manusia sebagai objek) agar mau mengikuti kehendak penulis
Dalam persuasi yang digarap adalah orang sebagai subjeknya, sementara dalam argumentasi adalah pernyataan/ gagasannya.
Contoh paragraf persuasi
Masalah sampah di DKI Jakarta adalah masalah yang sangat rumit, terutama menyangkut tempat pembuangan akhir (TPA). Dengan jumlah penduduk 10 juta jiwa dan rata-rata setiap jiwa menyumbang produksi sampah 2,92 meter kubik setiap harinya maka total produksi sampah 26.000 meter kubik per hari. Tumpukan sampah sebanyak itu sulit kita bayangkan. Membuang sampah ke provinsi tetangga sulit karena terganjal kesepakatan dengan Pemda setempat. Belum lagi tentangan dari warga sekitar TPA. Siapa yang ikhlas jika kampungnya dijadikan bak sampah warga daerah lain? Untuk mengatasi hal itu, kita perlu mengubah TPA (tempat pembuangan akhir) menjadi TPA (tempat pengolahan akhir). Artinya, sampah tidak hanya dibuang, tetapi diolah menjadi barang yang lebih bermanfaat, misalnya kompos.Dengan cara ini, semua orang dapat menerima karena tidak ada pihak yang dirugikan.
Dalam contoh di atas terlihat bahwa bagian awal paragraf itu merupakan argumentasi, sedangkan bagian akhirnya termasuk persuasi. Paragraf persuasi tidak dapat dipisahkan dengan paragraf argumentasi. Sebab, pembaca tidak akan mudah dipengaruhi atau diajak jika belum yakin. Untuk meyakinkan diperlukan argumentasi.
Ditulis pada paragraf | Di-tag , , ,  

The stats helper monkeys at WordPress.com mulled over how this blog did in 2010, and here’s a high level summary of its overall blog health:
Healthy blog!
The Blog-Health-o-Meter™ reads This blog is on fire!.

Crunchy numbers

Featured image
The average container ship can carry about 4,500 containers. This blog was viewed about 14,000 times in 2010. If each view were a shipping container, your blog would have filled about 3 fully loaded ships.

In 2010, there were 21 new posts, not bad for the first year! There were 11 pictures uploaded, taking up a total of 397kb. That’s about a picture per month.
The busiest day of the year was December 1st with 208 views. The most popular post that day was Surat Niaga.

Where did they come from?

The top referring sites in 2010 were id.wordpress.com, google.co.id, facebook.com, id.answers.yahoo.com, and bektipatria.wordpress.com.
Some visitors came searching, mostly for surat niaga, contoh surat penawaran, contoh surat niaga, surat penawaran, and contoh surat permintaan penawaran.

Kata argumen berarti alasan.
Karangan argumentasi adalah karangan yang berusaha memberikan alasan yang kuat untuk meyakinkan pembaca. Karangan argumentasi bersifat objektif. Pada umumnya mengemukakan alasan, contoh, dan bukti yang kuat untuk meyakinkan, sehingga pembaca akan terpengaruh, meyakini, dan membenarkan gagasan/pendapat penulis. Contoh argumentasi adalah karya ilmiah, makalah, skripsi, dsb.
Karakteristik paragraf argumentasi:
  1. kalimat utama/pendahuluan berupa pernyataan/gagasan penulis yang menarik perhatian pembaca
  2. diikuti kalimat-kalimat penjelas yang berisi argumen-argumen untuk meyakinkan atau membuktikan kebenaran gagasan awal penulis
  3. ditutup dengan kesimpulan yang menegaskan gagasan awal penulis
Karangan argumentasi dan eksposisi seringkali sulit dibedakan. Bentuk keduanya hampir sama. Meskipun demikian, keduanya memiliki perbedaan.
Persamaan argumentasi dengan eksposisi:
  1. argumentasi dan eksposisi sama-sama menjelaskan pendapat, gagasan, dan keyakinan penulis
  2. keduanya memerlukan analisis dan sistesis
  3. sumber gagasan dapat berasal dari pengalaman, pengalaman dan penelitian, serta sikap dan keyakinan (daya khayal jarang digunakan sebagai sumber gagasan)
  4. keduanya menggunakan fakta atau data yang berupa angka, peta, statistik, atau gambar.
Perbedaan argumentasi dengan eksposisi
Bagian Karangan argumentasi eksposisi
Pembuka atau pendahuluan Menarik perhatian pembaca pada persoalan yang akan dikemukakan. Memperkenalkan kepada pembaca tentang topik yang akan dipaparkan dan tujuan paparan tersebut.
Tujuan Meyakinkan pembaca. Memberi informasi atau menjelaskan kepada pembaca agar pembaca memperoleh gambaran yang jelas.
Penggunaan data, contoh, gambar, dsb Untuk membuktikan bahwa apa yang dikemukakan penulis dalam tulisan itu benar. Untuk lebih menjelaskan atau memperjelas isi karangan.
penutup Menyimpulkan apa yang telah diuraikan pada pembahasan sebelumnya. Menegaskan lagi apa yang  telah diuraikan sebelumnya.
Catatan:
  1. Bagian pembuka dan penutup argumentasi tidak boleh terlalu panjang. Pada bagian pembuka adapat disampaikan latar belakang timbulnya masalah, sistematika yang digunakan, dan tujuan argumentasi itu ditulis.
  2. Kesimpulan yang dikemukakan harus benar dan ditarik dari uraian sebelumnya dan tidak boleh menyimpang.
  3. Apabila masalah yang dikemukakan perlu pemecahan, dapat disampaikan saran atau usul setelah kesimpulan.
  4. Penutup tidak harus berupa kesimpulan, tetapi dapat pula berupa ringkasan mengenai apa yang telah dikemukakan sebelumnya.
Untuk dapat membuat sebuah karangan argumentasi yang baik harus  memperhatikan hal-hal berikut.
  1. Berpikir sehat, kritis, dan logis
  2. mampu mencari, mengumpulkan, memilih fakta yang sesuai dengan tujuan dan topik, serta mampu merangkaikannya untuk membuktikan  keyakinan atau pendapat kita
  3. menjauhkan emosi dan subjektivitas
  4. mampu menggunakan bahasa secara baik dan benar, efektif, dan tidak menimbulkan salah penafsiran.
Contoh-contoh paragraf argumentasi
Contoh 1
Kebiasaan menabung sejak dini memberi manfaat besar bagi orang yang melakukannya. Dengan menabung, secara tidak langsung seseorang berusaha menata hidupnya. Seperti sering terjadi, dalam hidup banyak kejadian yang tidak terduga, seperti sakit, tertimpa musibah, mendaftar sekolah, dan sebagainya. Hal-hal tersebut tentu memerlukan biaya. Dengan memiliki tabungan, seseorang tidak akan terlalu panik ketika berhadapan dengan kejadian yang tidak terduga itu. Mereka akan lebih mudah menyelesaikan masalah-masalah tersebut. Jadi, melihat manfaatnya yang cukup besar, kegiatan menabung hendaknya dapat menjadi kebiasaan.
Contoh 2
Mempertahankan kesuburan tanah merupakan syarat mutlak bagi tiap-tiap usaha pertanian. Selama tanaman dalam proses menghasilkan, kesuburan tanah ini akan berkurang. Padahal kesuburan tanah wajib diperbaiki kembali dengan pemupukan dan penggunaan tanah itu sebaik-baiknya. Teladan terbaik tentang cara menggunakan tanah dan cara menjaga kesuburannya, dapat kita peroleh pada hutan yang belum digarap petani.
Contoh 3
Menurut Iskandar, sudah saatnya masyarakat mengubah paradigma agar lulusan SMP tidak latah masuk SMA. Kalau memang lebih berbakat pada jalur profesi sebaiknya memilih SMK. Dia mengingatkan sejumlah risiko bagi lulusan SMP yang sembarangan melanjutkan sekolah. Misalnya, lulusan SMP yang tidak mempunyai potensi bakat-minat ke jalur akademik sampai perguruan tinggi, tetapi memaksakan diri masuk SMA, dia tidak akan lulus UAN karena sulit mengikuti pelajaran di SMA. Tanpa lulus UAN mustahil bisa sampai perguruan tinggi. Pada akhirnya mereka akan menjadi pengangguran karena pelajaran di SMA tidak memberi bekal untuk bekerja.
Jadi, memilih SMA tanpa pertimbangan yang matang hanya akan menambah pengangguran.
Paragraf argumentasi dapat dikembangkan dengan menggunakan pola sebab-akibat:
1. Pola sebab-akibat
Yaitu satu sebab yang menimbulkan beberapa akibat.
Misal:
Sebab: Hujan turun__________akibat 1 jemuran basah
akibat 2 tanah becek
akibat 3 got penuh air
dsb.
2. Pola akibat-sebab
Yaitu satu akibat yang terjadi karena beberapa sebab.
Misal:
akibat: lingkungan rusak__________sebab 1: penebangan hutan
sebab 2: pembuangan sampah
sebab 3: penambangan liar
dsb.
3. Pola sebab-akibat yang bertalian
Satu sebab menimbulkan satu akibat yang menjadi sebab dari akibat yang timbul berikutnya.
Sebab1________akibat1 (sebab2)_______akibat2 (sebab3)_______akibat3 (sebab4) dan seterusnya.
Misal:
Sebab1: Semalam hujan turun ________Akibat1: air menggenang (menjadi sebab2) _______Akibat2: jalan-jalan banjir (menjadi sebab3)____________Akibat3: lalu lintas macet. dan seterusnya…
Ditulis pada Paragraph.

Pidato

A. Definisi / Pengertian Pidato
Pidato adalah suatu ucapan dengan susunan yang baik untuk disampaikan kepada orang banyak. Contoh pidato yaitu seperti pidato kenegaraan, pidato menyambut hari besar, pidato pembangkit semangat, pidato sambutan acara atau event, dan lain sebagainya.
Pidato yang baik dapat memberikan suatu kesan positif bagi orang-orang yang mendengar pidato tersebut. Kemampuan berpidato atau berbicara yang baik di depan publik / umum dapat membantu untuk mencapai jenjang karir yang baik.
B. Tujuan Pidato
Pidato umumnya melakukan satu atau beberapa hal berikut ini :
1. Mempengaruhi orang lain agar mau mengikuti kemauan kita dengan suka rela.
2. Memberi suatu pemahaman atau informasi pada orang lain.
3. Membuat orang lain senang dengan pidato yang menghibur sehingga orang lain senang dan puas dengan ucapan yang kita sampaikan.
C. Jenis-Jenis / Macam-Macam / Sifat-Sifat Pidato
Berdasarkan pada sifat dari isi pidato, pidato dapat dibedakan menjadi :
1. Pidato Pembukaan, adalah pidato singkat yang dibawakan oleh pembaca acara atau mc.
2. Pidato pengarahan adalah pdato untuk mengarahkan pada suatu pertemuan.
3. Pidato Sambutan, yaitu merupakan pidato yang disampaikan pada suatu acara kegiatan atau peristiwa tertentu yang dapat dilakukan oleh beberapa orang dengan waktu yang terbatas secara bergantian.
4. Pidato Peresmian, adalah pidato yang dilakukan oleh orang yang berpengaruh untuk meresmikan sesuatu.
5. Pidato Laporan, yakni pidato yang isinya adalah melaporkan suatu tugas atau kegiatan.
6. Pidato Pertanggungjawaban, adalah pidato yang berisi suatu laporan pertanggungjawaban.
D. Metode Pidato
Teknik atau metode dalam membawakan suatu pidatu di depan umum :
1. Metode menghapal, yaitu membuat suatu rencana pidato lalu menghapalkannya kata per kata.
2. Metode serta merta (impromptu), yakni membawakan pidato tanpa persiapan dan hanya mengandalkan pengalaman dan wawasan. Biasanya dalam keadaan darurat tak terduga banyak menggunakan tehnik serta merta.
3. Metode naskah, yaitu berpidato dengan menggunakan naskah yang telah dibuat sebelumnya dan umumnya dipakai pada pidato-pidato resmi.
4. Metode ekstemporan, yaitunberpidato dengan menggunakan kerangka/garis besar mengenai isi pidato yang hendak disampaikan.
E. Persiapan Pidato
Sebelum memberikan pidato di depan umum, ada baiknya untuk melakukan persiapan berikut ini :
1. Wawasan pendengar pidato secara umum
2. Mengetahui lama waktu atau durasi pidato yang akan dibawakan
3. Menyusun kata-kata yang mudah dipahami dan dimengerti.
4. Mengetahui jenis pidato dan tema acara.
5. Menyiapkan bahan-bahan dan perlengkapan pidato, dsb.
F. Kerangka Susunan Pidato
Skema susunan suatu pidato yang baik :
1. Pembukaan (salam pembuka, sapaan, ucapan syukur, ucapan terima kasih, menyampaikan topik/tujuan secara singkat)
2. Inti (pendahuluan, isi, penutup sesuai topik yang diangkat)
3. Penutup (kesimpulan, harapan/saran/pesan/imbauan, permohonan maaf, salam penutup, dll)
Contoh Pidato
PENGARUH INTERNET TERHADAP REMAJA
Assalamualaikum wr wb,
Bapak/ ibu guru beserta rekan-rekan yang saya hormati, pertama marilah kita panjatkan puji dan syukur kepada tuhan yang maha esa yang telah memberikan rahmat dan hidayahnya kepada kita semua sehingga kita dapat berkumpul ditempat ini, saya ucapkan banyak terimakasih atas kesempatan yang telah diberikan kepada saya untuk menyampaikan sebuah pidato yang berjudul “Pengaruh Internet Terhadap Remaja”.
Sebelum saya memulai berpidato saya ingin menyampaikan batasan masalah yang akan saya sampaikan didalam pidato hari ini, yakni diantaranya ; pengaruh internet terhadap remaja dilihat dari segi positif dan dari segi negative.
Internet, kata yang tidak asing di telinga setiap orang, terutama para remaja yang senantiasa bergaul dengan mewahnya dunia yang bertekhnologi, mewah, dan praktis, Internet bisa didapatkan dimanapun kita berada, dengan bermodalkan telepon selular yang memiliki koneksi internet, internet dapat diakses dengan mudahnya melalui HP dimanapun kita berada, atau jika tidak, disetiap sudut kota pasti terdapat sebuah Warung yang menjual jasa internet atau yang biasa disebut dengan “Warnet”, Dunia Informasi Tanpa Batas, begitulah orang-orang menyebutnya, saya sendiri tidak begitu yakin tapi apa boleh dikata memang begitu keadaannya, dengan adanya Internet, Akses atau jalan terhadap penyampaian Informasi-informasi yang ada didunia ini dapat diambil dengan mudahnya seraya membalikkan tangan atau mengejapkan mata.
Banyak Ilmu pengetahuan yang begitu melimpah disana, informasi mengenai apapun dapat kita temukan di jagat internet ini, lalu apa hubungannya dengan Siswa? Tentu saja sangat erat hubungannya dengan siswa karena siswa tidak luput dengan yang namanya informasi dan ilmu pengetahuan, internet ini adalah media yang paling efektif dan mudah untuk didapatkan dan diakses oleh siapa saja dimanapun, walaupun tak dapat dipungkiri bahwa karena adanya kebebasan ini dapat terjadi pula penyalah gunaan fasilitas internet sebagai sarana untuk Kriminalitas atau Asusila, siswa yang baru mengenal internet biasanya menggunakan fasilitas ini untuk mencari hal yang aneh-aneh? Seperti gambar-gambar yang tidak senonoh, atau video-video aneh yang bersifat “asusila” lainnya yang dapat mempengaruhi jiwa dan kepribadian dari siswa itu sendiri, sehingga siswa terpengaruh dan mengganggu konsentrasinya terhadap proses pembelajaran disekolah.
Namun demikian tidak semua siswa melakukan hal yang demikian, hanya segelintir siswa-siswa yang usil saja yang dapat melakukannya karena kurang memiliki rasa tanggungjawab terhadap diri pribadi dan sekitarnya, namun pada umumnya internet digunakan oleh setiap siswa untuk mencari atau mendapatkan informasi yang berhubungan dengan materi pelajaran yang ia terima disekolah, hal tersebut memungkinkan siswa menjadi lebih kreatif dan lebih aktif dalam mencari sumber informasi dan ilmu pengetahuan dibandingkan dengan siswa-siswa yang hanya duduk diam didepan meja dan mendengarkan gurunya berbicara.
Hal ini dapat menjadi sebuah motivator terhadap siswa untuk terus berkembang dan juga dapat berfungsi sebagai penghancur (generasi muda), remaja adalah makhluk yang rentan terhadap perubahan disekitarnya, dia akan mengikuti hal yang paling dominant yang berada didekatnya jadi kemungkinan terjadinya perubahan yang drastis dalam masa-masa remaja akan mendorong kearah mana remaja itu akan berjalan, kearah positif atau negative tergantung dari mana di memulai.
Remaja yang kesehariannya bergaul dengan internet akan lebih tanggap terhadap perubahan informasi disekitarnya karena ia terbiasa dan lebih mengetahui tentang informasi-informasi tersebut sehingga dia lebih daripada yang lainnya. Tetapi selain itu, remaja yang memiliki kecenderungan pada hal yang negative justru sebaliknya, dia akan nampak pasif karena hanya diperbudak oleh kemudahan dan kayaan informasi dari internet tersebut.
Maka dari itu alangkah baiknya jika kita bisa dengan bijak menggunakan fasilitas ini dengan sebaik-baiknya dalam hal yang positif demi kemajuan diri dan pribadi kita, dan selaku remaja kita semua harus dapat menguasai teknologi yang sedang berlari kencang pada era ini, karena dengan demikian kita pun akan ikut berlari menyongsong masa depan.
Atas perhatiannya saya ucapkan terimakasih, akhirul kata, wassalamualaikum wr wb.
Ditulis pada Uncategorized | Di-tag , | 
  • Selamat Datang

    Selamat datang di kelas maya ini. Sebuah ruang yang menyediakan materi-materi pembelajaran Bahasa Indonesia, khususnya bagi siswa SMA. Selamat membaca, semoga mendapatkan sesuatu yang bermanfaat, dan terima kasih atas kunjungan Anda.
     
    Resources:  http://kelasmayaku.wordpress.com/